Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa di Kota Bandung


Oleh:
Diani Indah
Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Langlangbuana Bandung
e-mail: indah.diani@gmail.com



ABSTRAK

Penelitian ini tentang implementasi program pembangunan rusunawa yang dilakukan di kota Bandung. Penelitian ini berdasarkan pada fakta bahwa implementasi kebijakan rumah susun sederhana sewa belum optimal sebagaimana ditunjukkan oleh kurangnya pemanfaatan rumah susun
oleh kelompok sasaran dan pengalihan hak beli serta sewa kepada pihak lain. Dengan menggunakan penelitian kualitatif, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu: (a) mengapa implementasi kebijakan rumah susun sederhana sewa belum tepat sasaran dan (b) bagaimana konsep kebijakan implementasi rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan konteks Pemerintah Kota Bandung. Data dikumpulkan melalui pengamatan partisipasi dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan yang meliputi birokrat, tokoh masyarakat dan masyarakat kelompok sasaran. Hasil penelitian ini bahwa ketidakoptimalnya implementasi rumah susun sederhana sewa disebabkan oleh kebijakan yang berasal dari atas, dimana dalam perencanaan atau perumusan kebijakan, kelompok sasaran (masyarakat berpenghasilan rendah) tidak dilibatkan sehingga berakibat pada ketidaksesuaian antara program-program yang ditawarkan dan kebutuhan nyata kelompok sasaran, terutama dari aspek daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, konsep kebijakan yang memperhatikan aspek kesesuaian antara tujuan, program, unsur pelaksana dan kelompok sasaran dalam perumusan dan implementasi kebijakan rusunawa akan mendorong tercapainya efektivitas prosedural maupun substansial dari implementasi kebijakan rumah susun sederhana sewa.

Kata kunci: rusunawa, konsep kebijakan, implementasi kebijakan.


ABSTRACT

The study on The Implementation of Rented Vertical Housing policy was conducted in the Bandung City from 2009 to 2012. This study was based on facts that the implementation of rented vertical housing policy was not effective shown by the low utilization of vertical housing by the target groups and by the high transfer of renting rights to other parts. Through the qualitative research, the study focused on two research problems, i.e: (a) why the implementation of rented vertical housing was not effective and (b) how the concept of rented vertical housing policy was suitable to the context of the Government Bandung City. Data were collected through participatory observation and in-depth interview with several rich case informants ranging from public officials, legislators, public figures and target group.The finding of this study that the inefectiveness of vertical housing policy implementation was due to the vertical housing policy itself emanating from the government rather the target groups where the target benefiaciaries are not involved to contribute to the formulation of the policy that affect their lives and the unsuitability of offered programs to the target groups need. In addition, the implementation concept considering the suitability of goals, programs, implementors, amd target groups in the formulation and implementation of vertical housing would help achieve the prosedural and substansial effectiveness of vertical housing policy implementation. The new concept offered in this study is the introduction of co implementation concepts in public policy; i.e the involvement of target beneficiaries in the implementation process whereby target groups are no longer seen as buyer, but as assets in the implementation of vertical housing policy implementation.

Keywords: vertical housing, policy concepts, policy implementation




PENDAHULUAN
Bagi masyarakat, rumah (peru- mahan) merupakan kebutuhan yang utama di samping kebutuhan pangan dan sandang. Keadaan ini akan lebih terasa bagi penduduk yang hidup di daerah perkotaan (besar). Fungsi ru- mah bagi penghuninya selain sebagai tempat berteduh dan beristirahat, di- manfaatkan pula sebagai sarana untuk membina kesejahteraan dan kerukunan keluarga. Fungsi yang pertama meng- anggap rumah sebagai fasilitas fisik, sedangkan yang kedua lebih menon- jolkan pada penciptaan suasana per- mukiman yang tentram dan bahagia.
Kota Bandung dengan wilayah seluas 16.730 Ha, berdasarkan hasil pemutakhiran data yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil per 31 Juli tahun 2011 jumlah penduduknya sudah mencapai 2.537.232 jiwa, sehingga kepadatan penduduk di wilayah Kota Bandung mencapai 15.166,079 jiwa/km2. (Harian Pikiran Rakyat, 2010). Konse- kuensi dari kepadatan penduduk yang demikian itu adalah tuntutan akan penyediaan permukiman yang layak huni bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Perkembangan kecenderungan pertumbuhan penduduk Kota Bandung tahun 2009-2013 yang meningkat terus dapat dilihat pada Gambar 1.1 Peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah kebutuhan rumah dan lahan yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 dan 1.3.





Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Bandung
(Sumber: RPJMD Kota Bandung tahun 2009-2013)



  Tuntutan tersebut semakin mengemuka tidak hanya disebabkan masih menonjolnya permasalahan kemiskinan di sejumlah lokasi, namun disebabkan juga oleh problema tata ruang. Sementara itu problema tata ruang tampak semakin menunjukkan adanya ketidakseimbangan di antara ketersediaan sumber daya lahan dan pertumbuhan ekonomi serta kebutuhan sosial masyarakat. Karena itu, kebi- jakan pembangunan permukiman yang sesuai dengan kebijakan tata ruang dan penataan wilayah menjadi tan- tangan bagi Pemerintah Kota Bandung dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan.
Tantangan tersebut terkait erat dengan kebutuhan masyarakat akan rumah layak huni yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan ren- dah, dan unit-unit rumah susun yang layak huni sebagai pemenuhan kebu- tuhan akan tempat tinggal.


                       


Gambar 1.2 Kebutuhan Rumah Kota Bandung Tahun 2008-2013
(Sumber: RPJMD Kota Bandung tahun 2009-2013)



Pada tahun 2008, kebutuhan rumah di Kota Bandung mencapai 20.285 unit dengan asumsi bahwa rumah tersebut adalah rumah layak huni dengan luas 4,7 (rata-rata besar Kepala Keluarga di Bandung) x 9 meter persegi (standar luas/orang), dengan kondisi lantai, dinding, dan atap yang baik. Jika diasumsikan satu rumah memerlukan sekitar enam puluh meter persegi, dibutuhkan 1.217.100 meter persegi (121 hektar) setiap tahun. Angka tersebut ber- tambah menjadi sekitar 150 hektar jika ditambah dengan fasilitasnya, yaitu setara dengan tiga ratus lapangan sepak bola per tahun. (Pikiran Rakyat, 2010).





Gambar 1.3 Grafik Kebutuhan Lahan Kota Bandung Tahun 2008-2013
(Sumber: RPJMD Kota Bandung tahun 2009-2013)



Sampai sekarang, Kota Bandung masih kekurangan rumah hingga sekitar 159.815 unit. (Pikiran Rakyat, 2010). Perhitungan ini didasarkan kepada asumsi satu unit rumah yang dihuni rata-rata lima jiwa. Dengan penduduk mencapai 2.429.142 jiwa, Kota Bandung membutuhkan sekitar 500.000 unit rumah. Sementara itu berdasarkan data, jumlah rumah yang tersedia kini baru 343.185 unit. Dengan kebutuhan sebanyak itu, sulit sekali menyediakan lahan yang cukup untuk perumahan.
Munculnya daerah permukiman di pinggir kota menjadi salah satu indikasi semakin sempitnya lahan permukiman di perkotaan. Sebagai salah satu kota yang penting dan berpenduduk relatif padat, maka sebagian besar lahan di Kota Bandung (55,5%) digunakan sebagai lahan perumahan.
Berkaca dari kenyataan itu, pembangunan perumahan di Kota Bandung tidak lagi dapat berbentuk horizontal.  Pembangunan perumahan vertikal dapat dijadikan sebagai alter- natif, salah satunya adalah pemba- ngunan rumah rusun sederhana sewa (rusunawa). Harapan ke depannya, dengan adanya pembangunan rumah susun sederhana sewa ini masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat menempati rumah layak huni.
Mengacu pada kebutuhan peru- mahan tersebut, kebijakan pemba- ngunan rumah susun berdasarkan Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, diarahkan pada usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman secara fungsional bagi kepentingan rakyat banyak, dengan sasaran:
1)      mendorong pembangunan permu- kiman dengan daya tampung tinggi dalam rangka pemenuhan kebu- tuhan perumahan;
2)      mendukung konsep tata ruang Kota Bandung yang dikaitkan dengan pengembangan pemba- ngunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;
3)      meningkatkan optimalisasi peng- gunaan sumber daya tanah per- kotaan, suasana permukiman yang tenteram;
4)      Pembangunan Rumah Susun ber- dasarkan undang-undang tersebut,  bertujuan untuk:
a.      Memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi masyarakat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya, meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhati- kan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan ling- kungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.
b.      Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang ber- guna bagi kehidupan masya- rakat, dengan tetap mengutama kan ketentuan ayat 1 (huruf a).
   
Menurut ketentuan UU No. 4 Tahun 1988 tersebut, Rumah Susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta  yang bergerak dalam bidang itu, dan Swadaya Masyarakat.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme- rintahan Daerah, dinyatakan bahwa sebagian besar tugas pembinaan masyarakat merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kota/ kabupaten, salah Salah satu prioritas yang utama dalam pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), yaitu diperuntukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di perkotaan, yakni mereka yang setiap bulan mendapatkan gaji kurang atau sama dengan upah minimum regional Kota Bandung yaitu sekitar Rp 1 - 2,5 juta. Hal ini sesuai dengan Kepmenpera Nomor 14 Tahun 2007 tentang “Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa”,  yaitu masyarakat paling memungkinkan mengakses hunian vertikal berbentuk Rusunawa. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) menjadi alternatif pemecahan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal di daerah Kota Bandung.
Berdasarkan Peraturan Daerah  Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2009-2013, arah kebi- jakan Umum Pembangunan Daerah Urusan Perumahan Rakyat antara lain diarahkan untuk:
1.    Meningkatkan ketersediaan rusun untuk memenuhi kebutuhan pen- duduk berpenghasilan rendah;
2.    Mengembangkan lingkungan per- mukiman yang sehat;
3.    Peremajaan kawasan kumuh per- kotaan;
4.    Memfasilitasi akses pembiayaan untuk pembangunan dan perbaikan rumah bagi penduduk berpeng- hasilan rendah; dan
5.    Memperbaiki kondisi lingkungan permukiman di kawasan kumuh atau padat.
Untuk itu, Pemerintah Kota Bandung menetapkan kebijakan pem- bangunan Rumah Susun Sederhana  untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
1.    Rumah susun sederhana yang dapat dimiliki yang dikenal dengan nama Rusunami di mana harga penju- alannya ditetapkan oleh pemerintah agar dapat dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
2.    Rumah susun sederhana yang disewakan, dikenal dengan nama Rusunawa, yang peruntukannya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan/atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) termasuk pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri.

Sedangkan target atau sasaran program pembangunan rumah susun (Sumber Direktorat Jenderal Cipta- karya Departemen PU).
1.    Adanya pemenuhan kebutuhan akan hunian pada hunian vertikal;
2.    Menanggulangi lingkungan permu- kiman perkotaan yang berkembang tidak sehat (kumuh);
3.    Menjembatani masyarakat yang belum mempunyai rumah untuk mendapatkan tempat hunian yang layak huni dengan cara menyewa sesuai kondisi atau kemampuan mereka.       

Sedangkan tujuan dari pemba- ngunan rumah susun sederhana sewa adalah penataan lingkungan permu- kiman kumuh dan efisiensi lahan yang terbatas serta mahal harganya.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan  kualitatif, karena melihat masalah yang cukup kompleks dan tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang pelayanan publik bidang permukiman rumah susun sederhana sewa.
Dalam penelitian ini proses yang diamati berlangsung apa adanya, dengan tujuan untuk mengetahui akti- vitas pelayanan pengelolaan rusunawa dan hambatan-hambatan dalam pela- yanan pengelolaan rusunawa. Proses yang diamati terkait dengan pelayanan pengelolaan rusunawa pada semua tahapan pengurusan pengelolaan. Di satu pihak pemerintah yang ber- kewajiban melaksanakan pelayanan dan dipihak lain adalah masyarakat yang berhak untuk menerima pela- yanan, dalam hal ini adalah pelayanan permukiman rusunawa.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kalimat tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang di- amati. penggunaan pendekatan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pendekatan ini relevan dan cocok dengan masalah penelitian yang memerlukan interpretasi proses dan makna pada pembangunan rumah susun sederhana sewa di Kota Bandung. Oleh karena itu, fenomena tentang proses dan penjelasan makna dijadikan salah satu pendekatan dominan dalam penelitian ini.
Subyek penelitian adalah indi- vidu yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan program pemba- ngunan rusunawa Kota Bandung dan anggota masyarakat yang menghuni rusunawa  serta anggota masyarakat yang sudah mendaftar tapi belum ada pemanggilan.
Jumlah informan adalah satu orang kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Kota Bandung, satu kepala Dinas Perumahan, empat aparat Dinas Cipta Karya Kota Ban- dung, serta anggota masyarakat yang menghuni rumah susun sederhana sewa.
Data hasil wawancara mendalam tersebut kemudian dipilah-pilah sesuai kategori yang relevan dengan model, pertanyaan penelitian dan kerangka teori. selanjutnya tahap pertama yang dilakukan adalah membuat transkrip (deskripsi) dalam bentuk tulisan dari rekaman hasil wawancara, kemudian membaca data tanpa prasangka. Selanjutnya dilakukan inventarisasi pernyataan-penyataan penting yang relevan dengan topik. Tahap selanjut- nya merinci pernyataan-pernyataan penting dan diformulasikan kedalam makna dan dikelompokkan kedalam tema-tema tertentu mengenai apa yang dialami subyek penelitian tentang sebuah fenomena dan terakhir adalah mengintegrasikan tema-tema kedalam deskripsi naratif. Proses penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah dan untuk mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan teknik tri- angulasi.

PEMBAHASAN
Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi rumah susun sederhana sewa yang meliputi kebijakan penataan pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, penga- wasan dan pengendalian rumah susun sederhana sewa. Dalam melaksanakan pengelolaan rumah susun sederhana sewa diperlukan perencanaan yang matang guna terselenggaranya penge- lolaan yang baik. Menurut Friedman (1974) perencanaan adalah cara ber- pikir mengatasi masalah sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan, sasaran yang dituju adalah keinginan kolektif dan meng- usahakan keterpaduan dalam kebi- jakan dan program perencanaan me- merlukan pemikiran yang mendalam dan dapat diterima oleh masyarakat, dalam hal ini perencanaan sosial dan ekonomi harus memperhatikan aspi- rasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baiknsecara langsung mau pun tidak langsung.
Menurut Lowyers & Hills (1994) dalam Arsyad (1999) peren- canaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber dana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
Dalam mempertahankan kebera- daan dan kelangsungan rumah susun sederhana sewa, dibentuk Unit Pengelola Teknis (UPT) (Koeswah- yono, 2004). Pada umumnya semua unit pengelola tersebut memiliki hak dan kewajiban yang telah ditentukan sesuai dalam pasal 66 PP No.4/1988 tentang Rumah Susun.
Secara umum model organisasi unit pengelola lokasi dibedakan dalam dua model sbb:
1.    Model Swakelola yaitu pengelola opersional merupakan bagian dari organisasi pemilik atau yang mewa- kili pemilik rusunawa, yaitu Unit Pengelola Teknis atau Badan Usaha milik Negara/Daerah (BUMN/ BUMD) atau perhimpunan peng- huni/pemilik rusunawa atau perusa- haan pengembang rusunawa.
2.    Model kerjasama operasional yaitu pengelola operasional merupakan pihak ketiga, terdiri dari properti, koperasi dan perhimpunan peng- huni yang bermitra dengan pemilik yang mewakili pemilik/pemegang hak pengelolaan asset rusunawa untuk melaksanakan tugas penge- lolaan operasional rusunawa dalam jangka waktu yang ditentukan dan sesuai dengan peraturan yang ber- laku.
Pengelolaan pembangunan rumah susun sederhana sewa sudah diatur berdasarkan Peraturan Negara Perumahan Rakyat No.14/Permen/M/- 2007 Bab III pasal 4 yaitu peman- faatan fisik bangunan rumah susun sederhana sewa merupakan kegiatan pemanfaatan ruang hunian maupun bukan hunian. Sedangkan dalam paragraf 1 pasal 9, dinyatakan bahwa perawatan bangunan rumah susun sederhana sewa adalah kegiatan meperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan rumah susun sederhana sewa dan atau komponen bahan bangunan dan atau prasarana dan sarana agar bangunan rumah susun sederhana sewa tetap laik fungsi.
Pesatnya pertumbuhan pendu- duk di Kota Bandung membawa dampak ikutan berupa tata kota dimana Bandung tidak memiliki pijakan hukum untuk menarik retribusi ataupun mengelola rusunawa secara menyeluruh. "Sekalipun rusunawa itu dibangun di atas tanah Pemkot, aset bangunan adalah milik pemerintah makin semrawut. Kepadatan penduduk kota pun memunculkan pertambahan kebutuhan akan lokasi hunian yang layak dan memadai. Dari waktu ke waktu alternatif hunian vertikal, seperti rumah susun sederhana sewa (rusunawa), menjadi keperluan yang tak terelakkan.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 2,6 juta jiwa dan laju pertam- bahan penduduk 3,17 persen per tahun, sukar membayangkan seluruh warga Kota Bandung tertampung di hunian konvensional. Apalagi, harga tanah di Kota Kembang semakin melambung. Hal itu mengakibatkan warga berpenghasilan rendah semakin kesulitan mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Warga kota yang berpenghasilan rendah, yakni mereka yang setiap bulan mendapatkan gaji kurang atau sama dengan upah minimum regional Kota Bandung sekitar Rp 1 juta, paling memungkinkan mengakses hunian vertikal berbentuk rumah susun sederhana sewa. Hingga kini pola pembangunan rusunawa melibatkan peran pemerintah pusat dan peme- rintah daerah. Pembangunan fisik rusunawa dikerjakan oleh Kemente- rian Pekerjaan Umum dan Kemente- rian Perumahan Rakyat, sedangkan pembebasan lahan menjadi kewe- nangan Pemerintah Kota Bandung.
Dengan pola tersebut, sejumlah proyek rusunawa di Kota Bandung, antara lain di Sadang Serang, Industri Dalam, Rancasili dan Cingised, kesulitan berkembang. Persoalan aset, pembebasan lahan, serta peliknya aturan pengelolaan rusunawa mem- bayangi pemenuhan hak dasar warga akan tempat tinggal. Dengan kondisi semacam itu, pembangunan rusunawa belum bisa secara maksimal mem- bantu warga berpenghasilan rendah untuk menikmati hunian vertikal yang terjangkau. Selain kultur warga yang belum terbiasa dengan hunian vertikal, ketidakjelasan pengaturan rusunawa juga membuat warga ragu-ragu.
Rusunawa Cingised di Kelu- rahan Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik, yang terdiri atas lima blok, misalnya, sejak 2008 baru terisi sekitar dua blok. Setiap blok rusunawa yang mulai dibangun tahun 2005 itu terdiri atas 96 unit hunian berukuran 20 meter persegi atau bertipe 21.
Dengan pola yang berlaku seka- rang, Pemkot Bandung juga bertang- gung jawab membenahi jalur akses dan merawat sanitasi di dalam kompleks rusunawa.
Tarif sewa bisa dikenakan kepada penghuni rusunawa jika pemerintah pusat menghibahkan aset bangunan ke Pemkot Bandung. Proses hibah itu pun tidak mudah karena hibah aset negara harus mendapatkan izin Kementerian Keuangan.
Pemerintah kota Bandung ber- harap aturan tentang rusunawa segera diperjelas karena animo warga untuk tinggal di rusunawa cukup tinggi. Untuk Rusunawa Cingised saja sudah ada sekitar 3.000 warga yang berminat menempati. Namun, ketiga blok yang tersedia belum dibuka oleh Pemkot Bandung.
        
KESIMPULAN
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, implementasi kebijakan penge- lolaan rumah susun sederhana sewa:
1.    Implementasi kebijakan pengelo- laan rusunawa di kota Bandung belum tepat sasaran, hal ini di- tunjukkan oleh rendahnya tingkat pemanfaatan rusunawa oleh masya- rakat berpenghasilan rendah dan khusus untuk Rancasili terjadi besarnya tingkat pengalihan hak sewa atau beli oleh pembeli atau penyewa kepada  kepada pihak lain. Hal ini disebabkan oleh karena ketidaksesuaian antara program rusunawa yang ditawarkan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bandung dengan kelompok sasaran yaitu masyarakat berpeng- hasilan rendah; ketidakmampuan masyarakat berpenghasilan rendah  membayar biaya sewa (unafforda- bility) atas rumah susun serta tidak dilibatkannya kelompok sasaran dalam proses perumusan kebijakan rusunawa.
2.    Konsep kebijakan rusunawa yang sesuai dengan konteks pemerintah Kota Bandung adalah konsep ke- sesuaian antara program, target group dan unsur pelaksana. Inte- grasi dan sinergi antara ketiga unsur implementasi kebijaka rusu- nawa akan menghasilkan efekti- vitas prosedural maupun substan- sial dari implementasi kebijakan rusunawa. Konsep kebijakan ini memperhatikan aspek kesesuaian, keterlibatan target group (kelompok sasaran) konsep implementasi kebi- jakan yang memperhatikan aspek keterlibatan kelompok sasaran (target group) dalam perumusan kebijakan dan aspek kesesuaian dalam pelaksanaan kebijakan sehingga implementasi kebijakan rusunawa lebih efektif tidak hanya secara prosedural tetapi secara substansial.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L., 1999, Pengantar dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Yogyakarta, BPEE.
Harian Pikiran Rakyat, Pemukiman Kota Bandung, 20 Maret 2010.
Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa.
Koeswahyono, 2004, Dampak Keha- diran Rusunawa bagi Penataan Bangunan dan Infrastruktur di Daerah Sekitar Kawasan Ter- bangun.
Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana Pemba- ngunan Jangka Menengah Dae- rah (RPJMD) Kota Bandung, 2009-2013.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.