Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Sistem Resapan Air Tanah Kota Bandung


(Studi Kasus Sub Daerah Aliran Sungai Bandung Tengah)

Oleh:
Abdul Fatah
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Langlangbuana Bandung
Email: abdulfth30@gmail.com

 
ABSTRAK

Sistem drainase konvensional yang diterapkan, yaitu sistem pemutusan kawasan dari genangan air dengan secepatnya membuang ke sungai telah dinilai kurang tepat. Hal ini dikarenakan sungai akan menerima beban yang melampaui kapasitasnya dan akan menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan baru berupa konsep ekodrainase yang berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, dengan prinsip mengendalikan air hujan supaya lebih banyak yang meresap ke dalam tanah. Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Bandung Tengah dipilih sebagai wilayah studi dikarenakan memiliki jumlah permasalahan terkait sistem drainase, yaitu sebesar 45% lebih besar dibandingkan dengan Sub DAS lain di Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep ekodrainase dengan mengevaluasi sistem drainase Sub Das Bandung Tengah melalui perbandingan dengan dan tanpa (with and without) konsep ekodrainase dengan mensimulasikan teknologi sumur resapan. Metode yang digunakan dalam analisis drainase ini adalah metode rasional termodifikasi. Hasil dari analisis tersebut berupa perbandingan keefektifan antara kedua sistem drainase di Sub DAS Bandung Tengah. Berdasarkan hasil pemodelan, diketahui bahwa sumur resapan telah mampu meresapkan air yang ditandai dengan debit pengaliran yang masuk ke dalam saluran menjadi berkurang. Hasil dari penelitian ini adalah arahan pengembangan dan perencanaan drainase yang ramah lingkungan dengan dasar pembangunan berwawasan lingkungan untuk diterapkan di Kota Bandung, khususnya Sub DAS Bandung Tengah.

Kata kunci: Sistem drainase, Ekodrainase, Sub DAS Bandung Tengah.


ABSTRACT

Conventional drainage systems is the system of regional termination of a puddle by quickly dumping into the river has been considered inappropriate nowadays. This is because the river will accept loads beyond its capacity and will reduce the chance for water to seep into the ground. Therefore, it is necessary to form a new handling concept i.e ecodrainage that associated with the conservation of water resources, which maximize the rain water that seeped into the ground. Subzone Central Bandung chosen as the study area due to have a number of problems related to the drainage system, which is 45% greater than the other subzones in Bandung. This research aims to develop the concept ecodrainage to evaluate the drainage system Sub Das Central Bandung through comparison “with and without concept” by simulating ecodrainage wells infiltration technology. The method used in the analysis is modified rational method, which done a comparative effectiveness analysis between the two sub-watershed drainage systems in Central Bandung. Based on modeling results, it is known that the absorption wells have been able to absorb water which is characterized by the reduced of water flow into the drainage channel. Final results from this study is the direction of development and environmentally friendly drainage planning on the basis of sustainable development to be implemented in the city of Bandung, in particular subzone Central Bandung.

Keywords: drainage systems, Ekodrainase, subzone Central Bandung




PENDAHULUAN
Berdasarkan Data dari Dinas Pekerjaan Umum, Kota Bandung mempunyai jenis tanah regosol, struktur remah dan tekstur tanahnya pasir lempungan, permukaan air tanah mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter serta penutupan bangunan rapat, sehingga lokasi ini perlu disosialisasi- kan penggunaan sumur resapan, sebagai upaya dalam konservasi dan rehabilitasi Sumber Daya Air, khususnya air tanah.
Pemahaman mengenai persebaran sumur resapan dan efektivitas sumur resapan serta pengelolaan Sumber Daya Air di Kota Bandung, perlu dibuatkan peta persebaran sumur resapan. Melalui peta, suatu informasi tentang sumur resapan akan lebih mudah dipahami dan dimengerti keberadaannya dibandingkan dengan tabel-tabel, uraian dan sebagainya.
Permasalahan fungsi sumur resapan serta pengelolaan Sumber Daya Air tanah dalam dimensi keruangan menjadi lebih efektif apabila didukung dengan bahan yang berupa peta persebaran sumur resapan, maka keberadaan sumur resapan digambarkan dalam suatu peta tematik.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul: “Stabilisasi Muka Air Tanah” dengan alasan sebagai berikut:
1.      Belum adanya peta mengenai persebaran Sumur Resapan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.      Penggunaan lahan tersebut untuk berbagi pembangunan memberikan informasi tentang agihan sumur resapan yang berguna sebagai bahan dalam menentukan kebijakan perencanaan/pengelolaan Sumber Daya Alam di Kota yang bersangkutan.
3.      Pasokan air dari PDAM tidak terlayani dengan baik, air baku permukaan semakin sulit di dapat.

Dengan alasan tersebut di atas kecenderungan mengeksplorasi air tanah semakin banyak, lambat laun muka air tanah akan mengalami gangguan atau ketidakstabilan atau menurun dari level semula.
Adapun Tujuan penelitian ini antara lain:
1.      Mengetahui resapan air ke dalam tanah di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.      Mengetahui usaha secara teknologi resapan yang ada di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.

Kegunaan yang dapat diambil dari hasil pelaksanaan survei dan pemetaan sebaran sumur resapan ini meliputi:
1.      Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Menambah pengetahuan bagi para pembaca mengenai sebaran sumur resapan dan sekaligus sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil.
2.      Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pola persebaran sumur resapan agar dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangan sumur resapan di daerah kajian.
3.      Dinas terkait
a.       Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat  dalam mengambil keputusan.
b.      Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah, khususnya bagi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam pengembangan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

LANDASAN TEORI
Identifikasi Tanah Berdasarkan Butiran
Tanah diklasifikasikan berdasar- kan kondisi kekasaran butiran sehingga dapat dibedakan sifat fisiknya, antara lain :
a.       Type Lempung
b.      Type Pasir
c.       Type Lanau
Tanah lempung berupa butiran halus berbentuk lempengan dalam kondisi tersusun (dispersif) dan acak (flokulasi), kondisi dispersif lebih kokoh terhadap beban dibandingkan pada saat kondisi flokulasi.
Ukuran diameter butiran menentukan sifat dan perilaku tanah (lihat Tabel 1)

Tabel 1. Butir Tanah Menurut ASTM
Butir
Diameter Butir (mm)
Koloidal
< 0,0006
Lempung
0,0006 – 0,0020
Lanau Halus
0,0020 – 0,0060
Lanau Sedang
0,0060 – 0,0200
Lanau Kasar
0.0200 – 0.0600
Pasir Halus
0,0600 – 0.2000
Pasir Sedang
0,2000 – 0,6000
Pasir Kasar
0,6000 – 2,0000

Silkus Hidrologi
Asdak (2002) menyatakan bahwa siklus air di bumi di sebut juga daur hidrologi atau siklus hidrologi atau hidrology cycle. Siklus Hidrologi merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada air yang jatuh ke bumi sampai diluapkan kembali, kemudian jatuh ke bumi lagi (Ward, 1967). Pergerakan air ini terjadi secara kontinyu dan terus menerus.
Siklus hidrologi merupakan suatu sistem yang dinamis tertutup, didalamnya terdapat proses dari berbagai komponen presipitasi, evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, simpanan air tanah, aliran air permukaan, aliran air bawah tanah, aliran permukaan dan aliran sungai.

Infiltrasi
Infiltrasi adalah perjalanan air masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal).
Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi, kapasitas infiltasi terjasi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil daripada kapasitas infiltasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu milimeter per jam (mm/jam).
Air hujan yang masuk ke dalam tanah, dalam batas tertentu, bersifat mengendalikan ketersediaan air     untuk berlangsungnya proses evapotranspirasi. Pemasokan air hujan ke dalam tanah ini sangat berarti bagi kebanyakan tanaman di tempat berlangsungnya infiltrasi dan daerah sekelilingnya.
Air infiltasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di sekitarnya. Meningkatnya kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat memperbesar debit aliran selama musim kemarau yang penting untuk memasok kebutuhan air pada saat kritis tersebut, untuk pengenceran kadar pencemaran air sungai dan berbagai keperluan lainnya (Asdak, 2002).

Konsep Sumur Resapan
Sumur resapan pada hakekatnya berupa sistem drainase dari air hujan yang jatuh di atap atau lahan kedap air untuk ditampung pada lapisan tanah. Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang atau dialirkan ke sungai terus ke laut, cara ini mengalirkan air hujan ke dalam sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan maksud kapasitas tampungannya cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.
Faktor-faktor yang mem- pengaruhi dimensi sumur resapan:
1.      Luas permukaan penutupan, yaitu lahan yang airnya akan di tampung dalam
2.      Sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir dan perkerasan-perkerasan jalan.
3.      Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu
4.      hujan. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan, makin lama berlangsungnya hujan volume sumur resapan yang makin besar.
5.      Sementara selang waktunya yang besar dapat mengurangi volume sumur yang di perlukan.
6.      Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air persatuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi di bandingkan tanah berlempung.
7.      Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam, perlu di buat secara besar-besaran karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, pembuatan sumur resapan kurang efektif terutama pada daerah pasang surut atau daerah rawa di mana air tanahnya sangat dangkal.
Konstruksi Sumur Resapan
Sumur resapan dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang tersedia di lokasi. Yang perlu diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi:
a.       Saluran pemasukan atau pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah liat, atau air pasangan batu.
b.      Dinding sumur dapat menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki, pasangan batu bata atau buis beton.
c.       Dasar sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat diisi dengan ijuk atau batu kerikil.
Untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak negatif, penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak sumur air minum, posisi jalan dan rumah umum.

METODOLOGI PENELITIAN
Survei ini dilaksanakan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Surveyor memilih lokasi tersebut karena Sumur Resapan hanya berada pada Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui pengukuran dilokasi survei berupa luas sumur resapan dan besar laju infiltrasi, koordinat sumur resapan.
b.      Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, berupa dokumen atau arsip dari Dinas Perkotan Kota Bandung. Data sekunder digunakan sebagai data atribut, yaitu berupa data curah hujan, data pemilik sumur resapan, data kondisi geologi, geomorfologi dan data hidrologi pada lokasi survei.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi diartikan sebagai cara mengumpulkan data melalui peningkatan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/ hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Rahman, 1999).
Metode Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data spasial dan data atribut dari instansi terkait untuk mendapatkan data yang relevan. Instansi tersebut antara lain Dinas Perkotaan Kota Bandung.

b.      Pengukuran Lapangan
Survei lapangan dilakukan dengan melakukan penelitian langsung di lapangan untuk mengetahui kebenaran data di lapangan, berupa:
1.      Pengukuran koordinat sumur resapan dan titik kelurahan berdasarkan UTM (Universal Transerve Mercator).
2.      Pengukuran laju infiltrasi.
Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a.       GPS (Global Pocitioning System), alat ini digunakan untuk mengetahui letak koordinat lokasi survei.
b.      Stopwatch digunakan untuk mengetahui waktu penuangan air sampai kondisi stady.

Metode analisa data merupakan pengolahan dan interpretasi data untuk dikonsultasikan dengan parameter yang berlaku pada peta yang dimaksudkan untuk dilakukan deliniasi ke dalam suatu peta. Metode analisa data dalam pelaksanaan survei ini adalah metode analisis deskriptif tetangga terdekat, yaitu data yang diperoleh melalui obsrvasi dan pengukuran lapangan dideskripsikan untuk menjawab dan menjelaskan permasalahan yang telah dirumuskan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Drainase Kota Bandung
Dengan semakin berkembangnya Kota Bandung, terutama dari segi pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan semakin banyaknya perubahan tata guna lahan, dari kawasan persawahan menjadi kawasan padat permukiman akan menimbulkan masalah tersendiri, terutama permasalahan banjir dan genangan. Apabila dilihat dari segi topografi Kota Bandung yang berada pada lingkup pegunungan berapi dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 339-662,5 meter, kemiringan medan yang bervariasi antara 0-30%, dan permasalahan perubahan tata guna lahan serta semakin padatnya penduduk, secara tidak langsung akan mempengaruhi penanganan sistem drainase di Kota Bandung dan sekitarnya.
Sistem drainase Kota Bandung berkembang dengan dua pola, yaitu saluran drainase terbuka dan tertutup. Saluran drainase tertutup umumya merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda. Kondisi bangunannya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak berfungsinya manhole sebagai street inlet. Sedangkan saluran drainase terbuka yang umumnya adalah bangunan baru merupakan upaya pembanggunan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota dengan masyarakat setempat.

Gambaran Drainase Sub DAS Bandung Tengah
Penanganan dan pemeliharaan drainase di Kota Bandung khususnya pada Kecamatan Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, dan Astana Anyar dilakukan secara bertaap dengan mengorientasikan wilayah penanganan pada kawasan genangan air yang berada di dalam kawasan tersebut dengan daerah tangkapan air Sungai Bandung Tengah. Kawasan ini disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) Bandung Tengah.
DAS Bandung Tengah merupa- kan Daerah pengaliran Sungai (DAS) Bandung Tengah yang mengalir dari saluran arah Utara ke Selatan melalui bagian Barat Kota Bandung. Sungai Bandung Tengah yang bergungsi sebagai main drain, selain menerma aliran dari saluran drainase di kiri dan kanan jalan, juga menerima aliran dari anak-anak sungai, yaitu Babakan Tarogong, Kali Leuwih Panjang, Kali Ciroyom, dan Kali Astana Anyar. DAS Bandung Tengah meliputi wilayah sebagian Kecamatan Bojongloa Kaler, sebagian Kecamatan Bojongloa Kidul, dan Kecamtan Astana Anyar.
Berdasarkan hasil observasi, di beberapa lokasi dijumpai kondisi saluran yang tidak dapat menampung debit limpahan air sehingga terjadi genangan dan banjir. Adapun wilayah tersebut, di antaranya adalah Jalan Leuwih Panjang, Jalan Terusan Pasirkoja, Jalan Pagarsih, Jalan Babakan Irigasi.
Sementara itu, terkait dengan konsep drainase berkelanjutan, potensi yang mendukung di wilayah Sub DAS Bandung Tengah adalah sebagai berikut:
·         Luas lahan teruka hijau sebagai daerah resapan air adalah sebesar 54,57 Ha atau sebesar 37,39% dari luas area Sub DAS Bandung Tengah Kota Bandung. Jenis  ruang terbuka hijau yang ada antara lain sempadan sungai, makam, dan jalur hijau.
·         Sudah dimulainya upaya mengatasi permasalahan drainase seperti genangan dengan perencanaan drainase berkelanjutan, misalnya dengan memperbanyak lahan resapan di tiap rumah dan adanya rencana pembuatan sumur resapann individu dan komunal serta biopori dalam beberapa dokumen pembangunan.

Strategi Penerapan Sumur Resapan
Penyebab Genangan pada Sub DAS Bandung Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyebab Genangan Sub DAS Bandung Tengah

No
Penyebab Genangan
1
Kapasitas saluran yang kurang
2
Terjadinya sedimentasi
3
Terjadinya penumpukan sampah
4
Kombinasi: kapasitas kurang, proses sedimentasi, dan penumpukan sampah
5
Kondisi dimensi inlet saluran yang kurang memadai
6
Jumlah inlet drainase yang terbatas Tidak tersedianya inlet menuju saluran drainase
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Analisis yang digunakan dalam peneltian ini secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis untuk sistem drainase dan analisis untuk pemodelan ekodraianse. Berdasarkan hasil perhitungan dalam analisis kapasitas saluran drainase, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 35 saluran atau 44,31% mampu menampung debit air hujan, sementara 44 saluran atau 55,69% sisanya tidak mampu menampung debit air yang masuk.
Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat. Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini juga akan menurunkan tingkat erosi tanah.

Arahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang
Terkait dengan perencanaan tata ruang yang terintegrasi maka penelitian Strategi Penerapan Sumur Resapan sebagai Teknologi Ekodrainase sebagai bagian dari perencanaan drainase juga merlukan adanya kesesuaian dengan perencanaan tata ruang yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang akan dikembangkan sesuai, terintegrasi dengan aspek spasial lainnya, dan terdapat keberlanjutan dengan arahan dalam rencana tata ruang.
Setelah melalui proses permodelan ekodrainase dengan sumur resapan maka diketahui bahwa debit limpasan yang ada setelah adanya sumur resapana mengalami reduksi karena telah ditampung oleh sumur resapan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sumur resapan sebagai salah satu metode drainase ramah lingkungan memiliki banyak manfaat bagi manusia maupun lingkungan. Adapun kegunaan sumur resapan berdasarkan hasil permodelan pada analisis perbandingan antara drainase konvensional dan drainase ramah lingkungan adalah sebagai berikut:

a.      Sebagai pengendali genangan dan banjir
Salah satu upaya fungsi sumur resapan adalah sebagai upaya menekan banjir. Penggunaan sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga terhindar dari penggenangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir. Hal ini dikarenakan dimensi jarigan drainase akan dapat diperkecil karena sebagian besar air meresap ke dalam tanah sebelum masuk ke jaringan drainase. Untuk mengetahui debit air yang meresap ke dalam sumur resapan dapat dihitung dengan faktor-faktor sebagai berikut:
1.      F = faktor geometrik (m) = 5,998
2.      K = koefisien permeabilitas (m/ detik) = 0,0035 m/detik
3.      H = tinggi muka air dalam parit (m) = 3
4.      Q0 = debit air yang masuk (m3/detik) = 0,062979 m3/detik

Sehingga, dapat diketahui bahwa debit air yang meresap untuk setiap sumur resapan adalah sebesar 0,062979 m3/detik. Langkah selanjutnya untuk menentukan kefektifan sumur resapan dihitung perbandingan antara debit limpahan air hujan setelah adanya sumur resapan dengan kapasitas saluran yang ada, dengan memberikan hipotesa bahwa Qsalurna > Qlimpasan hujan setelah adanya sumur resapan. Saluran yang ada mampu menampung debit air Qsalurna < Qlimpasan hujan setelah adanya sumur resapan.
Saluran yang ada masih belum mampu menampung debit air, sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan keefektifan saluran setelah adanya sumur resapan, dapat diketahui bahwa saluran telah menuhi kapasitasnya bahkan tidak ditemukan adanya genangan di wilayah yang sebelumnya terindikasi genangan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya sumur resapan memberikan manfaat lebih dalam menyerap, memanen, dan menampung air ke dalam tanah. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sumur resapan efektif untuk diterapkan.

Perencanaan Sumur Resapan
Pada penelitian ini, jenis sumur resapan yang direncanakan adalah resapan vertikal yang berbentuk sumur sehingga umumnya disebut dengan sumur resapan. Prinsip resapan vertikal ini adalah menampung air secara vertikal ke bawah permukaan tanah dan peresapan airnya ke arah vertikal (ke bawah seluas penampang sumur) dan juga horizontal (kesamping). Dasar dari penggunaan sumur vertikal ini adalah dikarenakan resapan vertikal efektif untuk digunakan pada daerah yang muka air tanahnya cukup dalam seperti halnya Kota Bandung dan area lahan yang digunakan untuk bangunan peresapan tidak terlalu luas karena telah banyak lahan terbangun.

Konstruksi sumur resapan
Konstruksi sumur resapan pada dasarnya dibuat dari berbagai bahan, yang perlu diperhatikan adalah untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding. Penetapan bentuk, ukuran, dan bahan konstruksi sumur resapan yang direncanakan adalah disesuaikan dengan Peraturan Daerah kota Bandung
Adapun penetapan Tata Letak Konstruksi Sumur Resapan adalah berupa penteapan jarak yang dimaksudkan untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak negatif, sehingga penempatan sumur resapan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat. Penetapan tata letak yang direncanakan disesuaikan dengan Peraturan Derah Kota Bandung. Untuk mengetahui penetapan sumur resapan di wilayah rumah, dapat dilihat pada potongan melintang.
Bahan utama yang diperlukan untuk membuat sumur resapan adalah : Bambu, Seng/Plastik, Paralon, Beton/- Bata. Seng/Plastik digunakan untuk menampung air hujan yang berasal dari genting, selanjutnya air tersebut dialirkan melalui paralon menuju ke sumur resapan. Paralon digunakan untuk mengalirkan air hujan dari talang ke sumur resapan.





KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ditemukan bahwa terdapat beberapa wilayah di Sub DAS Bandung Tengah yang ketika datang musim hujan mengalami genangan dan bajir yang penyebab utamanya adalah kapasitas saluran yang tidak memenuhi. Sementara itu, beberapa potensi yang mendukung ekodrainase adalah jumlah luas lahan hijau di Sub DAS Bandung Tengah adalah sebesar 37,39% dan juga telah dimulainya upaya untuk memperbanyak lahan.
2.      Diketahui bahwa sebanyak 55,69% saluran drainase tidak memenuhi kapasitasnya. Selanjutnya, dilaku- kan pemodelan ekodrainase dengan menggunakan teknologi sumur resapan dengan desain dimensi diameter 0,8 meter dan kedalaman sebesar 3 tiga meter. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan bahwa seluruh saluran termasuk saluran drainase bermasalah tentang memenuhi kapasitas saluran. Hal ini dikarenakan 903 sumur resapan yang dimodelkan dapat meresapkan air limpasan sebesar 0,62979 m3/detik, sehingga total debit yang diresapkan adalah sebesar 53,926 m3/detik, sedangkan debit air yang melimpas adalah sebesar 56,874 m3/detik, sehingga sisa debit yang melimpah di dalam saluran drainase adalah 2,947 m3/detik.
3.      Berdasarkan analisis pemodelan drainase dapat disimpulkan bahwa sumur resapan efektif untuk digunakan karena sebagai pengendali banjir dan genangan, sumur resapan mampu meresapkan air hujan yang melimpas dan berguna pula untuk konservasi air tanah serta menekan laju erosi.

Saran
Sebagai akhir penutup penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan adalah :
1.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perencanaan ekodrainase dengan pendekatan kualitas air.
2.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemodelan drainase ramah lingkungan untuk teknologi ekodrainase lainnya selain sumur resapan.
3.      Perlu adanya penelitian yang lebih komprehensif dan integrated dengan mempertimbangkan ber- bagai aspek yang menjadi penyebab terjadinya banjir sehingga terdapat integrasi dalam perencanaan tata ruang.
4.      Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk mermasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan pemodelan sumur resapan agar lebih cepat diterapkan dan efisien dalam pelaksanaannya.
5.      Perlunya peran pemerintah untuk percepatan pencapaian hasil dalam bentuk kesempatan pengujian, peraturan yang mengikat, maupun penerapannya.

DAFTAR PUSTAKA

Rachman, M., (1999), Strategi dan Langkah-langkah Penelitian, Semarang: UPT UNNES.

Asdak, C. (2002), Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ward, R.C. (1967), Principles of Hydrology, Mc.Graw Hill Pub. Co.