Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Hubungan Pusat dan Daerah dalam Penyelenggaraan Pembangunan di Indonesia


Oleh:
Yusef  Wandy
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Langlangbuana Bandung
e-mail: wandyyusef@yahoo.com



ABSTRAK

Persoalan pokok di bidang pemerintahan sesudah Era Reformasi adalah penyelenggaraan Pembangunan Nasional. Penumpukan kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang berlebihan pada masa orde baru, menjadikan masyarakat di daeah-daerah hidup dalam kondisi kemiskinan dan
kemelaratan. Sebagian para cendekiawan menyebutkan secara ekstrim sebagai ‘proses pemiskinan oleh pusat ke daerah”. Harapan dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri semakin jauh dari kenyataan. Memasuki era reformasi pemerintah melancarkan Sistem Desentralisasi melalui Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus yang mengatur Hubungan Pusat dan Daerah. Melalui sistem ini pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan Otonomi Daerah dan pengaturan sumber daya nasional. Hal ini memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Di sisi lain melalui sistem ini diharapkan akan mendorong daerah semakin kreatif dan inovatif dalam merancang program pembangunan daerahnya. Permasalahan yang ada adalah apakah di masa yang akan datang Era Reformasi tetap mampu mempertahankan keseimbangan antara tuntutan  adanya suatu Pemerintahan Pusat yang kuat di satu sisi dan dan adanya keharusan membantu Pemerintahan Daerah untuk perkembangan pembangunan daerah di sisi lain.
Kata Kunci: Hubungan Pusat dan Daerah, Pembangunan.


ABSTRACT

The main issue in the government area after the new order area is the implementation of national development. Centralization of government’s authority in the new order era made the people in the region lived in the poorness and miserable condition. Some intellectuals mentioned extremely as “a poorness process by the center to the region.” The hope from the region government to build its own region based on its will and ability is getting farther from the reality. Entered reformation era, government implemented a decentralization system though region autonomy and special autonomy that regulate the center and region relationship. Through this system, the region development which is an integral part from the national development is implemented based on region autonomy and arrangement of national resources. These region autonomy system will give an opportunity to increase the democratic environment, and also efficiency and successful of governmental service and development to increase people’s welfare. It is hoped that this system will encourage region to be more creative and innovative in designing the development program in its region. The problem is, will reformation era in the next future be able to keep the balance between demand for a strong center government in one side and an obligation to help the region government to develop the region development in another side.
Keyword: Center and region relationship, development.




PENDAHULUAN
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, Hubungan Pusat Daerah itu demikian eratnya, karena hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri temyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan.Yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan Pemerintah Pusat sebagai wujud ke-tidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Belanja Daerah.
Dalam Hubungan Pusat dan Daerah ini telah diimplementasikan melalui tatanan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menjelaskan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat  yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, dengan menekankan pada pembagian urusan yang berkeseimbangan berdasarkan asas ekstemalitas, transparansi, akuntabihtas dan efisiensi.
Secara umum pembangunan daerah sebagaimana yang dijelaskan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2004, ditujukan untuk mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab, mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat, mempercepat pembangunan pedesaan, mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil, memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah dan meningkatkan pembangunan di seluruh daerah guna mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera.

PENGERTIAN-PENGERTIAN 
Pengertian Pembangunan
Istilah "pembangunan" pada saat ini diterjemahkan dari istilah asing "development yang berarti perkembangan. Istilah pembangunan mempunyai arti luas, baik mencakup pengertian yang abstrak maupun yang nyata dan meliputi berbagai objek baik yang merupakan organisasi hidup maupun benda mati yang tidak bergerak. Secara harfiah terdapat beberapa pengertian pembangunan yang dikemukakan sebagai berikut:
a.         Pembangunan adalah usaha secara sadar untuk mengubah nasib atau ikhtiar untuk mengubah masa lampau yang buruk menjadi jaman baru yang lebih balk lagi (Poerwadarminta, 1996:87).
b.        Pembangunan didefinisikan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan peaibahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1984:3).
c.         Pembangunan merupakan suatu proses pembaruan yang kontinyu dan terus menerus dari suatu keadaan ke keadaan yang dianggap lebih baik (Tjokroamidjoyo, 1986).
d.        Ahli lain mengatakan pembangunan adalah proses multi dimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga Nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (Inequality) dan pemberantasan kemiskinan absolut.
Berdasarkan beberapa pengertian atas, dapat ditarik beberapa inti pokok sebagai berikut:
Pertama, Pembangunan sebagai sarana perubahan, sasaran pembangunan biasanya meliputi bidang fisik dan non fisik. Pembangunan fisik cirinya dapat dilihat dan diukur. Sedang non fisik cirinya adalah sulit dilihat, sulit diukur dan hanya dapat dirasakan. Pembangunan non fisik mencakup perubahan nilai perilaku sikap hidup masyarakat dari keadaan yang tradisional ke arah yang nasional dalam anti yang menunjang pembangunan.
Kedua, Pembangunan dalam anti pertumbuhan, antinya pembangunan tidaklah bersifat statis akan tetapi sebaliknya dinamis, melalui tahapan-tahapan tertentu. Bagi negara kurang maju (developed), sekaligus untuk menuju ke arah itu membutuhkan sumber daya dan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Rostow (1960) merupakan salah satu ilmuwan yang menonjolkan dalam karyanya yang berjudul "The Stages of Economic Growth: A Non Communist Manifest" menjelaskan bahwa tahap-tahap pertumbuhan yang dilalui negara modern hingga mencapai keadaan sekarang itu adalah:
a.         Masyarakat tradisional di mana produktivitas ekonomi masih terbatas karena tidak mencukupinya pengembangan teknik-teknik ekonomi.
b.        Pra kondisi untuk tinggal landas, di mana pembangunan merupakan sektor utama (dealing sector) dalam ekonomi yang secara positif mempengaruhi sektor-sektor yang lain, peningkatan produktivitas pertanian untuk menunjang aktivitas sektor utama dan peningkatan.
c.         Tinggai landas (take off) yakni satu interval di mana bagian yang lama dari frame work social, politik dana institusional untuk memudahkan dorongan menuju perluasan pembangunan.
d.        Masa menjelang kedewasaan, suatu interval panjang untuk bertahap kalau fluktuasi ekonomi bergerak maju, dengan investasi yang mantap sebesar 10% s.d 20% dari pendapatan nasional dan adanya sektor-sektor utama lainnya yang mendukung sektor utama yang lain.
e.         Abad konsumsi massa yang tinggi suatu perubahan struktural tidak lagi terjadi secara cepat, dan sektor utama bergerak ke arah barang-barang konsumen dan jasa.

Pengertian Pembangunan Nasional
Konsep pembangunan Nasional berkaitan erat dengan pembangunan bangsa. Dari beberapa pendapat sarjana antara lain dapat diungkapkan bahwa pembangunan bangsa merupakan bagian integral pembangunan Nasional suatu Negara. Pembangunan setiap bangsa Dunia Ketiga bersifat multi dimensi yaitu pembangunan yang meliputi semua segi kehidupan nasional: politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu berbagai sumber menjelaskan pembangunan politik dan pembangunan sosial.
Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh Siagian (1984) bahwa istilah pembangunan nasional harus dilihat dalam konteks yang luas. Alasannya bahwa terdapat kesepakatan yang mengatakan bahwa pembangunan nasional harus mencakup segala segi kehidupan dan penghidupan bangsa negara yang bersangkutan meskipun dengan skala prioritas yang berbeda dari satu Negara ke Negara yang lain.
Pada hakekatnya pembangunan Nasional didasarkan pada lima ide pokok yaitu:
a.    Pembangunan pada dasarnya mengandung pengertian perubahan dalam anti mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
b.    Pembangunan dalam anti pertumbuhan yaitu kemampuan suatu Negara, bangsa untuk terus berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif cakupannya perlu meliputi seluruh segi kehidupan.
c.    Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan, artinya keadaan sadar atau tidak terjadi dengan sendirinya, tujuan, arah dan jenis berbagai kegiatan dengan sengaja ditentukan dan seluruh potensi serta kekuatan Nasional diarahkan.
d.    Pembangunan didasarkan ada suatu rencana yang tersusun secara rapi untuk satu kurun waktu tertentu.
e.    Pembangunan muaranya adalah tujuan akhir suatu Negara yang biasanya berkisar pada konsep-konsep keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan yang sama di mata hukum, kesejahteraan   material,   mental   dan spiritual, kebahagiaan untuk semua, ketenteraman, keamanan.

Dalam hubungannya dengan pembangunan Nasional di Indonesia misalnya dalam Program Pembangunan Nasional 2004 ditegaskan bahwa tujuan nasional termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa oleh penyelenggara negara yang lembaga tertinggi negara bersama-sama seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dana masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dan memanfaatkan   kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan   kehidupan   bangsa   yang   berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya.
Pelaksanaan pembangunan nasional dituangkan dalam program pembangunan nasional lima tahun (Propenas) yang menurut uraian kebijakan secara rinci dan terukur yang ditetapkan oleh Presiden bersama DPR. Propenas ini dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut dikemukakan oleh Siagian (1984) bahwa penyelenggaraan pembangunan Nasional pada umumnya dilandaskan pada 10 (sepuluh) prinsip, yaitu kesemestaan, partisipasi rakyat, keseimbangan, kontinuitas, pendekatan sistem, mengandalkan; kekuatan sendiri, kejelasan strategi dasar, skala prioritas yang jelas, kelestarian ekologi, dan pemerataan disertai pertumbuhan.

Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan merupakan bagian dari instrumen pembangunan, bagian dari upaya untuk mengubah kondisi dan posisi hidup masyarakat guna mencapai suatu situasi yang lebih baik dan bermakna.Pada dasarnya, perencanaan pembangunan merupakan hasil perjuangan kepentingan di antara pihak-pihak yang mengambil bagian di dalam pembangunan. Suatu perencanaan yang memadai, yang memuat dua segi, yaitu (1) mengakui lokalitas sebagai rencana dan tindakan-tindakan yang khas dari suatu lokal tertentu, dan (2) mengakui integrasi sebagai bentuk dari kerja sama antar daerah sehingga perencanaan tetap berada dalam bingkai perencanaan nasional.
Sesuai dengan UU otonomi daerah Nomor 32 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, maka proses pembangunan daerah tidak semata-mata dilihat sebagai bagian dari pembangunan nasional, tetapi harus dipandang sebagai hak dan kepentingan daerah. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah antara lain harus memperhatikan potensi dan keaneka- ragaman daerah sehingga adanya pengakuan terhadap perencanaan pembangunan daerah merupakan konsekuensi logis dari pluralitas dan keunikan daerah tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, perencanaan pembangunan daerah menjadi bagian dari perjuangan daerah dalam merumuskan kebutuhannya dan cita-cita masyarakatnya yang dipadukan dengan ketersediaan sumber daya atau potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan daerah bukan sebagai penjabaran perencanaan pembangunan nasional, melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal dari proses yang partisipatif (Abe, 2001:51).
Jika perencanaan pembangunan daerah di pandang sebagai hasil kreasi masyarakat dan kebijakan pemerintah pusat, maka perlu pergeseran peran dalam perencanaan pembangunan di daerah. Pemerintah Pusat hanya menyediakan dana pembangunan sedangkan daerah merupakan pencipta program pembangunan di daerah. Pergeseran peran ini akan mendorong daerah semakin kreatif dan inovatif dalam merancang program pembangunan daerahnya (Sarundajang, 1999).
Skema otonomi daerah yang baru sebagaimana diuraikan di atas, lebih menekankan hak bagi daerah dan urgensi prakarsa masyarakat sehingga posisi daerah dalam menentukan rumah tangganya sendiri semakin kuat. Berkaitan dengan hal ini, maka perencanaan pembangunan daerah merupakan formulasi aspirasi masyarakat setempat dalam rangka mencapai suatu kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna, melalui langkah-langkah pembangunan.
Model perencanaan yang dapat dijadikan alternatif untuk melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab adalah perencanaan daerah yang berbasis rakyat dan perencanaan partisipatif.
Suatu perencanaan berbasis prakarsa masyarakat adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat. Suatu perencanaan daerah yang berbasis prakarsa rakyat pada dasarnya membutuhkan perubahan kebijakan  dan pendidikan politik rakyat. Sedangkan perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat. Suatu perencanaan yang ingin melibatkan kepentingan masyarakat tentu saja perencanaan harus berjuang untuk menggali segala permasalahan masyarakat secara seksama dan merumuskannya dengan tepat.
Perencanaan pembangunan daerah akhirnya akan sangat tergantung pada format politik yang dikembangkan setiap daerah dan asumsi-asumsi awal yang digunakan dalam melihat masyarakat dan persoalannya, proses yang dijalankan dan karakter dari daerah. Namun demikian, perencanaan pemba­ngunan daerah tidak diartikan sebagai penutupan pintu daerah terhadap pusat. Bagaimanapun sebuah daerah tidak akan bisa berkembang sendiri tanpa hubungan kerjasama yang produktif dengan daerah lain yang tertata dalam perencanaan nasional.
Sebagaimana diuraikan sebelum- nya, bahwa perencanaan pembangunan daerah dalam batas-batas tertentu masih berada dalam kerangka pembangunan nasional. Dalam pelaksanaannnya program pembangunan lima tahun (Propenas) yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur yang ditetapkan oleh Presiden bersama DPR. Propenas dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repetanas) yang memuat APBN yang ditetapkan Pre­siden bersama DPR. Propena pada dasarnya berisi visi, misi tujuan, sasaran, kebijaksanaan program dan kegiatan yang realistis dari Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen (Rencana Strategis Departemen/LPND). Sedangkan daerah menyusun Program Pembangunan Daerah (Propeda) yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan DPRD. Propeda kemudian dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) yang memuat APBD dan ditetapkan Kepala daerah bersama DPRD. Pada dasarnya Propeda memuat visi, misi, tujuan, sasaran kebijaksanaan, program dan kegiatan yang realitas dari Dinas/Non Dinas Daerah (Renstra Dinas/Non Dinas).


HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 

1.    Perencanaan Strategik menentukan arah dan kebijakan pembangunan yang berorientasi Publik
Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu daerah. Aktivitas pemerintah akan terlaksana dengan baik jika seluruh tahapan proses perencanaan dilaksanakan secara konsekuen. Perencanaan strategik mendorong pemikiran ke depan dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yang akan datang. Diyakini juga bahwa kinerja organisasi yang meng-gunakana perencanaan strategik, baik organisasi besar maupun kecil, jauh melampaui organisasi lainnya yang tidak menggunakan perencanaan strategik. Hal ini antara lain karena perencanaan itu didasarkan atas visi dan misi strategik yang jelas. Visi dan misi strategik itu sendiri mampu mengendalikan arah perencanaan yang baik.
Perencanaan strategik memiliki peranan yang penting bagi pemda, karena disanalah terlihat dengan jelas peranan Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan semua unit kerjanya. Bagi kebanyakan pemerintah daerah, perencanaan strategik akan membantu dalam menentukan arah masa depan daerahnya, kecamataannya dan desanya. Dengan melaksanakan perencanaan strategik secara benar, para eksekutif daerah dapat meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat terasnya dalam mengevaluasi, memilih dan mengimplementasikan berbagai pendekatan alternatif untuk membiayai dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakatnya. Secara lebih spesifik, dengan konsep perencanaan strategik berarti kita membicarakan hubungan antara lingkungan internal dan eksternal. Lebih dari itu, perencanaan strategik bahkan mampu memberikan petunjuk bagi para eksekutif dalam upaya mempengaruhi dan mengendalikan lingkungan itu dan tidak hanya sekedar memberi reaksi atas perubahan di tingkat eksternal tersebut. Dengan demikian, pemerintah daerah diharapkan tetap mampu mengendalikan arah perjalanannya menuju sasaran yang dikehendaki.
Di tingkat internal, perencanaan strategik mampu menciptakan sinergi dan I'esprit de corps, yaitu semangat korp yang penuh integritas, sehingga dapat melicinkan jalan menuju sasaran yang diinginkan. Semangat itu dihaharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja, sehingga daerah akan mampu memanfaat- kan peluang dan mengantisipasi tantangan seoptimal mungkin. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada semakin baiknya pelayanan pada masyarakat dan dunia usaha.

2.    Etika Pembangunan
Di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan. Itulah sebabnya banyak penulis yang menganalisa administrasi negara berkembang menggunakan istilah birokrasi pembangunan atau administrasi pembangunan. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dan harus berorientasi kepada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistik), mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu ke arah kemajuan atau harus mampu menjadi agen-agen perubahan (change agents).
Dengan demikian wajar apabila administrator pembangunan diberi hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Keleluasaan untuk mengambil kebijakan administratif ini diberikan teknis dan azas-azas manajerial dalam proses administratif tetapi juga membuka diri terhadap pemahaman mengenai karakter dan kultur masyarakat.
Rumusan yang terdapat dalam Propenas secara ekplisit telah menyebut- kan bahwa ideologi pembangunan yang kita anut menciptakan pembangunan manusia seutuhnya. Itu berarti bahwa pembangunan nasional tidak hanya mengutamakan tercukupinya kebutuhan-kebutuhan materi, sistem ekonomi yang sehat, dan taraf hidup yang lebih baik, melainkan juga terbinanya manusia-manusia Indonesia yang berwatak, berkepribadian, memiliki rasionalitas dan visi ke depan, dan mempunyai nilai-nilai moralitas yang tinggi. Manusia tidak ditempatkan sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek atau titik sentral yang akan menentukan rah pembangunan itu sendiri. Maka para administrator yang terlibat langsung pada perencanaan maupun operasionalisasi program-program pembangunan diharuskan untuk selalu mempertimbangkan nilai-nilai yang wajib dianut dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan mereka. Asas-asas pembangunan yang manusiawi itu mungkin terlalu abstrak untuk dikaitkan dengan tugas-tugas yang bersifat teknis, tetapi melalui penilaian yang bijaksana dari para administrator semua kebijakan akan selalu mengandung konsekuensi yang terkait dengan ide-ide pembangunan yang paling mendasar tersebut.

3.    Perkembangan Pusat-Daerah di Masa Datang
Apakah yang akan terjadi di masa yang akan datang? Mampukah pemerintah di Orde Reformasi ini tetap mempertahankan keseimbangan antara tuntutan bagi adanya suatu pemerintahan Pusat yang kuat disatu sisi dan keharusan membantu pemerintah daerah demi perkembangan pembangunan di daerah di sisi lainnya. Apakah Pusat cukup kuat dan stabil sehingga dapat memberikan peluang bagi daerah-daerah untuk memiliki otoritas yang lebih besar melalui penekanan pada pembangunan daerah? Tak dapat dipungkiri bahwa selama periode ini, Indonesia nampak lebih terintegrasi dibandingkan periode-periode sebelumnya. Fokus perubahan dalam periode Re­formasi, termasuk dalam hal ini sudah ada keseimbangan pengontrolan antara pusat dan daerah, adanya kemajuan yang pesat di bidang komunikasi dan transportasi, tersebarnya pendidikan dan penggunaan bahasa nasional secara meluas, kematangan masyarakat dalam berpolitik semakin dewasa untuk memilih calon-calon pimpinan daerah yang bertanggungjawab dan terpilih secara langsung oleh rakyat.
Di berbagai daerah konflik seperti Aceh dan Papua yang terus berupaya diberikan otonomi khusus sesuai dengan pemberlakuan UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 yang sekarang ini sudah diberikan kesempatan untuk memandirikan wilayahnya masing-masing. Hal tersebut sudah berlangsung sangat lama sebagai imbas tidak adanya keseimbangan antara Pusat dan Daerah. Beberapa daerah di luar Jawa merasa diperlakukan tidak adil oleh pusat dalam alokasi dana dan dalam hal keleluasaan mereka dalam menentukan kebijaksanaan sendiri, terutama dalam bidang pembangunan.
Geertz beberapa tahun silam (seorang sosiolog Belanda) menandaskan bahwa, sifat kepulauan dari sudut geografis, keanekaragaman peradaban dan kebudayaan, akan memperkaya Indonesia apabila negara ini menerima dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dan akan menghancurkan apabila negara mengabaikannya dan memberangusnya.
Hingga akhir tahun 1999, pemerintah Orde Baru digantikan oleh pemerintah Orde Reformasi yang menuntut adanya keseimbangan pemerintah Pusat dan Daerah terbukti tidak berhasil mempertahankan perbedaan yang mencuat ke permukaan sehingga tuntutan otonomi daerah semakin kuat dan mendewasakan rakyat. Kondisi fleksibilitas ini telah mendorong kepada kemajuan pembangunan daerah di masa-masa yang akan datang sebagai akibat faktor-faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal jelas menyangkut pembangunan pemerintahan daerah dan meningkatnya tekanan terhadap Pusat untuk dapat memberikan lebih banyak dana dan lebih terdesentralisasikannya kekuasaan, yang mungkin akan mencapai suatu titik dimana konflik dapat terjadi.
Demikian juga faktor eksternal mencakup tekanan ekonomi oleh negara super power seperti Amerika Serikat yang harus dihadapi Indonesia dimana ketidakstabilan pasar minyak dunia yang secara langsung mempengaruhi perekonomian Indonesia, akan mendorong terjadinya pemotongan secara besar-besaran subsidi Pusat atas daerah-daerah. Dengan demikian ancaman terbesar pada masa yang akan datang terletak pada proses pembangunan yang dihadapkan pada berbagai tekanan yang mengakibatkan infleksibilitas di pihak Pusat yang mudah mendorong pada perbedaan dan mendukung kekuatan yang mengarah pada desintegrasi bangsa.

KESIMPULAN
Bagaimanakah suatu negara melaksanakan pemerintahan, siapa yang memainkan peranan penting dalam proses tersebut dan cara sistem pemerintahan yang dirancang guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda dengan kondisi serta karakteristik yang unik pada setiap wilayah Nusantara ini.
Dalam kasus Indonesia, terlihat adanya upaya-upaya untuk menciptakan suatu struktur pemerintahan yang kuat dan efektif dalam suatu negara yang luas dan beraneka ragam melalui perubahan yang cepat. Melihat kembali pada semua upaya tersebut, khususnya dalam enam puluh delapan tahun sejak Indonesia merdeka hingga masa Orde Reformasi ini, terlepas dari luas dan keanekaragamannya, Indonesia telah mengembangkan suatu sistem yang cukup efisien (melalui UU Otonomi Daerah No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah). Sistem tersebut merefleksikan tuntutan untuk menyeimbangkan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sistem tersebut menghasilkan suatu struktur yang terumuskan secara baik dan artikulatif bagi pemerintah daerah sampai ke tingkat desa. Dalam Periode Orde Reformasi ini, ia mampu memenuhi berbagai macam tuntutan yang harus dihadapi dan diperjuangkan bersama.
Sekalipun demikian, Sistem ini masih relatif baru, khususnya pada tingkat pemerintahan daerah, yang sudah mampu membuktikan diri dan menunjukkan bahwa pada semua tingkat pemerintahan, sistem ini dapat mencerminkan dan sepenuhnya mengartikulsikan berbagai kebijaksanaan pemerintah. Sistem ini sudah tentu masih memerlukan perbaikan-perbaikan yang sungguh-sungguh dalam hal latihan dan penanganan man-powernya, yang terpenting adalah, bahwa sistem ini harus dapat menunjukkan bahwa ia mampu beradaptasi terus menerus dengan berbagai kondisi yang berubah ubah dengan cepatnya dan memenuhi tantangan-tantangan baru serta mungkin lebih besar dari pada yang harus dihadapi sebelum ia mapan pada dekade yang akan datang. Selanjutnya, sistem ini akan benar-benar diuji, khususnya bila terjadi perubahan-perubahan internal yang besar. Termasuk perubahan dalam pemerintahan atau kepemimpinan sekarang ini dalam mengatasi pembangunan di segala bidang


DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2001. Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Poerwadarminta. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Rostow. 1960. The Stages of Economic Growth: A Non Communist Manifesto. Cambridge: CV Press.
Sarudajang. 1999. Arus Balik Keuangan Pusat ke Daerah. Jakarta: Pus­taka Sinar Harapan.
Siagian, Sondang, P., 1984. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung.
Tjokroamidjoyo, Bintoro. 1986. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka Harapan.


DOKUMEN

Republik Indonesia, 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta: Menteri Dalam Negeri Rl.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Menteri Dalam Negeri Rl.