Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Penggunaan Soft System Methodology dalam Penelitian Proses Sosial


Oleh:
Widjajani
JurusanTeknik Industri, Universitas Langlangbuana



ABSTRAK

Penelitian sosial meliputi penelitian yang meneliti mengenai permasalahan sosial atau manusia seperti fenomena-fenomena sosial, gejala-gejala sosial maupun praktek-praktek sosial. Oleh karena itu penelitian sosial merupakan penelitian yang berhubungan dengan proses bukan hanya sekedar isi
(content) dari fenomena sosial tersebut. Untuk dapat menganalisis suatu proses sosial diperlukan suatu model yang dapat menggambarkan proses tersebut secara holistik dan komprehensif. Di sini diusulkan penggunaan proses pemodelan dengan menggunakan Soft System Methodology (SSM) sebagai alat untuk memodelkan proses sehingga fenomena yang diteliti dapat dianalisis dengan lebih terstruktur, komprehensif dan holistik.

Kata kunci: Penelitian Proses Sosial, Soft System Methodology


ABSTRACT

Social research is an inquiry process to understanding social and human problem. Therefore a lot of social research is consist of proses research, not only the content of the problem. In order to analyse the social process comprehensively, it needs models that could describe the process in structured and holistic view. This paper propose Soft System Methodology (SSM) as a modelling tool to build a model of the process studied.

Keywords: Social Process Research, Soft System Methodology.




PENDAHULUAN
Penelitian sosial adalah istilah yang digunakan terhadap penyelidikan -penyelidikan yang dirancang untuk menambah khazanah ilmu pengeta- huan sosial, gejala sosial, atau praktek -praktek sosial (Sekaran, 1992). Istilah sosial ini mengacu pada hubungan-hubungan antara, dan di antara, orang-orang, kelompok-kelompok seperti keluarga, institusi (sekolah, komunitas, organisasi, dan sebagainya), dan lingkungan yang lebih besar. Gejala sosial atau hubungan antara dua atau lebih gejala sosial dijadikan sebagai topik penelitian sosial. Topik yang berhubungan dengan gejala sosial bisa menyangkut individu (misal, kepuasan kerja), kelompok (misal, kepemimpinan), masyarakat (misal, struktur sosial), institusi (misal, iklim organisasi), dan juga lingkungan yang lebih luas seperti negara (misal, pertumbuhan ekonomi nasional). Penelitian sosial merupakan suatu tipe penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan sosial (social scientist) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai aspek sosial sehingga kita dapat memahaminya (Buns, 2000)
Kata “researchberasal dari bahasa Latin yang berarti meng- ungkapkan. Secara etimologis, kata “research” (penelitian, riset) berasal dari kata “re” dan “to search”. 're' berarti kembali dan to search berarti mencari (Bailey, 1987). Jadi, secara etimologis, penelitian berarti mencari kembali. Namun, makna yang ter- kandung dalam kata “research” jauh lebih luas dari pada sekedar mencari kembali atau mengungkapkan. Menurut Gay & Diehl (1992) penelitian adalah penyelidikan yang sistematis untuk menemukan jawaban atas masalah dan dapat digambarkan sebagai upaya yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah spesifik yang memerlukan solusi. Ini adalah serangkaian langkah-langkah dirancang dan diikuti, dengan tujuan menemukan jawaban terhadap isu-isu yang perhatian kepada kita dalam lingkungan kerja (Gay & Diehl, 1992). Jadi, walaupun penelitian merupakan sentral untuk penyelidikan dan pencarian solusi atas masalah-masalah sosial dan kegiatan akademik, belum ada konsensus dalam literatur tentang bagaimana penelitian harus didefinisikan. Hussey menyatakan bahwa penelitian menyediakan suatu peluang untuk mengenali dan memilih satu masalah penelitian dan menyelidikinya secara bebas (Hussey & Hussey (1997).
Penelitian sosial sebagai kegiatan ilmiah dilakukan terus-menerus guna mengungkapkan kebenaran sesungguhnya dari objek yang diteliti (Yin, 1989). Kebenaran yang sesungguhnya itu bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Kebenaran objek yang diteliti menjadi dasar keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat. Dua kategori keteraturan dari objek yang diteliti, yaitu (Bachtiar, 1981):
1.      Keteraturan alam semesta selalu berkualitas 100% benar karena keteraturan itu tetap, tidak ber- ubah, sehingga metode penelitian- nya pun tepat. Ini terdapat pada ilmu-ilmu eksakta, seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, kedokteran.
2.      Keteraturan hubungan antar- manusia dalam hidup ber masyarakat. Untuk mengungkap- kan kebenaran keteraturan tersebut dipinjam metode penelitian ilmu eksakta, ternyata hasil penelitian- nya tidak selalu 100% benar, melainkan hanya mendekati kebenaran karena keteraturan dalam hubungan hidup ber- masyarakat itu dapat berubah dari saat ke saat sesuai dengan per- kembangan kebutuhan masyarakat. Ini terdapat pada ilmu-ilmu sosial, seperti ekonomi, hukum, politik, sosiologi, demografi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa perkem- bangan ilmu sosial selalu dilandasi oleh kebenaran yang relatif, keteraturan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, ketidakpuasan terhadap keadaan yang ada, keingin- tahuan terus-menerus, yang ditelaah bukan kuantitas, melainkan kualitas dari gejala sosial yang ada (terjadi) (Bachtiar, 1981). Oleh karena itu penelitian sosial lebih bermakna jika merupakan penelitian proses (process research) daripada penelitian isi deskriptif suatu fenomena tertentu saja (content research). Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang dapat menggambarkan suatu model proses sosial dengan komprehensif, holistik dan terstruktur sehingga dapat digunakan dalam menganalisis proses sosial dengan lebih baik.

PENELITIAN PROSES
Penelitian proses merupakan penelitian yang berhubungan dengan proses kegiatan dengan durasi tertentu. Jadi penelitian proses bukan merupa- kan foto hitam-putih sesaat dari suatu peristiwa tetapi merupakan hasil sinematografi penuh warna. Fondasi konseptual dari penelitian proses juga memerlukan kontribusi disiplin ilmu yang             berbeda dan lebih banyak dibandingkan dengan penelitian isi. Demikian juga dalam proses penelitiannya penelitian proses memerlukan sederet metoda-metoda yang mendalam seperti questionaire surveys, field studies, grounded theory dan action research. Peneliti proses banyak yang menggunakan studi kasus dibandingkan dengan metoda lainnya. Hal ini merupakan kesempatan untuk melakukan eksplorasi agar dapat memberikan penjelasan holistik di dalam dan diantara kasus-kasus (Pettigrew, 1992).
Permasalahan yang meliputi identifikasi, observasi dan pengukuran variabel-variabel proses menambah kesulitan dalam melaksanakan peneli- tian proses (Rajagopalan, Rasheed & Datta, 1993). Kesulitan ini akan mendorong peneliti untuk mencari cara untuk mengurangi kompleksitas melalui desain penelitian. Beberapa peneliti (Ragin, 1987; Pettigrew, 1992) setuju dengan usulan untuk melakukan pembandingan secara teliti dengan sedikit kasus. Pengurangan kompleksitas akan mengarah pada keluaran yang lebih jelas agar dapat menjelaskan penelitian proses strategi ini dengan lebih baik. Misalnya dalam penelitian persaingan oleh Pettigrew dan Whipp (1991) dimana variabel keluarannya merupakan kinerja yang berbeda-beda dari 8 perusahaan yang diteliti. 
Permasalahan lain ialah pada waktu menganalisis data pada penelitian proses, pengambilan keputusan strategis memungkinkan terjadinya invaliditas dari hasil karena adanya bias dan distorsi responden (Wolf & Jackson, 1987). Sejumlah penelitian pada subbidang ini ber- gantung pada kuesioner survei dan responden tunggal. Hal ini akan mengarah pada beberapa per masalahan antara lain kuesioner yang merupakan subyek dari interpretasi dan orientasi kognitif yang beragam dari responden (Frederickson, 1986) dan persepsi dari individu tunggal yang mungkin tidak merefleksikan realitas organisasi (Wolf & Jackson, 1987). Oleh karena itu metoda-metoda tambahan dan sumber data lainnya harus digunakan pada penelitian proses untuk melaku- kan validasi data yang didapatkan melalui survei kuesioner, misalnya dengan content analysis pada transkrip-transkrip dari proses-proses aktual, cross-check of recall data, dan multiple concurrent self reports (Wolf & Jackson, 1987).
Berbagai pendekatan metodo- logikal dapat dilakukan dalam melaksanakan investigasi saintifik. Keputusan memilih pendekatan yang paling cocok dengan suatu situasi spesifik dapat didasarkan pada seberapa banyak pengetahuan yang tersedia pada area permasalahan tertentu sebelum dilakukan investigasi. Pendekatan penelitian dapat dilakukan berdasarkan pada 3 cara, yaitu investigasi yang bersifat eksploratori, deskriptif atau pengujian hipotesa (disebut juga sebagai eksplanatori). Investigasi eksploratori sesuai untuk permasalahan dengan struktur yang buruk (ill-structured) dan untuk suatu kondisi di mana terdapat ketidak- pastian model riset apa yang sesuai untuk situasi spesifik tertentu dan karakteristik serta hubungan yang penting (Attefalk dan Langervik, 2001). Tujuan utama dari investigasi eksploratori ialah untuk mengumpul- kan pengetahuan sebanyak mungkin mengenai area pemasalahan yang spesifik (Attefalk dan Langervik, 2001). Hal ini meliputi penganalisaan situasi permasalahan berdasarkan beberapa titik pandang. Dengan melaksanakan investigasi eksploratori dapat digunakan sejumlah metoda yang berbeda untuk melaksanakan pengumpulan informasi. Karakteristik dari investigasi eksploratori ialah harus fleksibel sehingga dapat diadaptasikan terhadap hasil dan pengetahuan yang diasimilasikan selama penelitian.
Penelitian proses memerlukan metoda penelitian yang dapat mengeksplorasi dan mengobservasi perilaku secara komprehensif dan pada situasi alami. Penelitian ini memerlu- kan penelitian kualitatif yang di definisikan oleh Creswell (1998) sebagai suatu proses penyelidikan untuk mendapatkan suatu pengertian berdasarkan tradisi penyelidikan (tradition of inquiry) dengan metodo- logi yang dapat dibedakan, meng- eksplorasi permasalahan sosial atau manusia dimana peneliti membangun gambaran holistik yang kompleks, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan rinci dari informasi, dan melaksanakan penelitian dalam kondisi alami.  Sedangkan menurut Strauss dan Corbin (1990), penelitian kualitatif ialah setiap jenis penelitian yang menghasilkan temuan yang tidak didapatkan dengan menggunakan prosedur statistik atau alat kuantifikasi lainnya dan penelitian tersebut dapat mengacu pada kehidupan, cerita, peri- laku orang-orang, dan juga mengenai fungsi organisasi, pergerakan sosial atau hubungan interaksional.
Strauss dan Corbin (1990) menyatakan bahwa tiga komponen utama penelitian kualitatif ialah :
1.      Data, biasanya didapatkan dengan menggunakan wawancara dan observasi.
2.      Prosedur interpretive atau analitis yang digunakan untuk mendapat- kan temuan-temuan atau teori-teori. Prosedur ini merupakan teknik-teknik untuk konseptuali- sasi data yang disebut sebagai pengkodean (coding). Prosedur-prosedur ini bervariasi tergantung dari pengetahuan, pengalaman dan tujuan peneliti.
3.      Laporan verbal dan tertulis yang dapat dipresentasikan pada jurnal saintifik.
Strauss dan Corbin (1990) mem- bedakan tipe-tipe penelitian kualitatif berdasarkan tujuan penelitian, pen- dekatan analisis data dan tipe penelitiannya. Berdasarkan tujuan penelitian misalnya untuk melakukan klarifikasi dan memberikan ilustrasi temuan kuantitatif, membangun instrumen penelitian, mengembangkan kebijakan, mengevaluasi program-program, menyediakan informasi untuk tujuan komersil, mengarahkan praktek-praktek praktisi, melayani tujuan-tujuan politis dan mengembang kan pengetahuan dasar.
Berdasarkan pendekatan analisis data, penelitian kualitatif dibedakan menjadi 3 jenis (Strauss dan Corbin, 1990), yaitu penelitian kualitatif dengan data yang tidak dianalisis dan diterima apa adanya tanpa atau dengan sedikit sekali interpretasi apapun; penelitian kualitatif dengan data yang dianalisis deskriptif (seleksi dan interpretasi) secara akurat dengan maksud untuk mengurangi data, serta penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk membangun teori yaitu pengem- bangan interpretasi yang dijelaskan secara teoritis. Dari semua pendekatan tersebut dibutuhkan suatu model yang dapat menggambarkan data proses secara komprehensif sehingga memungkinkan untuk dilakukan analisis proses dari fenomena yang diteliti secara lebih akurat. Namun menggambarkan suatu proses soaial menjadi suatu model yang kompre- hensif sehingga dapat dianalisis dengan mudah bukanlah yang mudah.  Soft system methodology merupakan salah satu metoda penelitian tindakan yang konsep pemodelannya dapat digunakan dalam pemodelan proses-proses sosial. 

SOFT SYSTEM METHODOLOGY
Soft System Methodology (SSM) secara spesifik dikembangkan pada tahun 1970-an untuk menghadapi situasi normal dimana orang-orang mempunyai persepsi sendiri mengenai dunia dan membuat judgements dengan menggunakan nilai-nilai mereka sendiri. SSM merupakan metodologi action research yang ditujukan untuk mengeksplorasi, menanyakan dan belajar mengenai situasi permasalahan yang tidak ter- struktur (sistem soft)  agar dapat mem- perbaikinya (Attefalk & Langervik, 2001). Checkland (2000) memberikan beberapa pemikiran kunci yang menjadi dasar dari SSM, yaitu :
1.      Dalam memikirkan mengenai sistem dunia nyata yang memerlu- kan perbaikan, merupakan hal manusiawi jika orang-orang men- coba untuk melakukan tindakan bertujuan (purposeful activity) yang bermanfaat untuk mereka. Hal ini mengarah pada ide untuk memodelkan sistem aktivitas manusia yang bertujuan (purpo- seful human activity system) sebagai suatu himpunan dari aktivitas-aktivitas berhubungan yang dapat menunjukkan sifat-sifat emergent dari tujuannya.
2.      Dalam usaha memodelkan akti- vitas bertujuan, maka dilakukan eksplorasi tindakan-tindakan di dunia nyata. Eksplorasi tersebut ternyata menghasilkan banyak interpretasi yang mungkin untuk setiap pernyataan sasaran. Untuk itu pertama kali harus dipilih interpretasi yang paling relevan dalam mengeksplorasi situasi, tergantung dari sudut pandang (world view atau weltanschauung) yang merupakan dasar dari model tersebut.
3.      Sudut pandang merupakan hasil dari proses pembelajaran (learning processes). Pembelajaran di sini yang membuat ide pemodelan aktivitas bertujuan merupakan konsep bermanfaat. Oleh karena itu proses pemodelan di sini dapat dilihat sebagai proses penyelidikan (inquiring process).

Ide dasar dari pemikiran sistem ‘soft’ ialah konsep sistem digunakan sebagai cara untuk menyelidiki ke dalam dunia yang dipersepsikan. Ide-ide sistem berdasarkan konsep ‘a whole’ di mana suatu organisasi dapat dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dimana keseluruhan (the whole) lebih berarti daripada jumlah bagian-bagiannya (Koestler, 1967). Hal ini mencakup ide di mana suatu ke- seluruhan dapat menggambarkan sifat-sifat emergent. Sifat-sifat dari bagian tidak mempunyai arti jika tidak dalam konteks keseluruhan (Avison & Fitzgerald, 1995; Checkland & Scholes, 1990). Akan lebih baik untuk menggunakan istilah ‘holon dalam membedakan konsep teoritis dari sistem dunia yang dipersepsikan, daripada menggunakan istilah ‘sistem’ yang biasa digunakan (Checkland & Scholes, 1990; Koestler, 1967). Suatu holon ialah sejenis model yang spesial yang mengorganisasikan pemikiran dengan cara ide-ide sistem (Lane & Olivia, 1998). Sistem aktivitas manusia merupakan jenis spesifik dari holon yang dibentuk dari sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dengan adanya saling ketergantungan untuk membuat keseluruhannya bertujuan (Attefalk & Langervik, 2001).
Selalu ada beberapa perspektif berbeda dari dunia karena dunia dibentuk oleh pengalaman, latar belakang, pendidikan, kultur dan perhatian dari orang-orang yang mempersepsikannya.  Oleh karena itu tidak ada persepsi yang benar dari dunia nyata (Dahlbom & Mathiassen, 1993). Dunia ini sangat kompleks, problematikal dan misterius, tetapi diasumsikan bahwa proses penyelidik- kannya dapat diorganisasikan sebagai suatu sistem. Akibatnya penggunaan istilah sistem tidak lagi diaplikasikan ke dalam dunia, tetapi pada proses kita menghadapi dunia (Checkland & Holwell, 1998; Checkland & Scholes, 1990). Ide-ide sistem digunakan sebagai cara untuk menyelidiki dan didasarkan pada konsep ‘belajar’ bukan pada  konsep optimisasi (Lewis, 1994; Checkland & Scholes, 1990). Sistem adalah persepsi mengenai dunia yang kita modifikasi dan kita tingkatkan pada waktu kita meng- hadapi perspektif lain atau penga- laman baru dengan belajar (Dahlbom & Mathiassen, 1993). Merupakan hal penting untuk dapat dimengerti bahwa ide mengenai sistem di sini bukan merupakan cara untuk mendeskripsi- kan apa yang ada tetapi merupakan cara untuk mendeskripsikan inter- pretasi mengenai apa yang ada atau suatu pemikiran mengenai apa yang relevan dengan apa yang ada. Dengan demikian dimungkinkan bagi analis untuk secara eksplisit memikirkan mengenai situasi dunia nyata (Wilson, 1984).
Merupakan sifat manusia untuk mempunyai pengertian tertentu mengenai bagaimana dunia yang dia persepsikan. Pengertian ini didapatkan dari pengetahuan yang berbasiskan pengalaman peneliti tersebut. Jika peneliti memiliki perasaan bahwa ada hal-hal yang dapat lebih baik dari yang mereka persepsikan, maka persepsi mengenai dunia mempunyai masalah yang perlu diberikan perhatian (Checkland & Scholes, 1990). Dalam pemikiran soft, permasalahan tidak terjadi dengan cara sedemikian sehingga memungkinkan untuk mengisolasinya. Oleh karenanya, lebih tepat untuk mendekati persoalan bukan sebagai ‘masalah’, tetapi sebagai ‘situasi permasalahan’ (Attefalk & Langervik, 2001). Hal tersebut merupakan bagian dari dunia yang kita persepsikan, yaitu situasi permasalahan, yang akan dipelajari dan dieksplorasi (Wilson, 1984).

MODEL KONSEPTUAL
Proses membangun model-model aktivitas bertujuan meliputi pemilihan sistem aktivitas manusia yaitu sistem-sistem relevan yang ikut ambil bagian dalam tindakan bertujuan dari situasi permasalahan. Dari sistem aktivitas manusia yang terpilih tersebut, sejumlah model dibangun berdasarkan pada sudut pandang (worldviews) yang berbeda. Sudut pandang berbeda-beda ini diekspresi- kan dengan definisi yang jelas menge- nai aktivitas yang akan dimodelkan dan disebut sebagai root definition. Root definition dibangun sebagai suatu ekspresi dari aktivitas bertujuan sebagai proses transformasi T. Setiap aktivitas bertujuan dapat diekspresikan dalam bentuk: “suatu entity, input pada proses transformasi, berubah menjadi status atau bentuk yang berbeda, sehingga menjadi output proses” (Checkland, 2000). Lebih lanjut lagi root definition dinyatakan dengan spesifikasi yang lebih luas sehingga T dapat dielaborasi dengan mendefinisikan elemen-elemen lain yang membentuk CATWOE (Checkland, 2000; Checkland & Scholes, 1990). CATWOE merupakan kependekan dari Customers atau Clients (siapa yang menerima dampak proses transformasi ?); Actors (orang yang melakukan aktivitas-aktivitas pada proses transformasi); Transfor- mation process (proses yang meng- ubah input menjadi output); Weltans- chauung (sudut pandang, kerangka kerja atau image yang membuat proses transformasi bermakna); Owners (orang yang mempunyai kepentingan terbesar terhadap sistem dan dapat menghentikan proses transformasi) dan Environmental constraints (elemen-elemen di luar sistem yang dapat mempengaruhi tetapi tidak dapat mengendalikan sistem tersebut atau dapat dinyatakan sebagai apa adanya (given). Pada tahun-tahun terakhir definisi tidak hanya dinyatakan dalam CATWOE, tetapi juga membentuk root definition dalam bentuk PQR: “melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat berkontribusi dalam mencapai R”, yang menjawab 3 pertanyaan yaitu apa yang dilakukan (P), bagaimana melakukannya (Q), dan mengapa melakukan hal tersebut (R).
Model konseptual merupakan model sistem aktivitas manusia, terdiri dari elemen-elemen yang merupakan aktivitas-aktivitas dan didapatkan dengan mengekstraksi semua kata kerja yang diimplikasikan oleh root definition (Attefalk & Langervik, 2001). Daftar kata kerja harus diatur dengan aturan yang koheren dan untuk setiap root definition harus ada satu model. Model konseptual merupakan model dari root definition dan bukan model dari hal lain (Avison & Fitzgerald, 1995; Checkland & Scholes, 1990).

PENGUKURAN KINERJA
Selama bertahun-tahun konsep pengukuran kinerja dirasakan cukup digunakan dalam model-model tetapi kemudian diperkaya dengan suatu analisis yang muncul dari pemikiran bahwa model-model SSM hanya merupakan mesin logikal untuk melakukan proses transformasi ber- tujuan yang diekspresikan pada root definition (Checkland, 2000). Walaupun sistem aktivitas manusia distrukturkan secara logikal, mungkin masih dapat ditemukan ketidak- konsistenan. Untuk itu perlu diikut- sertakan uji kinerja dalam proses pemodelan. Mengukur kinerja mesin logikal dapat diekspresikan melalui logika instrumental yang memfokus- kan pada 3 hal yang disebut sebagai 3E yaitu (Checkland, 2000; Checkland & Scholes, 1990):
1.      Menguji apakah output diproduksi (efficacy)?
2.      Menguji apakah digunakan sumber daya yang minimal (efficiency)?
3.      Menguji apakah transformasi ini bernilai pada tingkatan yang lebih tinggi karena berkontribusi terhadap tujuan jangka panjang (effectiveness)?

PROSES SSM
SSM digunakan untuk melak- sanakan penelitian dengan pendekatan sistemik dengan cara menggambarkan situasi permasalahan secara lebih kongkrit, membangun model konsep- tual dan menformulasi kesimpulan dari penelitian (Attefalk & Langervik, 2001). Proses SSM dapat dibagi menjadi 4 aktivitas utama, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Dari 4 aktivitas tersebut, aktivitas 1 sampai dengan 3 merupakan aktivitas pengumpulan data, pembuatan model konseptual dan memformulasi per- ubahan fisibel yang diinginkan. Sedangkan aktivitas ke 4 ialah aktivitas untuk melakukan perbaikan dari situasi permasalahan karena esensi awal dari SSM ialah untuk melakukan perbaikan (action research).




Gambar 1. Model empat aktivitas  SSM (Checkland & Scholes, 1990)
       


Seperti yang tampak pada Gambar 1, proses SSM dapat dibagi menjadi 4 aktivitas utama (Checkland dan Scholes, 1990). Aktivitas pertama yaitu menemukan situasi perma- salahan, termasuk aspek kultural dan politik. Aktivitas kedua memformulasi model-model aktivitas bertujuan yang relevan dengan situasi permasalahan. Bagian ketiga melakukan diskusi mengenai situasi permasalahan dengan membandingkan model-model dengan situasi nyata dan merumuskan rekomendasi untuk perubahan-perubahan yang dapat memperbaiki situasi. Tahap yang terakhir ialah melakukan tindakan untuk memper- baiki situasi permasalahan.
        Menemukan situasi permasa- lahan, dimaksudkan untuk mendapat- kan sebanyak mungkin persepsi mengenai situasi permasalahan dari sejumlah orang yang terkait. Sebagai alat untuk mengumpulkan persepsi, maka SSM sangat berguna untuk membuat ekspresi awal dari situasi permasalahan dengan membangun gambaran sekaya mungkin yang mungkin dari situasi permasalahan. Metoda yang sering digunakan dalam menggambarkan situasi permasalahan ialah Rich Picture Diagram.
Membangun model-model aktivitas yang bertujuan (purposeful activity models) atau model konsep- tual, merupakan representasi dari semua hal pada situasi nyata dengan memperhitungkan konsep-konsep dari aktivitas-aktivitas bertujuan yang sebenarnya. Model-model aktivitas bertujuan ini berbasis pada sudut pandang (worldview) dari orang-orang yang terkait dengan situasi per- masalahan (Checkland & Scholes, 1990). Membangun model-model ini dimulai dengan pemilihan aktivitas-aktivitas bertujuan relevan yang dapat diturunkan dari tugas-tugas primer atau dari isu-isu (Checkland & Scholes, 1990). Di sini dibutuhkan definisi yang jelas dari aktivitas bertujuan yang akan dimodelkan (root definition) dan dikonstruksi dari ekspresi aktivitas-aktivitas bertujuan sebagai proses Transformasi (T) (Checkland, 2000). Root definition merupakan deskripsi yang meringkas sifat-sifat dasar dari sistem aktivitas manusia dengan setiap deskripsi dibuat berdasarkan pada pandangan yang spesifik (Attefalk & Langervik, 2001).
Struktur dari root definition dapat diekspresikan sebagai “suatu sistem untuk melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat mencapai R”. Pada definisi ini proses trans- formasi akan menjadi alat Q. R diasosiasikan dengan tujuan jangka panjang pemilik. Hal yang penting bahwa alat Q dipilih yang benar-benar bekerja untuk memproduksi output, R (Checkland & Scholes, 1990).
Untuk setiap root definition kemudian diuji kinerjanya dengan uji 3E (efficacy, efficiency dan effective- ness) dan kemudian dapat di- organisasikan dengan menelusuri ketergantungannya sehingga dapat membentuk suatu model konseptual. Gambar 2. menggambarkan proses pembentukan model konseptual dari aktivitas-aktivitas.





Gambar 2. Prosedur logikal untuk membangun model-model aktivitas
(Checkland, 2000)

           


Model-model dibangun hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir dan digunakan sebagai basis untuk diskusi mengenai bagaimana memperbaiki situasi yang dinyatakan sebagai permasalahan. Diskusi ini diorganisasikan dengan membanding- kan model-model yang berbasis pada sudut pandang berbeda pada persepsi pada situasi permasalahan pada dunia nyata. Tujuan diskusi bukan untuk memperbaiki model, tetapi untuk menemukan penyesuaian diantara sudut pandang yang berbeda pada situasi permasalahan. Penyesuaian tersebut akan digunakan untuk membuat perbaikan pada situasi permasalahan.
SSM merupakan bentuk action research  yang terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip yang mengarahkan tindakan dalam usaha untuk mengelola situasi permasalahan dunia nyata (Attefalk & Langervik, 2001). SSM sangat berguna dalam melaksanakan tindakan yang bertujuan untuk dapat mengubah situasi nyata secara konstruktif yang menghasilkan perbaikan pada situasi permasalahan (Checkland dan Scholes, 1990).

DESAIN PENELITIAN PROSES DENGAN MENGGUNAKAN SSM
SSM bermanfaat pada penelitian sosial dalam tahap pengumpulan dan analisis data. Menurut Strauss & Corbin (1990), berdasarkan pen- dekatan analisis datanya maka penelitian dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1.      Penelitian dengan data yang tidak dianalisis dan diterima apa adanya tanpa atau dengan sedikit sekali interpretasi apapun
2.      Penelitian dengan data yang dianalisis secara deskriptif (seleksi dan interpretasi) secara akurat dengan maksud untuk mengurangi data.
3.      Penelitian dengan maksud untuk membangun teori, yaitu pengem- bangan interpretasi yang dijelas- kan secara teoritis.

Jenis penelitian yang pertama dapat menggunakan prinsip-prinsip pemodelan SSM dalam menggambar- kan proses dari fenomena yang diteliti sehingga fenomena yang diteliti dapat dijelaskan dengan lebih terstruktur dan komprehensif.
Jenis penelitian yang kedua dapat menggunakan prinsip-prinsip pemodelan SSM untuk menggambar- kan proses dari fenomena yang diteliti dan kemudian melakukan analisis (seleksi dan interpretasi) pada model-model yang dihasilkan sehingga dapat diperoleh data proses sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Jenis penelitian yang ketiga merupakan pembangunan teori yang menghasilkan teori substantif yang diperoleh dari lapangan. Metodologi yang biasanya digunakan ialah Grounded Theory. Oleh karena di sini dapat dilakukan penggunaan pemo- delan SSM di dalam proses pem- bangunan teori dengan menggunakan Grounded Theory.
Penelitian grounded theory diperkenalkan pertama kali oleh Barney Glasser dan Anselm Strauss pada tahun 1967 (Creswell, 1998). Penelitian dengan menggunakan grounded theory dilakukan jika peneliti perlu untuk mengobservasi atau berpartisipasi dalam perilaku sosial dan mencoba untuk mengerti perilaku tersebut (Babbie, 1992). Grounded Theory merupakan desain penelitian kualitatif yang memungkin- kan peneliti untuk menurunkan konstruk dan membangun teori dari data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti bukan dari teori yang sudah ada (Adebayo, 2004). Grounded theory memberikan peneliti suatu kemampuan untuk menurunkan teori di dalam konteks data yang dikumpulkan. Strauss dan Corbin (1990) mendeskripsikan grounded theory sebagai suatu teori yang diturunkan dari data yang secara sistematis dikumpulkan dan dianalisis melalui proses penelitian. Perbedaan antara metoda grounded theory dan metoda penelitian yang lain ialah khususnya pada pendekatan filosofi pengembangan teori, yaitu yang menyarankan seharusnya ada hubungan kontinyu antara pengum- pulan data dan analisis data (Adebayo, 2004). Salah satu kekuatan dari grounded theory ialah sifat kompre- hensif dari perspektif yang dapat diperoleh oleh peneliti. Dengan cara langsung terjun ke dalam fenomena sosial dan mengobservasinya selengkap mungkin maka peneliti dapat mengembangkan pengertian yang dalam dan lengkap. Peneliti grounded theory dapat mengenali berbagai nuansa sikap dan perilaku yang tidak dapat diperoleh oleh peneliti menggunakan metoda lain (Babbie, 1992).
Baik metoda grounded theory maupun SSM sesuai untuk diterapkan pada permasalahan dengan karak- teristik yang tidak terstruktur atau sistem soft seperti pada penelitian proses. Walaupun demikian kedua metoda tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yang dapat saling mengisi satu dengan lainnya jika digunakan secara bersama-sama.
Metoda grounded theory menurunkan teori dari data lapangan dengan prinsip menekankan hubungan yang simultan antara pengumpulan data dengan analisis data sehingga memungkinkan penelitian kualitatif fleksibel. Peneliti dapat tetap terbuka terhadap hal-hal tak terduga dari lapangan sehingga teori yang dihasilkan benar-benar berdasarkan fakta yang ada. SSM menggunakan pendekatan sistem dalam memodelkan sistem soft dengan menggunakan prosedur standar yang rinci sehingga peneliti dapat mengikuti langkah-langkah pemodelan dengan mudah. Dengan menggunakan SSM proses pengkodean data untuk membentuk model konseptual dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan terstruktur.
SSM pada dasarnya merupakan action research dan bertujuan untuk dapat memperbaiki suatu sistem “soft”, mendapatkan data dengan melakukan diskusi eksploratori dengan orang-orang yang terkait di dalam situasi permasalahan dan mempunyai sudut pandang (weltanschauung) yang berbeda. Dalam grounded theory yang bertujuan untuk membangun teori, penggunaan SSM di sini bukan untuk memperbaiki situasi permasalahan tetapi digunakan untuk memodelkan situasi permasalahan penelitian proses strategi menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
Dalam proses pengambilan data digunakan konsep-konsep grounded theory diperkuat dengan pembuatan rich picture diagram untuk mengenali  situasi permasalahan seperti pada SSM. Pengenalan situasi permasa- lahan dimaksudkan untuk meningkat- kan theoretical sensitivity agar dapat mengarahkan pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku manajer pemilik IK yang unggul sesuai dengan situasi permasalahannya. Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan elaborasi dari literatur-literatur yang ada untuk menjadi panduan dalam pengambilan data secara in-depth interview. Peng- gunaan literatur dimaksudkan juga untuk meningkatkan theoretical sensitivity sehingga data yang diambil komprehensif.
Proses analisis data kualitatif dengan menggunakan metoda grounded theory mengikuti 3 tahap pengkodean yaitu open coding, axial coding dan selective coding. Pengkodean tersebut merupakan proses yang sangat abstrak dan tergantung dari keahlian dan pengetahuan peneliti. Menurut Strauss (1987) pengkodean merupakan operasi yang paling sulit untuk peneliti yang kurang berpengalaman untuk dapat mengerti dan menguasainya. Hal ini terutama karena proses pengkodean tersebut hanya memberikan arahan umum dalam membentuk model konseptual yang akan digunakan dalam membangun teori. SSM meng- gunakan langkah-langkah terstruktur guna memodelkan sistem yang tidak terstruktur sehingga lebih mudah untuk diikuti oleh peneliti walaupun yang mempunyai sedikit pengalaman mengenai situasi permasalahan. Penelitian proses strategi dengan menggunakan proses analisis data kualitatif menggunakan metoda pemodelan SSM sehingga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan kemampuan untuk dapat diulangi (reproducibility) dari penelitian.
Tahapan proses analisis pada grounded theory dapat disetarakan dengan proses pemodelan pada SSM sehingga dapat meningkatkan validitas terbentuknya teori dari segi prosesnya. Pada open coding yaitu pengkodean yang pertama data dimampatkan menjadi katagori-katagori atau tema-tema dan pada pengkodean yang kedua axial coding katagori-katagori tersebut kemudian diorganisasikan dan diidentifikasikan sebab dan kon- sekuensinya (presedensinya). Kedua tahap pengkodean tersebut dapat disetarakan dengan langkah-langkah pemodelan di dalam SSM yaitu pembangunan model konseptual yang dimulai dari pemilihan model-model aktivitas bertujuan (atau disebut juga tema atau katagori), menjelaskan menggunakan root definition, melaku- kan uji 3E serta mengorganisasikan sesuai dengan ketergantungannya (presedensinya) untuk membentuk model konseptual. Model-model konseptual yang telah diuji verifikasi kemudian akan digunakan pada pengkodean terakhir (selective coding) untuk mengidentifikasikan alur cerita dan membangun teori. Langkah-langkah pemodelan sesuai SSM dilakukan simultan dengan pengam- bilan data sesuai dengan konsep grounded theory.
Langkah-langkah penelitian proses dengan menggunakan SSM dan grounded theory adalah sebagai berikut:
1.      Langkah pertama ialah memahami situasi permasalahan. Pembuatan rich picture diagram diharapkan dapat menggambarkan situasi permasalahan sekaya mungkin dan sebaik-baiknya. Rich picture diagram menggambarkan kondisi situasi permasalahan dengan lingkungannya. Dari langkah pertama tersebut maka dapat ditentukan obyek penelitian yang relevan dengan situasi per- masalahan.
2.      Langkah ke dua ialah membuat model konseptual dari situasi permasalahan. Pembuatan model konseptual dimulai dengan meng- umpulkan data sesuai dengan Panduan Wawancara  yang dibuat dengan bantuan teori-teori pen- dukung yang ada untuk meningkat kan theoretical sensitivity. Panduan Wawancara tersebut hanya digunakan sebagai panduan untuk membangkitkan tanya jawab mengenai materi yang diinginkan sehingga data yang didapatkan diharapkan dapat komprehensif. Panduan Wawancara tidak bersifat statis dan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan data di lapangan. Hasil dari langkah ke dua ini berupa data tugas-tugas atau issue yang kemudian dapat dibuat menjadi beberapa holon yang disebut aktivitas bertujuan. Suatu aktivitas bertujuan merupa- kan gabungan aktivitas-aktivitas yang saling bergantungan satu dengan lainnya untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Setiap aktivitas bertujuan didefinisikan root definition yang diekspresikan dalam bentuk akronim CATWOE dan PQR. Dari beberapa aktivitas bertujuan tersebut kemudian harus dibuat model konseptual perilaku manajer pemilik IK dalam mem- bangun keunggulan kompetitif. Model konseptual tersebut terdiri dari aktivitas-aktivitas bertujuan yang telah diuji kinerjanya yaitu dengan uji 3E (efficacy, efficiency dan effectiveness). Uji efficacy yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut memang dapat menghasilkan keluaran sesuai yang diinginkan. Uji efficiency yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut menggunakan sumber daya minimum. Kemudian uji effectiveness, yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut dapat secara efektif mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan.
3.      Langkah ke tiga merupakan langkah verifikasi model-model konseptual yang dihasilkan dengan dunia nyata yaitu dengan melakukan rekonstruksi historis (historical reconstruction) aktivitas-aktivitas yang mem- bangun aktivitas bertujuan ter- sebut. Jika terdapat perbedaan model-model konseptual dengan dunia nyata maka dilakukan perbaikan model konseptual sesuai dengan yang sebenarnya telah terjadi. Model yang tidak membutuhkan perbaikan lagi dijadikan model konseptual yang telah siap untuk dilakukan analisis. Tahap ini dilakukan untuk memastikan validitas model yang dihasilkan sehingga teori yang kemudian dihasilkan benar-benar diperoleh dari kondisi di lapangan.
4.      Tahap selanjutnya ialah tahap pembentukan teori dengan melakukan analisis pada model-model konseptual yang telah dihasilkan. Pembentukan teori dilakukan dengan menggunakan selective coding di mana diidentifikasikan alur cerita dari setiap model, mempresentasikan proposisi kondisional atau hipo- tesis (jika ada), membandingkan dan melihat secara selektif kasus-kasus. Dari hasil analisis tersebut kemudian dapat dikembangkan katagori-katagori (tema atau konsep) yang secara sistematis berhubungan untuk membentuk suatu kerangka teoritis yang dapat menjelaskan fenomena proses strategi yang diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Attefalk, L. &  Langervik, G (2001), Socio Technical Soft System Methodology: a sociotechnical approach to Soft Systems Methodology, Master Thesis, Department of Informatics University of Gothenburg
Avison, D.E. & Fitzgerald, G. (1995). Information Systems Develop- ment: Methodologies, Techni- ques and Tools. London: McGraw-Hill International (UK) Limited.
Babbie, Earl (1992) The Practical of Social Research, Sixth Edi- tion, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California
Bachtiar, H. (1981). Penggolongan Ilmu Pengetahuan. Depdikbud. Jakarta.
Bailey, K.D. (1987), Methods of Social Research, Free Press: London.
Burns, R.B. (2000), Introduction to Research Methods, 4th Edition, French Forest NSW: Longman
Burns, R.K. (2000), Introduction to Research Methods, 4th Edition, French Forest NSW: Longman
Chakravarthy, B.S. & Doz, Y. (1992). Strategy process research: Focusing on corporate self-renewal, Strategic Manage- ment Journal, 13: 5-14
Checkland, P. & Holwell, S. (1998). Information, Systems and Information Systems – making sense of the field. Chichester: John Wiley & Sons Ltd.
Checkland, P. & Scholes, J. (1990). Soft Systems Methodology in Action.Chichester: John Wiley & Sons Ltd.
Checkland, Peter.(2000), Soft System Methodology: A Thirty Year Retrospective, System Rese- arch and Behavioral Science,  17, S11-S58
Creswell, John W., (1998), Qualita- tive inquiry and research design: Choosing among five traditions, Sage Publication Inc. Thousand Oaks, Calif.
Dahlbom, B. & Mathiassen, L. (1993). Computer in Context – The Philosophy and Practice of System Design. Oxford: Blackwell Publishers Ltd.
Frederickson, J.W. (1986). The strategic decision process and organizational structure. Academy of Management Review, 11:280-297
Gay L.R. & Diehl, P.L. (1992), Research Methods for Busi- ness and Management, New York: MacMillan Publishing Company.
Hirsch, P. (1991). Areas of agreement and common ground, A presentation made at the Minnesota Conference on Strategy Process Research, Minneapolis, MN, October 20-22
Hussey J. & Hussey, R. (1992), Business Research: A Practical Guide for Undergraduate and Postgraduate Students, London: MacMillan Press, Ltd, 1997, page.1
Koestler, A. (1967). The Ghost in the Machine. New York: The MacMillian Company.
Lane, D.C. & Oliva, R. (1998). The greater whole: Towards a synthesis of systems dynamics and soft systems methodology. European Journal of Operati- onal Research 107. Theory and Methodology. (214-235). Elsevier Science B.V.
Lewis, P. (1994). Information-Systems Development. London: Pitman Publishing.
Pettigrew, A.M. & Whipp, R. (1991). Managing change for compe- titive success. Basil Blackwell, Oxford
Pettigrew, A.M. (1992). The character and significance of strategy process research. Strategic Management Journal, V.15: 6-10
Ragin, C.C. (1987). The comparative method. University of Califor- nia Press, Berkeley, CA
Rajagopalan, N., Rasheed, A. & Datta, D.(1993). Strategic decision processes: Critical review and future directions. Journal of Management, V. 19, no.2:349-384
Sekaran, U., (1992), Research Methods for Business: A Skill Building Approach, second edition, New York: John Wiley & Sons, Inc.
Strauss, A. dan J. Corbin (1994), Grounded theory methodo- logy: An overview, dalam N. Denzin dan Y. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research, Thousand Oaks, CA: Sage.
Strauss, A., dan J. Corbin (1990), Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques, Newburry Park, CA : Sage
Strauss, Anselm (1987) Qualitative analysis for social scientist, New York: Cambridge University Press.
Wilson, B. (1984). Systems: Concepts, Methodologies and Applica- tions. Chichester: John Wiley & Sons Ltd.
Wolf, J. & Jackson, C. (1987). Creating models of the strategic decision making process via participant recall: A free simulation examination. Journal of Management, 13:123-134
Yin, R.K. (1989). Case Study Research: Design and Methods. SAGE Publications Inc. California, London, New Delhi