(Studi Kasus Sub Daerah Aliran
Sungai Bandung Tengah)
Oleh:
Abdul Fatah
Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Langlangbuana Bandung
Email:
abdulfth30@gmail.com
ABSTRAK
Sistem drainase konvensional yang diterapkan, yaitu
sistem pemutusan kawasan dari genangan air dengan secepatnya membuang ke
sungai telah dinilai kurang tepat. Hal ini dikarenakan sungai akan
menerima beban yang melampaui kapasitasnya dan akan menurunkan kesempatan bagi
air untuk meresap ke dalam tanah. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan baru berupa konsep ekodrainase yang berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya
air, dengan prinsip mengendalikan air hujan supaya lebih banyak yang
meresap ke dalam tanah. Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Bandung Tengah dipilih sebagai wilayah studi dikarenakan memiliki jumlah
permasalahan terkait sistem drainase, yaitu sebesar 45% lebih besar dibandingkan
dengan Sub DAS lain di Kota
Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep ekodrainase dengan mengevaluasi sistem drainase
Sub Das Bandung Tengah melalui perbandingan dengan dan tanpa (with and without)
konsep ekodrainase dengan mensimulasikan teknologi sumur
resapan. Metode yang digunakan dalam analisis drainase ini adalah metode rasional
termodifikasi. Hasil dari analisis tersebut berupa perbandingan
keefektifan antara kedua sistem drainase di Sub DAS Bandung Tengah. Berdasarkan hasil pemodelan, diketahui bahwa sumur resapan telah mampu
meresapkan air yang ditandai dengan debit pengaliran yang masuk ke dalam saluran menjadi berkurang. Hasil dari penelitian ini
adalah arahan pengembangan dan perencanaan drainase yang ramah lingkungan dengan dasar pembangunan berwawasan lingkungan untuk
diterapkan di Kota Bandung, khususnya Sub DAS Bandung Tengah.
Kata kunci: Sistem drainase, Ekodrainase, Sub DAS Bandung Tengah.
ABSTRACT
Conventional drainage systems is the system of regional
termination of a puddle by quickly dumping into the river has been considered
inappropriate nowadays. This is because the river will accept loads beyond its
capacity and will reduce the chance for water to seep into the ground.
Therefore, it is necessary to form a new handling concept i.e ecodrainage that associated
with the conservation of water resources, which maximize the rain water that
seeped into the ground. Subzone Central Bandung chosen as the study area due to
have a number of problems related to the drainage system, which is 45% greater
than the other subzones in Bandung. This research aims to develop the concept
ecodrainage to evaluate the drainage system Sub Das Central Bandung through
comparison “with and without concept” by simulating ecodrainage wells
infiltration technology. The method used in the analysis is modified rational
method, which done a comparative effectiveness analysis between the two
sub-watershed drainage systems in Central Bandung. Based on modeling results,
it is known that the absorption wells have been able to absorb water which is
characterized by the reduced of water flow into the drainage channel. Final results
from this study is the direction of development and environmentally friendly
drainage planning on the basis of sustainable development to be implemented in
the city of Bandung, in particular subzone Central Bandung.
Keywords: drainage systems, Ekodrainase, subzone Central Bandung
PENDAHULUAN
Berdasarkan Data
dari Dinas Pekerjaan Umum,
Kota Bandung mempunyai jenis
tanah regosol, struktur remah dan tekstur tanahnya pasir lempungan, permukaan
air tanah mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter serta penutupan bangunan
rapat, sehingga lokasi ini perlu disosialisasi- kan penggunaan sumur resapan,
sebagai upaya dalam konservasi dan rehabilitasi Sumber Daya Air, khususnya air
tanah.
Pemahaman
mengenai persebaran sumur resapan dan efektivitas sumur resapan serta
pengelolaan Sumber Daya Air di Kota Bandung,
perlu dibuatkan peta persebaran sumur resapan. Melalui peta, suatu informasi
tentang sumur resapan akan lebih mudah dipahami dan dimengerti keberadaannya
dibandingkan dengan tabel-tabel, uraian dan sebagainya.
Permasalahan
fungsi sumur resapan serta pengelolaan Sumber Daya Air tanah dalam dimensi
keruangan menjadi lebih efektif apabila didukung dengan bahan yang berupa peta
persebaran sumur resapan, maka keberadaan sumur resapan digambarkan dalam suatu
peta tematik.
Berdasarkan
uraian di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti dengan
judul: “Stabilisasi Muka Air Tanah”
dengan alasan sebagai berikut:
1.
Belum adanya peta
mengenai persebaran Sumur Resapan di Kota
Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.
Penggunaan lahan
tersebut untuk berbagi pembangunan memberikan
informasi tentang agihan sumur resapan yang berguna sebagai bahan dalam
menentukan kebijakan perencanaan/pengelolaan Sumber Daya Alam di Kota yang bersangkutan.
3.
Pasokan air dari
PDAM tidak terlayani dengan baik, air baku permukaan semakin sulit di dapat.
Dengan
alasan tersebut di atas
kecenderungan mengeksplorasi air tanah semakin banyak, lambat laun muka air
tanah akan mengalami gangguan atau ketidakstabilan
atau menurun dari level semula.
Adapun Tujuan penelitian ini antara lain:
1.
Mengetahui resapan air ke dalam tanah di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.
2.
Mengetahui usaha secara teknologi resapan
yang ada di Kota Bandung Provinsi Jawa
Barat.
Kegunaan yang dapat diambil dari
hasil pelaksanaan survei dan pemetaan sebaran sumur resapan ini
meliputi:
1.
Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Menambah pengetahuan bagi para
pembaca mengenai sebaran sumur resapan dan sekaligus sebagai
sarana pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan di bidang
teknik sipil.
2.
Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai pola persebaran sumur resapan agar dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengembangan sumur resapan di daerah kajian.
3.
Dinas terkait
a.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengelola
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota Bandung
Provinsi Jawa Barat dalam
mengambil keputusan.
b.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pemerintah
daerah, khususnya bagi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam pengembangan
pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
LANDASAN TEORI
Identifikasi Tanah Berdasarkan Butiran
Tanah
diklasifikasikan berdasar- kan kondisi kekasaran butiran sehingga dapat
dibedakan sifat fisiknya, antara lain :
a.
Type Lempung
b.
Type Pasir
c.
Type Lanau
Tanah lempung
berupa butiran halus berbentuk lempengan dalam kondisi tersusun (dispersif) dan
acak (flokulasi), kondisi dispersif lebih kokoh terhadap beban dibandingkan
pada saat kondisi flokulasi.
Ukuran diameter
butiran menentukan sifat dan perilaku tanah (lihat Tabel 1)
Tabel 1. Butir Tanah Menurut ASTM
Butir
|
Diameter Butir (mm)
|
Koloidal
|
< 0,0006
|
Lempung
|
0,0006 – 0,0020
|
Lanau Halus
|
0,0020 – 0,0060
|
Lanau Sedang
|
0,0060 – 0,0200
|
Lanau Kasar
|
0.0200 – 0.0600
|
Pasir Halus
|
0,0600 – 0.2000
|
Pasir Sedang
|
0,2000 – 0,6000
|
Pasir Kasar
|
0,6000 – 2,0000
|
Silkus Hidrologi
Asdak (2002)
menyatakan bahwa siklus air di bumi di sebut juga daur hidrologi atau siklus
hidrologi atau hidrology cycle. Siklus Hidrologi merupakan rangkaian
peristiwa yang terjadi pada air yang jatuh ke bumi sampai diluapkan kembali,
kemudian jatuh ke bumi lagi (Ward, 1967). Pergerakan air ini terjadi secara
kontinyu dan terus menerus.
Siklus hidrologi
merupakan suatu sistem yang dinamis tertutup, didalamnya terdapat proses dari
berbagai komponen presipitasi, evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi,
intersepsi, infiltrasi, perkolasi, simpanan air tanah, aliran air permukaan,
aliran air bawah tanah, aliran permukaan dan aliran sungai.
Infiltrasi
Infiltrasi
adalah perjalanan air masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses
kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain,
infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan
air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal).
Setelah keadaan
jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke
tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses
perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas
infiltrasi, kapasitas infiltasi terjasi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan
tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih
kecil daripada kapasitas infiltasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah
hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu milimeter per jam (mm/jam).
Air hujan yang
masuk ke dalam tanah, dalam batas tertentu, bersifat mengendalikan ketersediaan
air untuk berlangsungnya proses
evapotranspirasi. Pemasokan air hujan ke dalam tanah ini sangat berarti bagi
kebanyakan tanaman di tempat
berlangsungnya infiltrasi dan daerah sekelilingnya.
Air infiltasi
yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan
menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di sekitarnya.
Meningkatnya kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat memperbesar debit aliran selama
musim kemarau yang penting untuk memasok kebutuhan air pada saat kritis
tersebut, untuk pengenceran kadar pencemaran air sungai dan berbagai keperluan
lainnya (Asdak, 2002).
Konsep Sumur Resapan
Sumur resapan
pada hakekatnya berupa sistem drainase dari air hujan yang jatuh di atap atau
lahan kedap air untuk ditampung pada lapisan tanah. Berbeda dengan cara
konvensional dimana air hujan dibuang atau dialirkan ke sungai terus ke laut, cara ini
mengalirkan air hujan ke dalam sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman
rumah. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan maksud kapasitas
tampungannya cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan
adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke
dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.
Faktor-faktor
yang mem- pengaruhi dimensi sumur resapan:
1.
Luas permukaan
penutupan, yaitu lahan yang airnya akan di tampung dalam
2.
Sumur resapan, meliputi luas
atap, lapangan parkir dan perkerasan-perkerasan jalan.
3.
Karakteristik hujan,
meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu
4.
hujan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan, makin lama berlangsungnya hujan
volume sumur resapan yang makin besar.
5.
Sementara selang
waktunya yang besar dapat mengurangi volume sumur yang di perlukan.
6.
Koefisien permeabilitas
tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air persatuan waktu. Tanah berpasir
mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi di bandingkan
tanah berlempung.
7.
Tinggi muka air tanah.
Pada kondisi muka air tanah yang dalam, perlu di buat secara besar-besaran
karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur
resapan. Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, pembuatan
sumur resapan kurang efektif terutama pada daerah pasang surut atau
daerah rawa di mana air tanahnya sangat dangkal.
Konstruksi Sumur Resapan
Sumur resapan
dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang tersedia di lokasi. Yang perlu
diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan
dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi:
a.
Saluran pemasukan atau
pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah
liat, atau air pasangan batu.
b.
Dinding sumur dapat
menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki, pasangan batu bata atau buis
beton.
c.
Dasar sumur dan
sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat diisi dengan
ijuk atau batu kerikil.
Untuk memberikan
hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak negatif, penempatan sumur
resapan harus memperhatikan letak sumur air minum, posisi jalan dan rumah umum.
METODOLOGI PENELITIAN
Survei ini
dilaksanakan di Kota Bandung
Provinsi Jawa Barat. Surveyor memilih lokasi
tersebut karena Sumur Resapan
hanya berada pada Kota Bandung
Provinsi Jawa Barat.
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Data Primer adalah data
yang diperoleh secara langsung melalui pengukuran dilokasi survei berupa luas
sumur resapan dan besar laju infiltrasi,
koordinat sumur resapan.
b.
Data Sekunder adalah
data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, berupa
dokumen atau arsip dari Dinas Perkotan
Kota Bandung. Data sekunder digunakan
sebagai data atribut, yaitu berupa data curah hujan, data pemilik sumur
resapan, data kondisi geologi, geomorfologi
dan data hidrologi pada lokasi survei.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Metode
Dokumentasi
Metode
dokumentasi diartikan sebagai cara mengumpulkan data melalui
peningkatan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil/ hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian (Rahman, 1999).
Metode
Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mengumpulkan data spasial dan data atribut dari instansi terkait untuk
mendapatkan data yang relevan. Instansi tersebut antara lain Dinas Perkotaan Kota Bandung.
b.
Pengukuran
Lapangan
Survei lapangan
dilakukan dengan melakukan penelitian langsung di lapangan untuk mengetahui
kebenaran data di lapangan, berupa:
1. Pengukuran
koordinat sumur resapan dan titik kelurahan berdasarkan UTM (Universal
Transerve Mercator).
2. Pengukuran
laju infiltrasi.
Alat-alat
laboratorium yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a.
GPS (Global
Pocitioning System), alat ini digunakan untuk mengetahui letak
koordinat lokasi survei.
b.
Stopwatch digunakan
untuk mengetahui waktu penuangan air sampai kondisi stady.
Metode analisa
data merupakan pengolahan dan interpretasi data untuk dikonsultasikan
dengan parameter yang berlaku pada peta yang dimaksudkan untuk
dilakukan deliniasi ke dalam suatu peta. Metode analisa data dalam pelaksanaan
survei ini adalah metode analisis deskriptif tetangga terdekat, yaitu data yang
diperoleh melalui obsrvasi dan pengukuran lapangan dideskripsikan untuk
menjawab dan menjelaskan permasalahan yang telah dirumuskan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran
Drainase Kota Bandung
Dengan semakin berkembangnya Kota Bandung, terutama dari segi
pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat dan semakin banyaknya perubahan tata guna lahan,
dari kawasan
persawahan menjadi kawasan
padat permukiman akan menimbulkan
masalah tersendiri,
terutama permasalahan banjir dan genangan. Apabila dilihat dari segi topografi
Kota Bandung yang berada pada
lingkup pegunungan berapi
dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 339-662,5 meter, kemiringan medan yang bervariasi antara
0-30%, dan permasalahan perubahan
tata guna lahan serta semakin padatnya
penduduk, secara tidak langsung akan mempengaruhi penanganan sistem drainase
di Kota
Bandung dan sekitarnya.
Sistem drainase Kota Bandung berkembang dengan dua pola, yaitu
saluran drainase terbuka dan
tertutup. Saluran
drainase tertutup umumya merupakan
peninggalan jaman penjajahan Belanda.
Kondisi bangunannya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak
berfungsinya manhole sebagai
street inlet. Sedangkan saluran drainase terbuka yang umumnya
adalah bangunan baru merupakan
upaya pembanggunan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota dengan masyarakat setempat.
Gambaran
Drainase Sub DAS Bandung Tengah
Penanganan dan pemeliharaan drainase di Kota Bandung khususnya pada
Kecamatan Bojongloa Kaler,
Bojongloa Kidul, dan Astana Anyar dilakukan secara bertaap dengan
mengorientasikan wilayah penanganan
pada kawasan genangan air yang berada
di dalam kawasan tersebut
dengan daerah tangkapan
air Sungai Bandung Tengah.
Kawasan ini disebut Daerah
Aliran Sungai (DAS) Bandung Tengah.
DAS Bandung
Tengah merupa- kan Daerah pengaliran Sungai (DAS) Bandung Tengah yang mengalir
dari saluran arah
Utara ke Selatan melalui bagian Barat Kota
Bandung. Sungai Bandung Tengah yang bergungsi sebagai main drain,
selain menerma aliran dari saluran drainase di kiri dan kanan jalan, juga
menerima aliran
dari anak-anak sungai, yaitu Babakan
Tarogong, Kali Leuwih Panjang, Kali Ciroyom, dan Kali Astana Anyar. DAS Bandung Tengah meliputi wilayah
sebagian Kecamatan Bojongloa Kaler, sebagian
Kecamatan Bojongloa Kidul, dan Kecamtan Astana Anyar.
Berdasarkan hasil observasi, di beberapa lokasi dijumpai kondisi
saluran yang tidak dapat menampung debit limpahan air sehingga terjadi genangan dan banjir. Adapun
wilayah tersebut, di antaranya adalah Jalan Leuwih Panjang, Jalan Terusan Pasirkoja,
Jalan Pagarsih, Jalan Babakan Irigasi.
Sementara itu, terkait dengan konsep drainase berkelanjutan,
potensi yang mendukung di
wilayah Sub DAS Bandung Tengah adalah
sebagai berikut:
·
Luas lahan teruka hijau
sebagai daerah resapan
air adalah sebesar 54,57 Ha atau sebesar
37,39% dari luas area Sub DAS Bandung
Tengah Kota Bandung. Jenis ruang terbuka hijau yang ada antara lain sempadan
sungai, makam, dan jalur hijau.
·
Sudah dimulainya upaya
mengatasi permasalahan
drainase seperti
genangan dengan
perencanaan drainase berkelanjutan, misalnya dengan memperbanyak lahan resapan di tiap rumah
dan adanya rencana pembuatan
sumur resapann individu dan komunal
serta biopori dalam beberapa dokumen
pembangunan.
Strategi Penerapan
Sumur Resapan
Penyebab Genangan pada Sub DAS Bandung
Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penyebab Genangan Sub DAS Bandung Tengah
No
|
Penyebab
Genangan
|
1
|
Kapasitas saluran
yang kurang
|
2
|
Terjadinya sedimentasi
|
3
|
Terjadinya
penumpukan sampah
|
4
|
Kombinasi: kapasitas
kurang, proses sedimentasi,
dan penumpukan sampah
|
5
|
Kondisi dimensi
inlet saluran yang kurang memadai
|
6
|
Jumlah inlet
drainase yang terbatas Tidak
tersedianya inlet menuju saluran drainase
|
Sumber:
Hasil Analisis, 2014
Analisis yang digunakan dalam peneltian ini secara umum dibagi
menjadi dua bagian, yaitu analisis untuk sistem
drainase dan analisis untuk pemodelan
ekodraianse. Berdasarkan hasil perhitungan
dalam analisis kapasitas saluran drainase,
dapat disimpulkan bahwa sebanyak 35 saluran atau 44,31% mampu menampung
debit air
hujan, sementara 44 saluran atau 55,69% sisanya tidak mampu
menampung debit air yang masuk.
Semakin banyak
air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak tersimpan air tanah di
bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui
sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat. Jumlah aliran permukaan
akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir
dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu
tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini juga akan menurunkan
tingkat erosi tanah.
Arahan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang
Terkait dengan perencanaan tata ruang yang terintegrasi maka
penelitian Strategi Penerapan
Sumur Resapan sebagai Teknologi Ekodrainase
sebagai bagian dari perencanaan drainase
juga merlukan adanya kesesuaian dengan
perencanaan tata ruang yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang
akan dikembangkan
sesuai, terintegrasi dengan aspek spasial lainnya, dan
terdapat keberlanjutan dengan
arahan dalam rencana tata ruang.
Setelah melalui proses permodelan ekodrainase dengan
sumur resapan maka diketahui bahwa debit limpasan yang ada setelah adanya sumur resapana
mengalami reduksi karena
telah ditampung oleh sumur resapan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sumur resapan sebagai salah
satu metode drainase ramah
lingkungan memiliki banyak manfaat bagi manusia maupun
lingkungan. Adapun kegunaan sumur
resapan berdasarkan hasil permodelan pada analisis perbandingan antara
drainase konvensional
dan drainase ramah lingkungan adalah
sebagai berikut:
a.
Sebagai pengendali
genangan dan banjir
Salah satu upaya fungsi sumur resapan adalah sebagai upaya
menekan banjir. Penggunaan
sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga
terhindar dari penggenangan
aliran permukaan secara berlebihan
yang menyebabkan banjir. Hal ini dikarenakan
dimensi jarigan drainase akan
dapat diperkecil
karena sebagian besar air meresap ke dalam tanah sebelum masuk ke jaringan
drainase. Untuk
mengetahui debit air
yang meresap ke dalam
sumur resapan dapat dihitung dengan faktor-faktor sebagai berikut:
1.
F = faktor geometrik
(m) = 5,998
2.
K = koefisien
permeabilitas (m/ detik)
= 0,0035
m/detik
3.
H = tinggi muka air
dalam parit (m) = 3
4.
Q0 = debit air yang
masuk (m3/detik) = 0,062979
m3/detik
Sehingga, dapat diketahui bahwa debit
air yang
meresap untuk setiap sumur resapan adalah sebesar 0,062979
m3/detik. Langkah selanjutnya untuk
menentukan kefektifan sumur resapan dihitung perbandingan antara debit limpahan air hujan setelah adanya
sumur resapan dengan kapasitas
saluran yang ada, dengan memberikan hipotesa bahwa Qsalurna > Qlimpasan hujan setelah adanya sumur resapan. Saluran yang ada mampu menampung debit air Qsalurna < Qlimpasan hujan setelah adanya sumur resapan.
Saluran yang ada masih belum mampu menampung debit air, sementara itu,
berdasarkan hasil perhitungan
keefektifan saluran
setelah adanya sumur
resapan, dapat diketahui bahwa saluran telah menuhi kapasitasnya bahkan tidak ditemukan adanya genangan
di wilayah yang sebelumnya
terindikasi genangan. Hal
ini menunjukkan bahwa adanya sumur
resapan memberikan
manfaat lebih dalam menyerap, memanen,
dan menampung air ke dalam tanah. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa sumur resapan
efektif untuk diterapkan.
Perencanaan
Sumur Resapan
Pada penelitian ini, jenis sumur resapan yang
direncanakan adalah resapan vertikal
yang berbentuk sumur sehingga umumnya
disebut dengan sumur resapan. Prinsip resapan vertikal ini adalah menampung
air secara vertikal
ke bawah permukaan tanah dan peresapan
airnya ke arah vertikal
(ke bawah seluas
penampang sumur)
dan juga horizontal (kesamping). Dasar dari penggunaan sumur vertikal ini adalah dikarenakan resapan
vertikal efektif untuk
digunakan pada daerah yang muka air tanahnya cukup dalam seperti halnya Kota Bandung dan area lahan yang
digunakan untuk
bangunan peresapan
tidak terlalu luas karena telah banyak lahan terbangun.
Konstruksi sumur
resapan
Konstruksi sumur resapan pada dasarnya dibuat dari berbagai
bahan, yang perlu diperhatikan
adalah untuk keamanan, sumur resapan
perlu dilengkapi dengan dinding. Penetapan
bentuk, ukuran, dan bahan konstruksi sumur resapan yang direncanakan adalah disesuaikan dengan
Peraturan Daerah kota
Bandung
Adapun penetapan
Tata Letak Konstruksi Sumur Resapan adalah berupa penteapan
jarak yang dimaksudkan
untuk memberikan hasil yang baik, serta
tidak menimbulkan dampak negatif, sehingga
penempatan sumur resapan harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan setempat. Penetapan tata letak yang direncanakan disesuaikan dengan
Peraturan Derah Kota Bandung. Untuk mengetahui
penetapan sumur resapan di wilayah
rumah, dapat dilihat pada potongan melintang.
Bahan utama yang diperlukan untuk
membuat sumur resapan adalah : Bambu, Seng/Plastik, Paralon, Beton/- Bata. Seng/Plastik digunakan
untuk menampung air hujan yang berasal dari genting, selanjutnya air tersebut
dialirkan melalui paralon menuju ke sumur resapan. Paralon digunakan untuk
mengalirkan air hujan dari talang ke sumur resapan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat
diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Ditemukan bahwa
terdapat beberapa wilayah di
Sub DAS Bandung Tengah yang ketika
datang musim hujan
mengalami genangan dan bajir yang penyebab
utamanya adalah kapasitas saluran yang
tidak memenuhi. Sementara
itu, beberapa potensi
yang mendukung ekodrainase adalah jumlah
luas lahan hijau di Sub DAS Bandung Tengah
adalah sebesar 37,39% dan juga telah dimulainya upaya untuk
memperbanyak lahan.
2.
Diketahui bahwa
sebanyak 55,69% saluran drainase
tidak memenuhi kapasitasnya. Selanjutnya,
dilaku- kan pemodelan ekodrainase dengan
menggunakan teknologi sumur
resapan dengan desain dimensi diameter
0,8 meter dan kedalaman sebesar 3 tiga
meter. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan bahwa seluruh saluran
termasuk saluran
drainase bermasalah tentang memenuhi
kapasitas saluran. Hal ini dikarenakan
903 sumur resapan yang dimodelkan
dapat meresapkan air limpasan sebesar
0,62979 m3/detik, sehingga total debit
yang diresapkan adalah
sebesar 53,926 m3/detik,
sedangkan debit
air yang melimpas adalah sebesar 56,874
m3/detik, sehingga sisa debit
yang melimpah
di dalam saluran drainase
adalah 2,947 m3/detik.
3.
Berdasarkan analisis
pemodelan drainase dapat
disimpulkan bahwa sumur resapan efektif
untuk digunakan karena sebagai pengendali
banjir dan genangan, sumur resapan
mampu meresapkan air hujan yang melimpas
dan berguna pula untuk konservasi air
tanah serta menekan laju erosi.
Saran
Sebagai akhir penutup penelitian ini, rekomendasi yang dapat
diberikan adalah :
1.
Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
perencanaan ekodrainase dengan pendekatan
kualitas air.
2.
Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
pemodelan drainase ramah lingkungan
untuk teknologi ekodrainase lainnya
selain sumur resapan.
3.
Perlu adanya penelitian
yang lebih komprehensif
dan integrated dengan mempertimbangkan
ber- bagai aspek yang menjadi
penyebab terjadinya banjir sehingga terdapat integrasi dalam perencanaan
tata ruang.
4.
Perlunya peningkatan
kajian, komunikasi, dan
penyebarluasan untuk mermasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan pemodelan sumur resapan
agar lebih cepat diterapkan
dan efisien dalam pelaksanaannya.
5.
Perlunya peran
pemerintah untuk percepatan
pencapaian hasil dalam bentuk kesempatan
pengujian, peraturan yang mengikat,
maupun penerapannya.
DAFTAR PUSTAKA
Rachman, M., (1999), Strategi
dan Langkah-langkah Penelitian, Semarang: UPT UNNES.
Asdak, C. (2002), Hidrologi
dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Ward, R.C. (1967), Principles
of Hydrology, Mc.Graw Hill Pub. Co.