(Suatu Pendekatan
Teoritis)
Oleh:
Ero
Suhara
Jurusan
Ilmu Pemerintahan Universitas
Langlangbuana Bandung
e-mail:
e.suhara@yahoo.co.id
ABSTRAK
Komposisi
masyarakat Indonesia yang sarat akan heterogenitas erat kaitannya dengan
kemunculan partai-partai politik yang lahir pasca reformasi, di mana aspirasi
masyarakat yang majemuk lebih diakomodasi. Oleh kerena itu penerapan sistem
multipartai merupakan solusi ampuh untuk
meningkatkan partisipasi politik
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berpolitik akan sangat dipengaruhi
oleh tingkat kepercayaan warga negara terhadap wakil-wakilnya yang duduk di
partai politik. Selain itu dengan sistem multipartai, fungsi dan peran dari
partai politik sebagai pembuat kebijakan akan lebih memungkinkan untuk
dibuatnya alternatif-alternatif dalam perumusan kebijakan pemerintah.
Kata Kunci: Partisipasi
masyarakat, partai politik, aspirasi
ABSTRACT
Heterogeneity
composition of Indonesian society closely related to the emergence of political parties after the reform, which is more diverse aspirations
of the people accommodated. Therefore
the application of a multi-party system is a powerful
solution to increase the political participation of the people. Public participation in politics will be greatly
influenced by the
level of trust citizens to
their elected representatives in political parties. In
addition to the multi-party
system, the function and role of political
parties as policy-makers will be more likely to
alternatives made in the formulation of government policy.
Keywords: community
participation, political parties,
aspirations
PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 berbunyi
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulisan
dan sebagiannya diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Seperti telah kita ketahui jika sistem politik suatu
negara mengakui lebih dari tiga partai,
maka sistem tersebut menganut sistem multi partai. Secara teoritis
keanekaragaman dalam komposisi masyarakat akan menjurus ke arah perkembangan sistem
multi partai dimana perbedaan ras, agama, suku bangsa adalah kuat, golongan
masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan dalam suatu wadah partai
politik.
Dalam penerapan sistem multi partai dimana
masyarakat lebih banyak terlibat dalam proses politik dibandingkan masa
pemerintahan sebelumnya yang memakai
sistem non multi partai. Atas dasar perubahan ini mencoba mengungkap apakah dengan
penerapan sistem multi partai yaitu ketika masyarakat diberikan beberapa
alternatif untuk menentukan sikap politiknya, apakah peristiwa ini akan banyak
mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat, minimalnya kondisi
masyarakat mengalami suatu perubahan kultur politik yang berbeda dibandingkan
dengan masa-masa sebelumnya.
Dalam makalah ini, setelah
diterapkannya sistem multi partai di Indonesia, bagaimana sikap atau
kecenderungan masyarakat dalam menghadapi kondisional yang berkembang pada
pasca reformasi atau apakah dengan perubahan ini yang di dalamnya dengan
diterapkannya sistem multi partai ini membuat masyarakat semakin kritis dengan
perkembangan politik yang terjadi atau justru sebaliknya yaitu masyarakat
semakin apatis terhadap perkembangan
politik yang ada sehingga akan bermuara pada rendahnya tingkat partisipasi
masyarakat.
KERANGKA PEMIKIRAN
Salah satu sarana untuk berpartisipasi adalah
politik secara umum partai politik dapat dikatakan bahwa partai politik adalah
suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai presentasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan selalu melaksanakan kebijakan-kebijakan
mereka.
Sedangkan Subakti (1992) berpendapat bahwa
Partisipasi politik dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif
yaitu sebagai berikut: “Yang termasuk partisipasi aktif adalah mengajukan
usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kegiatan umum, yang
berlainan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan dan perbaikan
untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah.
Sedangkan yang termasuk dalam kategori partisipaso pasif adalah kegiatan yang
mentaati pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan
pemerintah”.
Seseorang berpartisipasi atau kurang berpartisipasi
dalam proses politik, faktor-faktor yang diperkirakan tinggi rendahnya
partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik kepercayaan terhadap
pemerintah atau terhadap sistem politik yang ada.
Yang dimaksud kesadaran politik adalah kesadaran
atas hak dan kewajibana sebagai warga negara, hal ini meliputi pengetahuan
seseorang tentang lingkungan masyarakat atau kondisi sosial masyarakat dan
poltik tempat ia hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan kepercayaan terhadap
pemerintah adalah penilaian seseorang terhadap pemerintah, atau sistem yang ada
apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya atau dapat dipengaruhi atau tidak.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Peige dalam
Subakti (1992) bahwa partisipasi
politik yaitu: “Apabila
seseorang mempunyai kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah yang
tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif, sebaliknya apabila kesadaran
politik dan kepercayaan terhadap pemerintah rendah maka partisipasi politik
cenderung pasif tertekan (apatis)”.
Sebab-sebab
Partisipasi Politik
Meskipun sudah cukup lama dicanangkan, bagi manusia
hakekatnya adalah insan politik, tetapi sampai pada saat sekarang ada masalah
yang tetap terjadi bahan pembicaraan di kalangan para ahli,
bagaimana caranya membawa manusia ke arah hakekat insan politik itu sendiri.
Erat
kaitannya di atas bahwa manusia diakui mempunyai berbagai hak dan kewajiban
dalam kehidupan politik negara namun untuk mewujudkannya adalah sulit, atau
dengan beberapa sisitem politik tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik
Seiring dengan kompleksnya kebutuhan dan keinginan
manusia dalam rangka mempertahankan eksistensinya negara justru mengadakan
pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebutuhan keinginan terhadap warga
negara tersebut demi eksistensinya negara itu sendiri, konsekwensinya adalah
sering terjadinya benturan-benturan di antara keduanya, yaitu di antara kebutuhan dan
keinginan masyarakat atau infra struktur dengan kebutuhan politik atau kemauan
politik pemerintah atau supra struktur.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa tiap-tiap
negara dengan politik yang dianutnya
mempunyai ruang atensi dianutnya sendiri terhadap kemungkinan-kemungkinan
partsisipasi politik warga negaranya. Dalam hubungan ini Haricahyono (1986) mengemukakan dua ekstern yang memberi ciri orang terhadap
kemungkinan orang berpartisipasi dalam politik yaitu sebagai berikut:
a.
Pola
yang pertama, adalah yang bisa terjadi dalam sistem politik demokrasi dengan
pola ini dengan tidak memandang ciri-ciri demokrasi yang pada dasarnya juga
bermacam-macam secara konseptual ada kemungkinan yang besar warga negaranya
akan berpartisipasi politik.
b.
Pola
yang kedua, terjadi di negara-negara yang bersistem politik otoriter, yang pada
prinsipnya kurang memberikan tempat bagi partisipasi warganya, hal ini terjadi
karena negara-negara yang bersistem politik demikian memang akibat dari
partisipasi yang merupakan awal dari situasi disintegrasi nasional yang tidak
diinginkan.
Dengan
demikian partisipasi masyarakat akan muncul dan berkembang, akan banyak
dipengaruhi oleh sisitem politik yang ada, artinya bahwa tingkat partisipasi
politik masyarakat akan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan warga negara terhadap sistem politik yang dianut oleh
negara-negara yang bersangkutan.
Partai Politik dianggap sebagai salah satu atribut
dalam demokrasi modern dan partai politik sangat di- perlukan kehadirannya
dalam masyarakat negara yang berdaulat, hal tersebut tak seorangpun dapat
membantahnya.
Partai politik memang salah satu syarat bagi
negara-negara yang berdaulat, tidak saja sebagai salah satu sarana untuk
menyalurkan aspirasi rakyat kepada pemerintah negaranya, akan tetapi partai
politik sekaligus ikut terlibat dalam proses penyelenggaraan negara melalui
wakil-wakil yang duduk di dalam berbagai lembaga-lembaga negara yang ada.
Umumnya pada negara-negara yang masyarakatnya
bersifat majemuk, cenderung untuk memakai sistem multi partai di mana terdapat
bermacam-macam perbedaan sosial, seperti ras. suku, agama dan status, maka
golongan-golongan dalam masyarakat akan lebih cenderung menyalurkan legalitas
daripada bergabung dengan kelompok-kelompok lain yang berbeda orientasinya.
Kita ketahui bersama jika dalam suatu negara sistem
politiknya mengakui tiga atau lebih partai politik maka negara tersebut
dikatakan menganut sistem multi partai, dan biasanya dalam sisitem ini terdapat
suatu persyaratan antaralain susunan lembaga perwakilan rakyat bersifat
koalisi, atau sekurang-kurangnya dua atau lebih kekuatan politik, dalam sisitem
multi partai ini biasanya tidak pernah terjadi mayoritas mutlak oleh salah satu
partai politik. “Sistem multi partai menurut Subakti
(1992) adalah sistem yang terdiri atas
lebih dari dua partai politik yang dominan, dan sisitem tersebut biasanya
merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk baik secara kultural
maupun secara sosial ekonomi, serta setiap golongan masyarakat cenderung
memelihara keterikatan dengan asal-usul budayanya dan memperjuangkan
kepentingan melalui wadah politik sendiri”.
Haricahyono (1986) mengatakan bahwa “Sistem multi partai atau banyak partai adalah
adanya banyak partai politik dalam suatu negara, tidak peduli partai politik
yang mempunyai kedudukan dominan dalam pemerintahan”
Subakti (1992)
mengatakan bahwa sistem multi partai adalah sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai poltik yang
dominan, dalam sistem tersebut merupakan produk struktur masyarakat yang
majemuk baik secara kultural maupun secara sosial ekonomi, serta golongan
masyarakat cenderung memelihara keterkaitan dengan asal-usul budayanya dalam memperjuangkan
kepentingan melalui wadah politik sendiri”.
Budiardjo (1992) mengungkapkan tentang
multi partai yaitu: “Umumnya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat
majemuk menjurus ke arah
perkembangan sistem multi partai, di mana perbedaan ras, suku, agama adalah kuat, golongan-golongan masyarakat
lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primordial), dalam
suatu wadah saja dan dianggap sistem multi partai ini lebih mencerminkan
keaneka- ragaman budaya poltik,
dibandingkan sistem dwipartai”.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut dapat
disimpulkan bahwa komposisi masyarakat Indonesia yang sarat akan heterogenitas
erat kaitannya dengan kemunculan partai-partai poltik yang lahir dalam pasca
reformasi, yang lebih bisa mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang majemuk.
Kebaikan-kebaikan sistem multi partai
a.
Setiap orang yang mempunyai kemampuan diberikan
kesempatan untuk menjadi pemimpin partai politik, yang apabila di partai-partai
politik yang telah ada sulit untuk
dimasuki, maka tidak menjdi hambatan untuk membuat partai baru, sehingga jumlah
partai poltik itu makin lama makin banyak.
b.
Sosial kontrol, lebih banyak dilakukan mengingat partai
politik yang banyak itu berusaha untuk menarik perhatian masyarakat dan
memperoleh kepercayaan walaupun bersifat sementara melakukan kritik-kritik yang
tajam terhadap pemerintah agar supaya pemerintahan itu cepat berganti.
c.
Sistem multi partai memberikan kekuatan pemilihan
alternatif terhadap partai politi yang banyak itu, sehingga banyak aspirasi-aspirasi
yang terkandung pada setiap negara-negara yang sudah berhak memilih dapat
tersalurkan.
Kelemahan-kelemahan
multi partai:
a.
Pemerintah
selalu tidak dalam kedadaan stabil, yang disebabkan oleh kurang mendapatkan
dukungan mayoritas, daripada fraksi yang ada dalam Dewan Perwakilan Rakyat.
b.
Program-program
kabinet atau pemerintah yang dibentuk secara koalisi, tidak disebabkan
kabinet-kabinet yang harus melaksanakan itu telah berganti atau sering
berganti.
c.
Sistem
multi partai terutama di negara-negara yang sedang berkembang atau negara non
industri atau pula negara yang bersifat agraris, kurang mengacu terhadap
pertumbuhan ekonomi, yang mengakibatkan rakyat banyak menderita, kekurangan
atau tidak terpenuhnya kebutuhan yang bersifat materiil.
d.
Sistem
multi partai di negara-negara liberal demokrasi parlementer, sulit untuk
menghasilkan suatu pemerintahan nasional yang mempunyai reputasi baik, secara
nasional maupun secara internasional, disebabkan kepemimpinan partai politik
yang banyak itu mengusahakan dirinya sendiri untuk tampil, oleh karena itu akan
terjadi persaingan kuat yang tidak saling mendukung melainkan saling
menjatuhkan.
Pasca reformasi ini pada dasarnya sistem multi
partai merupakan kesinambungan dari era kemerdekaan para tahun 1950-an, pada
tahun 1955 dimana Republik Indonesia pertama kali melakukan pemilihan umum,
pada saat itu sistem pemerintahan kita sudah menerapkan sistem multi partai
politik dengan macam-macam idiologinya mengkomposisikan sebagai peserta dalam
pemilu.
Perbedaan dasar idiologi tersebut menyebabkaan
partai politik tersebut bertentangan satu sama lainnya secara ekstern di mana di dalam kondisi
sosial budaya, pendidikan politik masyarakat jauh berbeda jika dievaluasi dalam
perbaikan proses politik di Indonesia mungkin dapat dijadikan suatu bahan
pembelajaran dalam rangka menuju sistem kepartaian yang lebih baik.
PEMBAHASAN
Partisipasi politik yang meluas
merupakan ciri modernisasi politik dalam masyarakat tradisional pemerintah dan
politik biasanya hanya merupakan urusan satu golongan elit yang kecil, petani,
tukang becak dan lain-lain yang merupakan bagian penduduk paling besar, dapat
menyadari atau tidak bagaimana tindakan-tindakan pemerintah mempunyai
kehidupan mereka sendiri.
Akan tetapi biasanya tidak
sampai terpikir oleh mereka bahwa mereka dapat atau perlu meneruskan saja untuk
mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah dan bukan mengajukan sekali-sekali
petisi minta bantuan terhadap tekanan dari luar, sebaliknya prinsip
kewarganegaraan yang aktif sudah di terima di
tekanan semua warga negara industri yang modern, meskipun bentuk dan kodrat
partisipasinya yang sah menunjukan perbedaan-perbedaan yang besar satu sama
lainnya.
Partisipasi politik yang
dimaksud disini adalah kegiatan yang dilakukan oleh warga negara dengan tujuan
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, partisipasi intu dapat berupa
spontan, secara sinambung, secara damai dan atau kekerasan dan lain sebagainya.
Berbicara partisipasi politik masyarakat apabila
kita menengok kebelakang sejarah politik Indonesia merdeka menunjukan bahwa
partisipasi politik tertinggi terjadi pada masa demokrasi konstitusional atau
pasca kemerdekaan. Waktu itu jumlah dari varian pelakunya amat tinggi, lebih
dari itu kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dalam politik membanggakan sebagaimana
ditunjukan oleh penghargaan akan hak politik oleh segenap pihak, baik penguasa
partai maupun pemiliknya sendiri.
Untuk merealisasikan hak berpartisipasi dalam
politik, masyarakat dan negara mengembangkan berbagai wadah mulai dari kelompok
kepentingan, organisasi masyarakat, partai politik dan lembaga perwakilan
rakyat sampai kepada sistem perwakilan politik yang otonom dan fungsional.
Selain daripada itu kesempatan untuk berpartisipasi
dalam politik terbuka luas bukan karena
sumber daya politik yang terdistribusi secara relatif, akan tetapi juga karena
terbukanya masyarakat luas terhadap sasaran dan mekanisme komunikasi politik.
Maka partisipasi masyarakat bukan saja di dalam pemilu, akan tetapi melebar
kepada lobby dengan pejabat pemerintah dan wakil rakyat di lembaga dengan
pejabat pemerintah dan wakil rakyat di lembaga perwakilan, lebih jauh kegiatan
partisipasi politik dilakukan pula lewat opini publik dan kekuatan massa
sehingga media masa dipenuhi tuntutan rakyat dan tempat umum serta kantor dan
lembaga publik dipenuhi demonstran.
Refleksi tersebut di atas kiranya dapat dijadikan
suatu model kerangka berfikir dalam rangka meningkatkan pola partisipasi
politik masyarakat yang lebih modern.
KESIMPULAN
Penerapan sistem multi partai adalah jika suatu negara yang sistem politiknya mempunyai banyak
partai, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut telah menganut sistem multi
partai.
Dalam sistem multi partai ini, biasanya tidak
terdapatnya mayoritaas tunggal, sehingga pemerintah yang dibangun atas dasar
pemerintahan koalisi. Sistem multi partai lebih banyak memungkinkan masyarakat untuk lebih
berpartisipasi dalam politik, karena masyarakat dihadapkan dengan banyak
alternatif untuk menentukan pilihannya.
Sedangkan partisipasi politik secara umum dapat
dikatakan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan pemerintah,
berpartisipasi tersebut haruslah didasarkan pada suka rela dan tanpa adanya
unsur paksaan dari pihak manapun juga, sehingga akan berpengaruh terhadap
partisipasi politik masyarakat di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, M., 1992, Dasar-Dasar
Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia.
Haricahyono,
C., 1986, Ilmu Politik dan Perspektifnya,
Yogyakarta, Tina Wacana.
Subakti,
R. 1992, Memahami Ilmu Politik,
Jakarta, PT. Gramedia.