Oleh:
Susy Erwina
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas
Langlangbuana
Email: susy_erwina@yahoo.com
ABSTRAK
Pendampingan
merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mendampingi, membimbing,
membantu, mengembangkan, sehingga individu, keluarga dan kelompok masyarakat
menjadi berdaya. Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh keluarga muda,
seperti kemiskinan, disharmonisasi keluarga, perusahaan keluarga yang mengalami
kebangkrutan, kesehatan anggota keluarga, anak putus sekolah dan permasalahan-permasalahan
lainnya. Permasalahan ini akan menimbulkan akibat yang fatal untuk membentuk
keluarga harmonis yang dapat memenuhi
kebutuhan fisik maupun sosial-psikologisnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan
pendampingan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Desa (LPMD) melalui Program Keluarga Muda Mandiri dengan
kesejahteraan kelompok keluarga miskin di Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode analisis deskriptif
untuk menggambarkan kondisi kehidupan kelompok keluarga miskin pada saat ini. Berdasarkan
hasil kajian, hubungan antara pelaksanaan pendampingan yang dilaksanakan oleh
LPMD melalui program keluarga muda mandiri dengan kesejahteraan kelompok
keluarga miskin di Desa Karangresik Kecamatan Jamanis
Kabupaten Tasikmalaya, menunjukkan hubungan yang signifikan.
Kata kunci: Pendampingan, LPMD, Program Keluarga Muda Mandiri, kesejahteraan kelompok
keluarga miskin
ABSTRACT
Mentoring is a series of activities aimed to assist,
guide, develop, so that individuals, families and communities be empowered. There
are many problems faced by young families, such as poverty, family disharmony,
family company that went bankrupt, the health of family members, school dropouts
and other problems. These problems will lead to fatal consequences to people in
order to meet a harmonious family. The purpose of this study was to determine
the relationship between the implementation of assistance by the Institute of
Rural Community Empowerment (LPMD) through Independent Young Family Program
(Program Keluarga Muda Mandiri) with the welfare of poor families in the Kecamatan
Jamanis, Kabupaten Tasikmalaya. This research was conducted by using
descriptive analysis method to describe the living conditions of poor families
at this time. Based on the results of the study, the implementation of the
assistance programs implemented by LPMD through Independent Young Family
Program shown a significant relationship with the welfare of poor families.
Keywords: mentoring, LPMD, Independent Young Family Program, the welfare of poor families.
PENDAHULUAN
Seiring
dengan pertumbuhan pembangunan di era globalisasi akan berdampak pada
pembangunan kesejahteraan sosial, khususnya kesejahteraan masyarakat miskin.
Banyaknya kesenjangan antara keluarga kaya dengan keluarga miskin baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Untuk mengurangi tingkat perbedaan yang dapat
menimbulkan kecemburuan sosial tersebut, perlu adanya upaya untuk peningkatan kesejahteraan
sosial masyarakat dari keluarga miskin dengan melalui pemberdayaan keluarga
miskin diantaranya dengan adanya upaya peningkatan di bidang pendidikan,
peningkatan pendapatan keluarga, dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi
keluarga dan masyarakat miskin. Dengan upaya ini diharapkan pembangunan
kesejahteraan sosial yang diidamkan dapat terwujud.
Keluarga
muda miskin adalah keluarga miskin yang baru dibentuk dengan usia perkawinan
antara 0 sampai dengan 5 tahun. Masalah kemiskinan dapat mengancam eksistensi
keluarga muda dalam membina rumahtangga yang kemudian menjadi tolok ukur
melemahnya ketahanan sosial, kemampuan keluarga muda dalam melaksanakan peran
dan fungsi keluarga secara wajar. Untuk terciptanya peran dan fungsi kelompok
keluarga muda miskin diperlukan berbagai upaya yang lebih responsif terhadap
kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi, dengan mengembalikan lingkungan
keluarga sebagai korban dan sekaligus sebagai sumber pemecahan masalah, sebab
masalah mengalir dan bermuara dari, oleh dan untuk keluarga. Dengan demikian
keluarga muda mampu memenuhi kebutuhan hidupnya baik
sandang, pangan, papan serta hubungan sosialnya.
Salah
satu upaya penanggulangan dan pengentasan kemiskinan sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun
1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun
2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otonomi (pasal 3 ayat (3), antara lain yang terkait dengan
bidang sosial, yaitu penetapan pedoman akreditasi lembaga penyelenggara
pelayanan sosial), serta berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67
Tahun
2002 (sebagai tindak lanjut pasal 11 UU Nomor 22 Tahun 1999) tentang pengakuan
kewenangan Kabupaten dan Kota khusus di bidang sosial antara lain pelayanan
kesejahteraan sosial keluarga.
Dengan
adanya kebijakan tersebut maka Desa Karangresik, Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya membentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No.
84
Tahun
2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah.
Lembaga
pemberdayaan masyarakat Desa
Karangresik ditunjuk dan diberikan kewenangan oleh pemerintah desa untuk
menyelenggarakan pelayanan pendampingan sosial dalam rangka menciptakan
kesejahteraan sosial bagi kelompok keluarga miskin. Pelaksanaan pendampingan
melalui program keluarga mandiri sebagai salah satu usaha pengentasan
kemiskinan di lingkungan keluarga muda dengan mengikutsertakan mereka dalam
menentukan keputusan bersama.
Untuk
dapat mengetahui mengenai keberhasilan program ini, perlu diteliti bagaimana hubungan
antara pelaksanaan pendampingan LPMD melalui program Keluarga Muda Mandiri
dengan kesejahteraan kelompok keluarga miskin di Desa Karangresik, Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini adalah untuk memahami informasi tentang pelaksanaan pendampingan
oleh LPMD melalui program Keluarga Muda Mandiri, serta untuk mengetahui
hubungan antara pelaksanaan pendampingan oleh LPMD melalui program keluarga muda
mandiri terhadap kesejahteraan kelompok keluarga miskin di Desa Karangresik Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya.
TINJAUAN
PUSTAKA
Keluarga
muda sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat terdiri dari suami, isteri dan
anak-anaknya yang dibentuk atas dasar perkawinan yang sah. Bales (1950) dalam Achlis (1993) memberi
pengertian tentang kelompok: “Kelompok merupakan sejumlah individu yang
berinteraksi satu sama lain secara tatap muka (face to face) dimana masing-masing anggota saling memberi inpresi
(kesan) dan persepsi (pandangan).” Tanggungjawab pembinaan bagi anggota
keluarga tergantung pada keluarga itu sendiri dimana keterlibatan orang lain
hanya sebatas membantu, maka keluarga mempunyai tugas penting dalam membina,
mengarahkan, dan mendidik anggota keluarganya. Namun dengan kondisi sosial
ekonomi dan psikologis yang terbatas mengakibatkan keluarga tidak mampu
menjalankan peran dan fungsi secara wajar baik dalam memenuhi kebutuhan hidup
dan tanggungjawabnya kepada anggota keluarga, sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong timbulnya masalah sosial di lingkungan keluarga.
Boner
(1983) dalam Nugroho (1984) menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan suatu
hubungan antara dua orang atau lebih individu manusia, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya
Sedangkan
Murdock dalam Suharto (1997) mengemukakan definisi keluarga sebagai berikut: “Keluarga
merupakan kelompok sosial
yang dicirikan oleh tempat tinggal bersama, kerjasama ekonomi dan produksi; keluarga merupakan kelompok sosial terkecil
terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak; hubungan sosial diantara anggota keluarga
relatif tetap didasarkan pada ikatan darah, perkawinan dan atau adopsi,
hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung
jawab“.
Dari
definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan kelompok
yang dicirikan pada adanya kerjasama ekonomi, dan produksi yang saling
berinteraksi dengan yang lainnya oleh karena itu kepala keluarga
bertanggungjawab penuh dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Seperti
yang dikemukakan oleh Romanysyhin
(1971)
bahwa kesejahteraan sosial adalah: “segala bentuk interaksi sosial yang tujuan utamanya adalah
meningkatkan kesejahteraan perorangan, dan masyarakat secara keseluruhan“.
Gambaran
mengenai kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Salim (1984) dalam
Supriatna (1993), bahwa: “Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Mereka dikatakan berada
di bawah garis kemiskinan apabila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti pangan, pakaian, tempat berteduh dan
lain-lain“.
Selain
pendapat di atas, gambaran mengenai kemiskinan sebagaimana yang terdapat dalam Buku
Panduan Tentang Inpres Desa Tertinggal: “Kemiskinan adalah situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan
tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya, kemiskinan antara lain
ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan seakan-akan tidak
dapat dirubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya
kualitas sumber daya manusia. Lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya
produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan dan
terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan“ (anonym, 1994 dalam
Suharto, 1997).
Dari
pengertian tersebut, maka kemiskinan dapat diukur dari tingkat penghasilan yang
diperoleh, rendahnya tingkat penghasilan yang mempengaruhi individu, keluarga
untuk menjangkau sumber-sumber kebutuhan yang diperlukan. Keluarga dapat
dikatakan sejahtera apabila telah menjalankan peran dan fungsinya yang pada
akhirnya dapat menciptakan dan mewujudkan kondisi keluarga yang mampu memenuhi
semua aspek kebutuhan dalam keluarga yang meliputi pemenuhan kebutuhan jasmani,
rohani, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan sosial yang selaras dan seimbang.
Hal ini seperti yang telah digariskan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri No. 28 tahun 1984 tentang pembinaan keluarga
sejahtera: “Keluarga sejahtera adalah keluarga yang mampu menciptakan
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan kepuasan
batiniah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yaitu keluarga yang tata kehidupan
dan penghidupannya diliputi oleh rasa gotong royong dalam suasana kesejahteraan
yang harmonis, merasa keamanan dan ketertiban hukum serta melaksanakan
kewajibannya sebagai warga yang baik dan insan sosial yang diamanatkan oleh
Pancasila“ (anonym, 1984).
Untuk
menciptakan keluarga sejahtera diperlukan adanya keterkaitan berbagai aspek
sumber yang dapat membantu, mengupayakan anggota keluarga dalam mewujudkan
kesejahteraan keluarganya. Usaha kesejahteraan sosial pada hakekatnya adalah
usaha untuk menciptakan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat dalam
menjalankan peran dan fungsinya sehingga dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab
pada kondisi dan permasalahan yang dihadapi anggota keluarga seperti masalah sosial,
ekonomi, dan psikologi.
Usaha
pencegahan (preventive) kemiskinan di
lingkungan keluarga harus dilakukan sejak
dini. Usaha pencegahan tersebut dapat berupa pendampingan, bimbingan dan
konseling yang dapat mengarahkan, membentuk berbagai kegiatan yang dilakukan
oleh subyek perubahan (klien).
Menurut
Sugiharto dalam Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat (2003) menyatakan definisi
tentang pendampingan: “Pendampingan adalah kegiatan-kegiatan mendampingi,
menunjukkan, membimbing, membentuk, mengembangkan, menahan emosi, mengambil
keputusan secara intelektual dan membentuk moral“.
Pengertian
tersebut diperjelas lagi dalam Buku Panduan II bagi pendamping dari Departemen
Sosial RI bidang Kesejahteraan Sosial, menyatakan bahwa: “Pendampingan adalah
serangkaian kegiatan berupa penyuluhan, bimbingan, dan bantuan sosial yang
dilaksanakan secara informal melalui diskusi, silaturahmi, dan praktek dan
terus menerus, untuk lebih memantapkan hasil-hasil bimbingan yang telah diikuti
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan kegiatan sasaran baik secara
individu maupun dalam kesatuan kelompok, dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga
yang bertempat tinggal di daerah sasaran dan ditunjuk sebagai pendamping“
(anonym, 1997 dalam Nugroho, 1998).
Pendamping
atau petugas atau pembimbing sosial keluarga adalah seseorang yang memberikan
bimbingan, asistensi, pendampingan, konsultasi, advokasi dan pemberdayaan
keluarga dengan tujuan agar setiap keluarga dapat menjalankan peran dan fungsi
kedluarga secara wajar. Pendamping membantu dalam menentukan keputusan,
keterlibatan klien atau subyek sebagai agen perubahan merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan program, tanggung jawab penuh pada program, rasa
memiliki guna pencapaian tujuan yang diharapkan.
METODE PENELITIAN
Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu
metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan kesejahteraan kelompok
keluarga miskin setelah mendapatkan pendampingan yang
dilaksanakan oleh LPMD melalui program keluarga mandiri, untuk kemudian
dianalisis dan dicari kemungkinan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang diteliti.
Nazir
(1989)
mendefinisikan metode penelitian deskriptif: “Metode penelitian deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian
deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena
yang diteliti“.
Populasi
dan Sampling
Populasi
dalam penelitian ini adalah kelompok keluarga miskin yang telah menerima bantuan pelaksanaan
pendampingan oleh LPMD melalui program keluarga muda mandiri (KMM) di Desa Karangresik Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 30
orang. Untuk penentuan sampel dilakukan secara sensus, karena semua anggota
populasi (30 orang) akan dijadikan sampel penelitian.
PEMBAHASAN
Dari
hasil identifikasi yang dilakukan LPMD di Desa Karangresik Kecamatan Jamanis Kabupaten Tasikmalaya
terlihat banyaknya permasalahan yang dihadapi kelompok keluarga miskin seperti
adanya ketidakteraturan dalam penggunaan pola makan, kurangnya kebersamaan
sesama anggota keluarga yang akan menumbuhkan disharmonisasi keluarga. Keterbatasan
kemampuan responden untuk memenuhi kebutuhan sandang, hal ini disebabkan karena
kondisi ekonomi keluarga relatif
kecil. Dalam masalah kesehatan, keluarga kurang menggunakan sarana pelayanan
yang ada dalam hal ini disebabkan lokasi sarana jauh dan adanya keterbatasan
ekonomi.
Dari
pelaksanaan pendampingan oleh LPMD dapat dianalisis ada hubungan antara
pelaksanaan pendampingan oleh LPMD dengan peningkatan kesejahteraan keluarga
miskin. Dari hasil penelitian petugas pendampingan berusaha menunjukkan dan
mengarahkan responden dalam penggunaan pola makan sehari-hari, makan bersama
anggota keluarga untuk terciptanya keharmonisan dalam rumahtangga, pemenuhan
kebutuhan sandang yang memenuhi syarat, sertapemeriksaan kesehatan ke puskesmas.
Untuk
dapat mewujudkan terciptanya kesejahteraan keluarga miskin di Desa Karangresik Kecamatan Jamanis
sangat ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan sasaran dan tujuan, oleh
karenanya perlu ditentukan sasaran yang melaksanakan perubahan tersebut siapa
dan tujuannya untuk apa. Dalam kaitan ini petugas pendamping telahmenentukan sasaran perubahan- nya yaitu kelompok keluarga miskin yang usia
pernikahannya dari 0 sampai dengan 5 tahun, karena usia pernikahan ini sangat
rentan dengan masalah-masalah yang dihadapai keluarga seperti adanya masalah
kemiskinan.
Perencanaan
berhubungan dengan ketepatan dalam penentuan keputusan untuk dapat memecahkan
masalah. Keluarga miskin perlu dilibatkan dalam penentuan keputusan ini. Hal
ini ditunjukkan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh
responden menyatakan bahwa petugas pendamping sering mengikutsertakan mereka
dalam proses perencanaan.
Responden
yang menyatakan sering berjumlah 25 orang (83,33%). Perencanaan ini dibuat
secara bersama-sama atas arahan petugas pendamping. Dengan adanya keterlibatan
ini responden umumnya berpendapat bahwa hal ini akan menumbuhkan rasa
tanggungjawab, rasa memiliki, dan adanya rasa kebersamaan, kepedulian serta
pembelajaran bagi seluruh responden dalam menentukan arah dan tujuan
perencanaan. Dari hasil penelitian terbukti adanya hubungan antara pelaksanaan
pendampingan oleh LPMD dengan kesejahteraan kelompok keluarga miskin karena
para pendamping dapat memberikan aspirasi dan ide-ide dalam kegiatan yang akan
dilakukan keluarga miskin. Semua upaya akan berjalan dengan lancar apabila direncanakan
dengan baik. Dalam perencanaan ini
petugas pendamping bersama dengan kelompok keluarga miskin berusaha menentukan
langkah-langkah kegiatan, menentukan metode dan membentuk kelompok sehingga
mereka sendiri yang akan mewujudkan kesejahteraan bagi keluarganya.
Dalam
hal pembinaan sosial,
petugas LPMD berupaya memberikan bimbingan sosial kelompok dalam hal ini
petugas LPMD harus memahami karakteristik kelompok sasaran yang akan
diberdayakan, berusaha
membantu kelompok sasaran dalam meningkatkan kemampuan keluarga miskin,
memotivasi dalam mengatasi masalahnya, dan mengakses system sumber.
Pelatih
dari LPMD bertugas merencanakan kebutuhan-kebutuhan training bagi kelompok sasaran, menyelenggarakan program, membantu
pemimpin kelompok sasaran dalam melatih orang lain. Pendekatan Pemberdayaan
keluarga muda miskin melalui program keluarga muda mandiri menggunakan
pendekatan diantaranya adalah Bina manusia, yaitu memberdayakan sasaran baik
fisik maupun mental dan sosial, sasarannya adalah individu, keluarga, kelompok masyarakat yang saling berinteraksi
secara dinamis dalam berbagai bentuk proses pemenuhan kebutuhan dan pelaksanaan
tugas kehidupan. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa hampir sebagian
besar responden setelah diberi binaan dari LPMD dapat memenuhi kebutuhan fisik
21 orang (70%), dapat memenuhi kebutuhan mental 18 orang (60%) maupun pemenuhan kebutuhan sosial19 orang
(63,33%)
Hasil
penelitian membuktikan setelah dilakukan pendampingan, keluarga miskin dapat
merencanakan pola makan yang baik dan benar
berjumlah
17 orang (56,66%), melakukan kegiatan bersama dengan keluarganya 23 responden
(76,66%), mampu memenuhi kebutuhan sandang yang memenuhi syarat 21 orang (70%),
dapat memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan seperti mampu memberi ASI bagi
balita 16 orang (53,33%), atau mampu membeli susu pengganti ASI untuk balita 16
orang (53,33%). Hasil penelitian membuktikan pula bahwa keluarga miskin dapat
memenuhi kebutuhan psikologisnya
seperti
mampu menabung untuk persiapan anak sekolah 15 orang (50%), memberikan rasa
aman bagi keluarga 23 orang (76,66%), menumbuhkan rasa percaya diri yang lebih
tinggi terhadap kamampuan keluarga 18 orang (60%).
Dalam
pemberian pelayanan bina usaha yang dilaksanakan LPMD, mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang mampu mencuptakan pekerjaan atau usaha. Makna bina usaha dalam pembangunan
kesejahteraan sosial adalah menentukan variabel-variabel persepsi keluarga
terhadap bina usaha, terdapat 24 orang (80 %) yang menyatakan menilai baik akan
upaya LPMD dalam kegiatan ini, responden yang menyatakan LPMD cukup membantu
dalam penyediaan dan pengembangan lapangan kerja yang layak 22 orang (73,33%).
Terdapat 24 responden (80%) yang menyatakan mendapat bantuan modal dan
peralatan usaha dari LPMD sebagai mitra usaha .
Dalam
hal bina lingkungan, LPMD berupaya mengembangkan lingkungan sosial untuk
mendukung hasil bina manusia dan bina usaha. Yang dimaksud dengan lingkungan
disini adalah semua faktor
yang berada di luar sasaran yang mempengaruhi kehidupan dan penghidupan, baik
pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Lingkungan berpengaruh positif
jika mampu mendukung peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupan. Dalam hal
ini terdapat 22 orang responden (73,33%) yang menyatakan bahwa lingkungan
membawa pengaruh positif bagi keluarga. Sedangkan sisanya 8 orang (26,66%)
responden menyatakan bahwa lingkungan tidak membawa pengaruh positif bagi
keluarganya.
Untuk
dapat terciptanya kesehatan bagi keluarga miskin, LPMD mengadakan kegiatan penyuluhan
kesehatan bekerjasama dengan puskesmas.
Dengan adanya penyuluhan kesehatan ini, diharapkan keluarga miskin dengan
segala keterbatasannya dapat memanfaatkan pemenuhan kebutuhan pokok seperti
makanan yang sehat yang dapat dihasilkan dari usaha apotek dan warung hidup
keluarga ,dengan memanfaatkan lahan/kebun yang ada untuk ditanami sayuran,
buah-buahan dan tanaman obat tradisional yang akan dikonsumsi oleh keluarga
miskin. LPMD sebagai lembaga kemasyarakatan berusaha memberikan pembinaan sosial, bantuan sosial, dan pelayanan kepada seluruh
masyarakat desa Karangresik terutama berkaitan dengan adanya program khusus
yaitu memberi pelayanan kepada masyarakat miskin sebagai prioritas utamanya.
Dari
pembahasan ini dapat dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara
pelaksanaan pendampingan oleh LPMD melalui program keluarga muda mandiri dengan
kesejahteraan kelompok keluarga miskin di desa Karangresik Kacamatan Jamanis
Kabupaten Tasikmalaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian mengenai hubungan antara pelaksanaan pendampingan oleh LPMD
melalui program keluarga muda mandiri terhadap kesejahteraan kelompok keluarga
miskin di Desa
Karangresik Kecamatan Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program LPMD melalui
program keluarga muda mandiri dilaksanakan dengan cukup baik. Hal ini terbukti
dengan hasil sebelum dan setelah dilaksanakan pendampingan terlihat adanya
perubahan perilaku responden menuju arah yang cenderung positif
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan tersebut, terdapat bebrapa hal penting yang disarankan peneliti
sebagai berikut :
1.
Lembaga pemberdayaan masyarakat desa
(LPMD), desa Krangresik harus lebih meningkatkan pelayanan pendampingan, dalam
membina dan mengarahkan individu, kelompok keluarga miskin secara optimal untuk itu petugas pendamping dari
LPMD harus lebih melihat potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh individu dan
keluarga dan masyarakat secara umum sehingga dapat menciptakan kesejahteraan
keluarga miskin kea rah yang lebih baik dan pendampingan ini harus dilaksanakan
secara berkesinambungan.
2.
Kelompok keluarga miskin harus lebih
dapat memanfaatkan dan mempertahankan hasil yang diperoleh dari usaha bersama
agar terciptanya kondisi kehidupan yang lebih baik, dan lebih mengembangkan
usahanya baik secara kelompok maupun perorangan yang sesuai dengan kemampuan
dan harapan masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Achlis,
(1993), Relasi Pekerjaan Sosial,
STKS, Bandung.
Dinas
Sosial Provinsi Jawa Barat, (2003), Pola Pemantapan Tenaga Pendamping Bagian
Pengembangan Kesejahteraan Keluarga, Bandung.
Nazir,
M. (1989), Metode Penelitian, Balai
Aksara, Jakarta.
Nugroho,
S. (1984), Sistem Intervensi
Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, STKS, Bandung.
Romanyshyn,
J.M. & Romanyshyn, A.L. (1971), Social
Welfare: Charity to Justice, New York: Random House.
Suharto,
E. (1997), Pembangunan Kebijakan Sosial
dan Pekerjaan Sosial, STKS, Bandung.
Supriatna,
T. (1993), Birokrasi Pemberdayaan dan
Pengentasan Kemiskinan, Rineka Cipta, Bandung.