Oleh:
Siti Anah Kunyati
Jurusan
Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Langlangbuana
Email:
sa_kunyati@yahoo.co.id
ABSTRAK
Masalah kependudukan di Indonesia meliputi masalah kuantitas
dan kualitas penduduk dimana kuantitas penduduk meningkat secara
tajam, sementara kualitas penduduk belum terlalu baik. Masih rendahnya kualitas
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan besarnya angka kemiskinan dibandingkan dengan beberapa negara tetangga
di kawasan ASEAN menjadi persoalan berat bangsa ini. Tantangan persoalan kependudukan di Indonesia di masa
depan adalah bagaimana meraih bonus demografi. Dengan melihat
komposisi penduduk pada struktur umur diperkirakan Indonesia akan mencapai window of
opportunity tahun 2030-an. Untuk menjawab kesempatan tersebut maka kualitas
penduduk disiapkan dari saat ini dengan serius dari sisi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kesempatan
kerja dan berwirausaha, distribusi pembangunan yang
lebih merata serta pengendalian pertumbuhan penduduk dan sebarannya. Jika tidak disiapkan
secara serius maka akan terjadi sebaliknya sebagai bencana. Perkembangan kependudukan dilakukan untuk
mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas,
kualitas, dan sebaran penduduk dengan daya dukung alam serta daya tampung
lingkungan yang memadai dan
berkelanjutan. Dengan persoalan tersebut hendaknya kabupaten/ kota merumuskan roadmap dari berbagai kalangan/stake holder untuk meningkatkan komitmen
dalam membangun persoalan dan solusi bersama serta sebagai acuan orientasi
kebijakan pada tingkat operasional pembangunan kependudukan dengan segala
dimensinya.
Kata Kunci: Perkembangan Kependudukan, Kesejahteraan, Roadmap
Pembangunan
Kependudukan.
ABSTRACT
Indonesia's population problems include issues of quantity and quality of the population. The quantity of the population increased dramatically, while the quality of the population has not been too good. The low quality of the Human Development Index (HDI) and the magnitude of poverty compared to some neighboring countries in the ASEAN region into the nation's weight problem. Challenges population problem in Indonesia in the future is how to reach the demographic bonus. By looking at the composition of the population in the age structure of Indonesia is expected to reach the window of opportunity in the 2030s.To answer this opportunities, the quality of the current population is prepared seriously in terms of education, health, infrastructure, employment, entrepreneurship opportunities, the development of a more equitable distribution and the control of population growth and distribution. If not prepared seriously otherwise it will happen as a disaster. Demographic development is done to achieve harmony and balance between quantity, quality, and distribution of the population by natural carrying capacity and environmental capacity that are adequate and sustainable. With these issues should the district/city to formulate a roadmap of various stakeholders to increase the commitment to build together the problems and solutions as well as a reference for policy orientation at the operational level of population development in all its dimensions.
Keywords: Population Development, Welfare, Population
Development Roadmap.
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional merupakan instrumen bagi tercapainya tujuan negara Indonesia, yaitu mencerdaskan dan mensejahterakan
kehidupan bangsa. Pembangunan nasional inheren dengan pembangunan kualitas
penduduk dan pembangunan keluarga yang sejahtera. Baik secara kualitas maupun kuantitas, penduduk harus
ditangani secara sungguh- sungguh sebagai pemenuhan hak asasi manusia secara
menerus dengan berbagai dimensinya, baik dari aspek pendidikan, kesehatan,
pekerjaan, keamanan, hak berpartisipasi dalam pembangunan.
Penduduk seringkali di pandang sebagai investasi namun juga di
pandang sebagai beban karena ketidakmampuan negara dalam
memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya. Terjadinya kesenjangan antara daya
dukung untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat dengan perkembangan penduduk
yang cenderung masih tinggi. Kesenjangan inilah yang menimbulkan berbagai
akibat pada penurunan kualitas hidup masyarakat.
Penduduk
terutama di kota-kota besar apalagi metropolitan sebagian besar adalah
pendatang, sehingga dalam penyusunan roadmap kependudukan, faktor migrasi
penduduk merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan dengan baik.
Geliat akan pembangunan terutama di kota-kota dengan
pusat-pusat ekonomi, industri, pendidikan akan banyak
menarik penduduk daerah lain untuk datang ke
wilayah kabupaten/kota dalam upaya mendapatkan kesempatan kerja/usaha
terlebih lagi ketika lapangan pekerjaan di daerah asal mereka sangat terbatas (Todaro, 2006).
Migrasi, baik permanen maupun sirkuler
di wilayah memiliki dampak yang positif
maupun negatif. Positif karena mendapatkan lapangan pekerjaan yang dari sisi
penghasilan bisa lebih tinggi dari penghasilan di daerah asalnya. Begitu juga
dengan pendidikan. Sebaliknya negatif, jika penduduk yang
melaksanakan migrasi tidak mendapatkan
pekerjaan yang layak, tidak mampu memenuhi kehidupan minimalnya, maka akan mengganggu tingkat keamanan, keindahan dan ketertiban serta
berbagai persoalan kemiskinan penduduk kota lainnya.
Penduduk
Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat menonjol. Jumlah
penduduk Indonesia
menempati urutan pertama di negara asean, dan urutan ketiga di asia serta menempati
urutan keempat di dunia. Masalah yang dihadapi terkait jumlah
penduduk Indonesia adalah sebagian besar berpendidikan rendah. Akibatnya
jumlah penduduk yang besar tadi tidak menjadikan sumber tenaga kerja yang baik.
Laju pertumbuhan
penduduk Indonesia cukup tinggi, yakni 2,6 juta jiwa per tahun (1,49 persen) sehingga
pada tahun 2020 penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia. Jika KB
berhasil menekan angka laju pertumbuhan menjadi 0,5 persen per tahun, maka jumlah
penduduk 2020 naik menjadi sekitar 246 juta jiwa (Kemenko Kesra, 2012).
Di sisi
lain kondisi IPM Indonesia pada tahun 2011 ada pada urutan 124 dari 177 negara.
Sedangkan tahun 2012 naik 3 peringkat menjadi urutan 121 (UNDP, 2013).
Jika kita bandingkan
Indonesia dengan negara tetangga lainnya dalam hal capaian IPM maka Indonesia
sekelas dengan Vietnam dan kalah jauh dengan IPM Singapore, Malaysia, Thailand dan
Philipines.
IPM
berkaitan erat dengan kondisi kemiskinan dan kesejahteraan suatu negara. Tujuan pokok pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan
manusia (human welfare). Kesejahteraan
pada dasarnya memiliki dimensi yang luas dan beragam. Salah satu indikator
kesejahteraan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM sebagai indikator kualitas penduduk diukur dari pendidikan, kesehatan dan daya beli. Ketiganya
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pembangunan.
Rendahnya pendidikan dan kesehatan karena rendahnya daya beli. Rendahnya daya
beli karena rendahnya pendidikan. Rendahnya kesehatan karena orang tidak bisa
menjangkau pelayanan kesehatan yang prima karena ketidakmampuan daya beli.
Semua itu secara simultan dan terus
menerus perlu
diintervensi oleh berbagai pilar pembangunan.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera belum mengatur secara menyeluruh mengenai kependudukan dan pembangunan
keluarga sesuai dengan perkembangan kondisi saat ini. Untuk menutupi kekurangan ini pada tingkat kebijakan
perlunya kabupaten/kota dan provinsi menyusun Roadmap
Kependudukan.
Roadmap
Kependudukan adalah turunan dari Grand Design Kependudukan di tingkat nasional.
Grand design pengendalian kuantitas penduduk ini mencakup kurun waktu 2010
sampai dengan 2035. Pada setiap periode lima tahun dibuat semacam roadmap untuk mengetahui
sejauh mana sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk telah dapat
dicapai, baik yang mencakup fertilitas, mortalitas, maupun persebaran. Dengan
demikian tujuan dari roadmap
ini adalah agar secara sistematis dan terencana diketahui sasaran-sasaran yang
harus dicapai pada setiap periode, serta kebijakan, strategi, dan program yang
perlu dilakukan.
Tujuan penyusunan Roadmap
Kependudukan ialah dapat menjadi alat bantu bagi Pemerintah Daerah untuk
mencapai tujuan penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan birokrasi.Roadmap Kependudukan
diharapkan akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam merancang kebijakan
pembangunan yang akomodatif terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Roadmap
Kependudukan secara rinci dibutuhkan karena
(Kabupaten Bekasi, 2013):
1. Sudah
adanya grand design kependudukan yang memiliki jangka waktu 25 tahun yang disusun oleh pemerintah pusat,
dan dibutuhkan suatu pedoman yang lebih rinci dengan jangka waktu pencapaian
lebih pendek, yaitu per lima tahun;
2. Mengidentifikasi
kendala-kendala yang ada terkait isukependudukan selama 5 tahun ke depan.
3. Secara
sistematis dan terencana perlu diketahui sasaran-sasaran yang harus dicapai
pada setiap periode, serta kebijakan, strategi, dan program yang perlu
dilakukan serta satuan kerja yang
bertanggung jawab.
4. Perlunya
informasi kependudukan yang lebih rinci sebagai alat bantu bagi Pemerintah
Daerah untuk mencapai tujuan penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan
birokrasi Pemerintahan.
5. Mengimbangi
pertambahan kuantitas penduduk yang tidak bisa dihindari dengan peningkatan
kualitas penduduk.
Dengan
ditetapkannya roadmap kependudukan diharapkan akan diperoleh kepastian mengenai
pola penanganan penduduk dan dituangkan dalam sebuah rencana aksi bertahap atau
dikenal sebagai sebuah roadmap.
KERANGKA PEMIKIRAN
Persoalan kuantitas dan kualitas penduduk seringkali
tidak terlepas dengan berbagai persoalan kemiskinan. Teori kemiskinan dapat dilihat pada dimensi kultural dan
struktural. Perspektif kultural
menganggap kemiskinan karena orang miskin memproduk tindakan kemiskinannya
kepada keluarga dan anak-anaknya. Menurut Lewis (1996):
“The people in the culture of poverty have a strong feeling of
marginality, of helplessness, of dependency, of not belonging. They are like
aliens in their own country, convinced that the existing institutions do not
serve their interests and needs. Along with this feeling of powerlessness is a
widespread feeling of inferiority, of personal unworthiness”
Individu yang disosialisasikan dalam budaya kemiskinan memiliki perasaan
yang terpinggirkan, teralienasi, merasa
sebagai takdir, fatalisme, merasa tergantung,
rendah diri, tidak memiliki kemampuan untuk berubah. Rendahnya
pendidikan disamping faktor struktural juga faktor budaya ikut mempengaruhi.
Sedangkan secara struktural, menurut Saefullah (2010)
bahwa: “kemiskinan yang diderita golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak
dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka”.
Dengan demikian akses warga miskin terhadap sistem sumber terhambat untuk
meningkatkan kondisi kehidupannya.
Perubahan paradigma di kalangan civil society nampak terasa
akhir-akhir ini dari pendekatan kemiskinan kultural kepada struktural.
Pendekatan kemiskinan menurut Nugroho (2003); Suharto (2006); Giddens (2008),
bukan lagi pada pemenuhan kebutuhan warga miskin sebagai karitas tapi hak
politik warga negara yang dijamin oleh undang-undang sesuai dengan konsep
“Negara Kesejahteraan” sesuai dengan Coleman (2010) yaitu
sebagai pembangunan politik yang berkeadilan.
Pembangunan kualitas kepen-
dudukan sangat ditentukan oleh berbagai kebijakan yang
pro rakyat, pro masyarakat miskin. Tanpa komitmen yang tinggi untuk membangun negara
sejahtera maka kualitas penduduk bangsa ini tetap akan seperti sekarang,
keterpurukan, kemiskinan, kriminalitas, di mana dalam keseharian kita saksikan.
Sejalan dengan pikiran
tersebut perspektif Yunus sebagai pemenang Nobel (2008) menyatakan bahwa “Kemiskinan adalah penyangkalan seluruh hak asasi
manusia dan kemiskinan adalah absennya seluruh hak azazi manusia. Keyakinan
Yunus untuk menciptakan dunia yang bebas kemiskian karena kemiskinan tidak
dibikin oleh rakyat miskin. Kemiskinan diciptakan dan dilestrikan oleh sistem
sosial ekonomi yang kita rancang sendiri; pranata-pranata dan konsep-konsep
yang menyusun sistem itu, kebijakan-kebijakan yang kita terapkan. Kemiskinan disebabkan
oleh kegagalan pada tataran konseptual dan bukan kurangnya kapabilitas di pihak
rakyat”.
Pada
pikiran yang sederhana nampaknya tidak ada orang yang ingin hidup miskin. Pada
setiap orang miskin, dalam arti tidak
terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak, mempunyai keinginan untuk berubah pada
kondisi yang lebih baik dan layak.
Meningkatnya
kuantitas penduduk karena berbagai nilai budaya yang melekat pada kaum
marginal, sehingga mereka cenderung memiliki anak yang lebih banyak dari pada
kaum yang terdidik dan kalangan ekonomi yang baik. Konsep ‘value of children’ yang lebih menitikberatkan pada nilai ekonomis
anak banyak dianut oleh kalangan bawah. Dengan demikian menganggap banyak anak, banyak manfaatnya secara ekonomi dibandingkan dengan
nilai sosial dan psikologis.
Berdasarkan Grand Design Kependudukan Nasional dari segi
kuantitas penduduk, dalam jangka panjang diharapkan tercapainya jumlah penduduk
yang stabil bahkan zero atau stationer dalam
jumlah yang tidak terlalu besar. Untuk mencapai kondisi ini jumlah bayi yang
lahir diharapkan sama (seimbang) dengan jumlah kematian sehingga penduduk
menjadi stasioner. Indikator kestabilan jumlah penduduk adalah penduduk tumbuh
seimbang (PTS).
Sedangkan kualitas
penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi
derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial,
ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan
kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya,
berkepribadian, berkebangsaan, dan hidup layak (UU No. 52 Tahun 2008 Pasal 1
ayat (5)).
Pengembangan kualitas pen- duduk dilakukan untuk mewujudkan
manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangunan kualitas penduduk
difokuskan pada unsur pendidikan, kesehatan, dan ekonomis.
Perubahan jumlah penduduk akan mempengaruhi demand yang
kemudian harus dipenuhi oleh sektor lainnya, misalnya penyediaan kebutuhan
dasar manusia, yaitu papan, pangan dan pakaian, seperti yang dikemukakan
Malthus dalam Todaro (2006), di mana penduduk meningkat bagai deret ukur,
sementara bahan pangan meningkat seperti deret hitung. Dengan demikian pertumbuhan
pangan akan dikalahkan dengan pertumbuhan penduduknya.
Kekhawatiran banyak orang tentang keamanan pangan dan
perumahan, secara langsung berhubungan dengan peningkatan jumlah penduduk yang
sukar dikendalikan. Demikian juga halnya dengan kebutuhan dasar lainnya. Sejalan
dengan pertambahan penduduk, makin baiknya ‘life
expectancy’ angka harapan hidup penduduk maka struktur umum juga akan
terjadi perubahan komposisi menurut umur atau struktur umur.
Dengan kecenderungan per- ubahan
komposisi penduduk menurut umur di masa lalu, diperkirakan Indonesia akan
mencapai tahap window of opportunity tahun 2030-an (Kemenko Kesra, 2012).
Oleh karena itu di diharuskan
pengelolaan kuantitas penduduk, khususnya fertilitas, dilakukan dengan
benar. Jika tidak, maka tahap tersebut akan terlewatkan dan Indonesia akan
kehilangan momentum untuk mengakselerasi percepatan pencapaian tujuan
pembangunan nasional.
Tahap windows of opportunity ditandai dengan angka
ketergantungan yang paling rendah dalam per- kembangan
perubahan komposisi penduduk menurut umur. Kondisi tersebut disertai dengan
besarnya jumlah penduduk usia produktif, menurunnya jumlah penduduk usia
anak-anak, dan meningkatnya jumlah penduduk lansia.
Tahap ini merupakan kesempatan yang hanya datang sekali
dan harus direspons dengan kebijakan yang memadai agar opportunity berubah
menjadi bonus demografi. Jika tahap ini terjadi dan tidak ada intervensi yang
tepat, maka kesempatan tersebut akan berubah menjadi disaster. Betapa
kaum terdidik dan usia produktif tidak memiliki pekerjaan dan hak-hak pemenuhan
kebutuhan dasarnya diabaikan, maka yang terjadi chaos.
Masalah kependudukan klasik lainnya di Indonesia, selain jumlah penduduk
yang besar, adalah persebaran penduduk yang tidak merata, baik antarpulau,
provinsi maupun antardesa dan kota. Kesenjangan pembangunan antar wilayah
merupakan salah satu penyebab terjadinya permasalahan persebaran
penduduk. Kesenjangan tersebut akan mempengaruhi pola, arah, dan tren mobilitas penduduk.
Kecenderungannya adalah arus mobilitas penduduk berasal
dari daerah yang belum maju menuju ke daerah yang lebih maju, sesuai dengan
teori migrasi (Horton & Hunt, 1984). Adanya ‘pull
factor’ yaitu adanya berbagai daya penarik
seperti adanya berbagai fasilitas yang tersedia meskipun belum tentu mudah
untuk di akses dan adanya ‘push factor’
karena adanya berbagai tekanan/kesulitan hidup di daerah kampungnya. Jadi
mobilitas penduduk semakin meningkat seiring dengan peningkatan sarana dan
prasarana transportasi, komunikasi, pendidikan, industrialisasi, dan
pertumbuhan ekonomi di kota-kota. Beberapa faktor tersebut turut menjadi
penentu arah, arus, dan volume mobilitas penduduk dari daerah-daerah padat
penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang pesat harus diintervensi dengan
berbagai mekanisme pengendalian dan instrumen pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Jika hal
ini tidak dilakukan maka akan timbul masalah-masalah kependudukan yang
kompleks, seperti pengangguran, kesehatan, kriminalitas dan berbagai macam penyakit sosial.
Langkah-langkah
intervensi ini dirumuskan dalam suatu roadmap pembangunan kependudukan.
Kerangka pemikiran dari penyusunan roadmap pembangunan kependudukan dapat
dilihat pada Gambar 1.
GRAND DESIGN KEPENDU- DUKAN
NASIONAL (Kemenko Bidang Kesra, 2012)
A.
Arah
Pembangunan Kependu-
dukan
1.
Pembangunan
kependudukan yang menggunakan pendekatan hak asasi sebagai prinsip utama.
2.
Pembangunan
kependudukan yang mengakomodasi partisipasi semua pemangku kepentingan, baik di
tingkat pusat, daerah maupun masyarakat.
3.
Pembangunan
kependudukan yang mendasarkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan, yaitu
penduduk sebagai pelaku (subjek) maupun penikmat (objek) pembangunan.
4.
Pembangunan
kependudukan yang mampu menjadi bagian dari usaha untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.
5.
Pembangunan
kependudukan yang mampu menyediakan data dan informasi kependudukan yang valid
dan dapat dipercaya.
B. Tujuan Pembangunan Kependu- dukan
1.
Tujuan
utama pembangunan kependudukan adalah tercapainya kualitas penduduk yang tinggi
sehingga mampu menjadi faktor penting dalam mencapai kemajuan bangsa. Hal itu
dilakukan melalui pencapaian tujuan sebagai berikut:
a. mewujudkan tercapainya tahap window of
opportunity melalui pengelolaan kuantitas penduduk yang berkaitan dengan
jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, dan persebaran penduduk
b. mewujudkan keseimbangan sumber daya manusia
dan lingkungan melalui pengarahan mobilitas penduduk serta pengelolaan
urbanisasi
c. mewujudkan keluarga yang berketahanan,
sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan harmonis yang berkeadilan dan
berkesetaraan gender serta mampu merencanakan sumber daya keluarga
2.
Terwujudnya
data dan informasi kependudukan yang akurat (valid) dan dapat dipercaya serta terintegrasi melalui pengembangan
sistem informasi data kependudukan.
C.
Sasaran
Kebijakan Kependu- dukan
Sasaran dari kebijakan kependudukan nasional adalah:
1.
Terwujudnya
pembangunan berwawasan kependudukan yang berdasarkan pada pendekatan hak asasi
untuk meningkatkan kualitas penduduk dalam rangka mencapai pembangunan
berkelanjutan
2.
Pencapaian
windows of opportunity melalui pengelolaan kuantitas penduduk dengan
cara pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan
mobilitas penduduk
3.
Keluarga
berkualitas yang memiliki ciri ketahanan sosial, ekonomi, budaya tinggi serta
mampu merencanakan sumber daya keluarga secara optimal
4.
Pembangunan
database kependudukan melalui pengembangan sistem informasi data
kependudukan yang akurat, dapat dipercaya, dan terintegrasi dengan:
a. mewujudkan tercapainya tahap window of opportunity melalui
pengelolaan kuantitas.
b. penduduk yang berkaitan dengan jumlah,
struktur/komposisi, pertumbuhan, dan persebaran penduduk.
c. mewujudkan keseimbangan sumber daya manusia dan
lingkungan melalui pengarahan mobilitas penduduk serta pengelolaan urbanisasi.
d. mewujudkan keluarga yang berketahanan, sejahtera, sehat,
maju, mandiri, dan harmonis yang berkeadilan dan ber-
kesetaraan gender serta mampu merencanakan sumber daya
keluarga.
5.
Terwujudnya
data dan informasi kependudukan yang akurat (valid) dan dapat
dipercaya serta ter-
integrasi melalui pengembangan sistem informasi data
kependudukan.
KETERKAITAN RPJP, RPJM DAN
ROADMAP PEMBANG- UNAN KEPENDUDUKAN
Dalam merumuskan roadmap
kependudukan kota/kabupaten maka dirumuskan dengan memperhatikan berbagai hal mencakup
tantangan dan peluang di masa depan, kekuatan dan kelemahan yang ada,
faktor-faktor strategis yang muncul, dan program sebagai amanat pembangunan. Roadmap hendaknya menjadi turunan
dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sehingga tidak ‘dis-orientasi’ tetapi terintegrasi
dalam satu paket kebijakan pembangunan yang memiliki benang merah satu sama
lainnya.
Isi dari RPJP maupun RPJM daerah,
berdasarkan pertimbangan berbagai kebutuhan, masalah dan potensi maka ditetapkan rumusan visi yang menjadi mimpi pimpinan daerah bersama
masyarakatnya yang terukur dalam periode waktu tertentu. Kemudian dijabarkan
dalam misi apakah itu di RPJP (20 tahun) maupun di RPJM daerah (5 Tahun). Hal tersebut akan menjadi orientasi
kebijakan yang lebih operational dalam roadmap kependudukan. Meskipun roadmap
kependudukan berisi 5 tahun, tetapi target pencapaiannya di breakdown menjadi tahunan.
Dalam merumuskan roadmap
kependudukan maka harus mempertimbangkan kebijakan pusat maupun propinsi yang telah merumuskannya dalam grand design pembangunan kependudukan. Dengan kata lain roadmap kependudukan sebagai pengejawantahan RPJP dan RPJM pemerintah yang sedang berjalan.
Salah
satu bagian penting dari Roadmap Kependudukan adalah rencana kerja rinci dan
berkelanjutan yang menggambarkan pelaksanaan Perencanaan Detail Kependudukan
dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Selain rencana pelaksanaan kegiatan, roadmap
menjelaskan informasi penting lain yang mencakup: penanggungjawab, pelaksana,
dukungan yang diperlukan, anggaran yang diperlukan serta target atau indikator
pencapaiannya.
Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) merupakan
tindaklanjut atau operasionalisasi Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pada Grand
Design Pembangunan Kependudukan terdapat lima rencana induk
pembangunan kependudukan: Pertama: pengendalian kuantitas penduduk seperti
pengendalian kelahiran dan kematian
yang ditangani Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN);
kedua: peningkatan kualitas penduduk; ketiga: pembangunan keluarga sebagai
salah satu kunci pembangunan bangsa melalui peningkatan kesejahteraan,
pemberdayaan perempuan, pengentasan
kemiskinan serta penguatan keluarga sebagai basis pendidikan, keempat: database
kependudukan melalui penertiban catatan sipil seperti Kartu Tanda Penduduk
(KTP); kelima: mobilitas untuk pemerataan penduduk.
Kebijakan dari ke lima rencana induk ini dijabarkan oleh
Roadmapp Kependudukan.
Adapun keterkaitan tersebut digambarkan dalam
Gambar 2.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
Beberapa peraturan yang menjadi dasar dalam penyusunan Roadmap Kependudukan
adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 (Pembukaan, Pasal 28B, pasal 33, dan pasal 34).
2.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan.
3.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat.
4.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.
5.
Undang-Undang
Nomor 13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
6.
Undang-Undang
Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
7.
Undang-Undang
Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
8.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
9.
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun
2004 tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (KDRT).
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI
14. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025.
16. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
18. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
19. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga
20. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
21. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
22. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;
23. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional
24. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan.
Contoh Matriks
Roadmap Kependudukan
Contoh matriks roadmap (Tabel 1
sampai dengan Tabel 5) ini
hanya sebagian kecil dari yang seharusnya dibuat sesuai dengan program dan
indikator yang telah dan akan dirancang untuk dimasukkan sebagai prioritas yang
akan difasilitasi oleh berbagai stake
holder.
Tabel 1. Program
dan Indikator Pengendalian Kuantitas Penduduk
Program
|
Indikator
|
Pengendalian Migrasi Masuk
|
|
·
Pembangunan
Sekolah formal
|
Jumlah
Sekolah
yang dibangun
|
· Pemetaan Kebutuhan
Tenaga Kerja Industri
|
Dokumen kajian pemetaan kebutuhan
tenaga kerja industri
|
· Pengembangan kursus
keterampilan terkait industri di kecamatan-kecamatan lokasi industri
|
Jumlah fasilitas pendidikan
keterampilan yang dikembangkan
|
Pengaturan Fertilitas
|
|
· Pengembangan BKIA
|
Jumlah
BKIA
|
· Pelayanan KB
|
Jumlah
peserta KB
|
Penurunan
Mortalitas
|
|
· Regulasi
pengendalian pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara)
|
Dokumen
regulasi
|
Tabel 2. Program
dan Indikator Peningkatan Kualitas Penduduk
Program
|
Indikator
|
Dimensi Pendidikan
|
|
· Pembentukan
kelompok masyarakat pemberantasan buta huruf
|
Jumlah Kelompok Masyarakat
Pemberantasan Buta Huruf
|
· Pemberian beasiswa
bagi masyarakat tidak mampu
|
Jumlah masyarakat tidak mampu
yang menerima beasiswa
|
· Pemberian beasiswa
bagi perempuan
|
Jumlah perempuan penerima
beasiswa
|
· Pelatihan
Keterampilan bagi Warga Belajar Paket B dan Paket C
|
Jumlah Warga Belajar Paket B
dan Paket C
|
Dimensi
Kesehatan
|
|
· Pelayanan kesehatan
lansia
|
Jumlah
lansia yang mendapat pelayanan kesehatan
|
·
Penanganan
status gizi buruk
|
Jumlah
status gizi buruk yang tertangani
|
Tabel 3. Program
dan Indikator Pembangunan Keluarga
Program
|
Indikator
|
Membangun keluarga yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa
|
|
· Penyuluhan etika,
moral, dan sosbud di sekolah-sekolah formal
|
Jumlah
penyuluhan
|
Membangun keluarga harmonis, sejahtera, sehat, maju, dan
mandiri
|
|
· Penyuluhan
perilaku hidup sehat pada keluarga, khususnya keluarga miskin
|
Jumlah
penyuluhan
|
· Penyuluhan
ketahanan keluarga dan ketahanan pangan keluarga.
|
Jumlah
penyuluhan
|
· Pendampingan
usah untuk warga miskin
|
Jumlah
penerima manfaat dan besarnya dana
|
Tabel 4. Program
dan Indikator Pengendalian Persebaran dan Mobilitas Penduduk
Program
|
Indikator
|
· Pengembangan
pusat-pusat industri dan rekreasi di
wilayah pedesaan
|
Jumlah perusahaan di wilayah pedesaan
|
·
Pengembangan Fasilitas Perbankan dan pendidikan
bermutu di wilayah pedesaan
|
Jumlah lembaga perbankan dan pendidikan di wilayah pedesaan
|
Tabel 5. Keterkaitan
Permasalahan, Kebijakan, Strategi, dan Program Kuantitas Penduduk
Permasalahan
|
Kebijakan
|
Strategi
|
Program
|
Status Pro
gram
|
Pelaksanaan
|
Pelaksana /
Penanggung
jawab
|
||||
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
||||||
|
|
|
· Pembangunan PTN
|
V
|
|
|
|
|
|
Kemendikti dan Riset
|
· Pembangunan SMP
|
X
|
|
|
|
|
|
Dinas
Pendidikan
|
|||
· Pembangunan SMA
|
X
|
|
|
|
|
|
Dinas
Pendidikan
|
|||
· Pembangunan SMK
|
X
|
|
|
|
|
|
Dinas
Pendidikan
|
Keterangan: X
: sudah dilaksanakan; V; Belum
dilaksanakan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Pembangunan nasional
mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk per- kembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan tujuan
dari negara yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 berserta berbagai kebijakan yang dituangkan dalam berbagai
undang-undang dan peraturan.
2.
Keberhasilan dalam
pengendalian pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas
penduduk serta ketangguhan keluarga berarti sedang membangun masyakat yang
madiri dan sejahtera serta berkelanjutan.
3.
Penyusunan Roadmap
merupakan kemauan para pengemban amanah di tingkat kabupaten/kota karena
roadmapp merupakan kebijakan yang sifatnya lebih operasional dalam rangka
meresponse berbagai dimensi persoalan kependudukan yang semakin kompleks.
Saran
Dalam
mewujudkan per- tumbuhan
penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas hendaknya dilakukan upaya
pengendalian secara menerus pada angka kelahiran dan penurunan angka kematian, mobilitas penduduk, pengembangan kualitas
penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga. Saran ini diajukan dengan melakukan:
1.
Pemerintah
kota/kabupaten meningkatkan komitmennya untuk mensejahterakan masyarakat.
2.
Pengintegrasian
kebijakan kepen- dudukan ke
dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup;
3.
Partisipasi
semua pihak, gotong royong dan peningkatan kepedulian yang tinggi bagi penyelesaian masalah kepen- dudukan oleh
masyarakat dan pihak swasta.
4.
Perlindungan
dan pemberdayaan terhadap keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat.
5.
Dengan
permasalah kependudukan yang sedemikian kompleks, maka terus melakukan networking
untuk merumuskan dan implementasi kebijakan antarpemangku kepen- tingan di
tingkat pusat maupun daerah dalam membangun penduduk secara berkelanjutan dan
akserelatif.
DAFTAR PUSTAKA
Giddens. (1999).
The Third Way (Terjemahan Ketut Arya
Mahardika). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kemenko Bidang Kesra (2012). Grand Design Pembangunan Kependudukan tahun
2011 – 2035. Jakarta.
Lewis, O. (1996). wikipedia.org/wiki/-
culture_of_poverty,1.
Nugroho, R. (2003). Reinventing Pembangunan: Menata Ulang paradigma Pembangunan untuk
Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global. Yogyakarta: PT Gramedia.
Saefullah, A. D. (2010). Pemikiran Kontemporer Administrasi Publik
(cetakan ke-4) Bandung: LP3AN FISIP UNPAD.
Suharto, E. (2007). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.
Bandung: Refika Aditama.
Todaro, M.P. (2006). Pembangunan Ekonomi (Edisi kesembilan). Jakarta: Erlangga
Yunus, M. (2008). Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan. Depok:
PT. Cipta Lintas Wacana.