Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Partisipasi Masyarakat terhadap Partai Politik


(Suatu Pendekatan Teoritis)

Oleh:
Ero Suhara
Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
e-mail: e.suhara@yahoo.co.id



ABSTRAK

Komposisi masyarakat Indonesia yang sarat akan heterogenitas erat kaitannya dengan kemunculan partai-partai politik yang lahir pasca reformasi, di mana aspirasi masyarakat yang majemuk lebih diakomodasi. Oleh kerena itu penerapan sistem multipartai merupakan solusi ampuh untuk
meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berpolitik akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan warga negara terhadap wakil-wakilnya yang duduk di partai politik. Selain itu dengan sistem multipartai, fungsi dan peran dari partai politik sebagai pembuat kebijakan akan lebih memungkinkan untuk dibuatnya alternatif-alternatif dalam perumusan kebijakan pemerintah.
Kata Kunci: Partisipasi masyarakat, partai politik, aspirasi


ABSTRACT

Heterogeneity composition of Indonesian society closely related to the emergence of political parties after the reform, which is more diverse aspirations of the people accommodated. Therefore the application of a multi-party system is a powerful solution to increase the political participation of the people. Public participation in politics will be greatly influenced by the level of trust citizens to their elected representatives in political parties. In addition to the multi-party system, the function and role of political parties as policy-makers will be more likely to alternatives made ​​in the formulation of government policy.

Keywords: community participation, political parties, aspirations





PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulisan dan sebagiannya diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Seperti telah kita ketahui jika sistem politik suatu negara  mengakui lebih dari tiga partai, maka sistem tersebut menganut sistem multi partai. Secara teoritis keanekaragaman dalam komposisi masyarakat akan menjurus ke arah perkembangan sistem multi partai dimana perbedaan ras, agama, suku bangsa adalah kuat, golongan masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan dalam suatu wadah partai politik.
Dalam penerapan sistem multi partai dimana masyarakat lebih banyak terlibat dalam proses politik dibandingkan masa pemerintahan sebelumnya yang memakai  sistem non multi partai. Atas dasar perubahan ini mencoba mengungkap apakah dengan penerapan sistem multi partai yaitu ketika masyarakat diberikan beberapa alternatif untuk menentukan sikap politiknya, apakah peristiwa ini akan banyak mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat, minimalnya kondisi masyarakat mengalami suatu perubahan kultur politik yang berbeda dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Dalam makalah ini, setelah diterapkannya sistem multi partai di Indonesia, bagaimana sikap atau kecenderungan masyarakat dalam menghadapi kondisional yang berkembang pada pasca reformasi atau apakah dengan perubahan ini yang di dalamnya dengan diterapkannya sistem multi partai ini membuat masyarakat semakin kritis dengan perkembangan politik yang terjadi atau justru sebaliknya yaitu masyarakat semakin  apatis terhadap perkembangan politik yang ada sehingga akan bermuara pada rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.


KERANGKA PEMIKIRAN
Salah satu sarana untuk berpartisipasi adalah politik secara umum partai politik dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai presentasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan selalu melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Sedangkan Subakti (1992) berpendapat bahwa Partisipasi politik dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif yaitu sebagai berikut: “Yang termasuk partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kegiatan umum, yang berlainan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah. Sedangkan yang termasuk dalam kategori partisipaso pasif adalah kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah”.
Seseorang berpartisipasi atau kurang berpartisipasi dalam proses politik, faktor-faktor yang diperkirakan tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik kepercayaan terhadap pemerintah atau terhadap sistem politik yang ada.
Yang dimaksud kesadaran politik adalah kesadaran atas hak dan kewajibana sebagai warga negara, hal ini meliputi pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat atau kondisi sosial masyarakat dan poltik tempat ia hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan kepercayaan terhadap pemerintah adalah penilaian seseorang terhadap pemerintah, atau sistem yang ada apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya atau dapat dipengaruhi atau tidak.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Peige dalam Subakti (1992) bahwa partisipasi politik yaitu: “Apabila seseorang mempunyai kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah yang tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif, sebaliknya apabila kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung pasif tertekan (apatis)”.

Sebab-sebab Partisipasi Politik
Meskipun sudah cukup lama dicanangkan, bagi manusia hakekatnya adalah insan politik, tetapi sampai pada saat sekarang ada masalah yang tetap terjadi bahan pembicaraan di kalangan para ahli, bagaimana caranya membawa manusia ke arah hakekat insan politik itu sendiri.
 Erat kaitannya di atas bahwa manusia diakui mempunyai berbagai hak dan kewajiban dalam kehidupan politik negara namun untuk mewujudkannya adalah sulit, atau dengan beberapa sisitem politik tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik
Seiring dengan kompleksnya kebutuhan dan keinginan manusia dalam rangka mempertahankan eksistensinya negara justru mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebutuhan keinginan terhadap warga negara tersebut demi eksistensinya negara itu sendiri, konsekwensinya adalah sering terjadinya benturan-benturan di antara keduanya, yaitu di antara kebutuhan dan keinginan masyarakat atau infra struktur dengan kebutuhan politik atau kemauan politik pemerintah atau supra struktur.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa tiap-tiap negara dengan  politik yang dianutnya mempunyai ruang atensi dianutnya sendiri terhadap kemungkinan-kemungkinan partsisipasi politik warga negaranya. Dalam hubungan ini  Haricahyono (1986) mengemukakan  dua ekstern yang memberi ciri orang terhadap kemungkinan orang berpartisipasi dalam politik yaitu sebagai berikut:
a.         Pola yang pertama, adalah yang bisa terjadi dalam sistem politik demokrasi dengan pola ini dengan tidak memandang ciri-ciri demokrasi yang pada dasarnya juga bermacam-macam secara konseptual ada kemungkinan yang besar warga negaranya akan berpartisipasi politik.
b.        Pola yang kedua, terjadi di negara-negara yang bersistem politik otoriter, yang pada prinsipnya kurang memberikan tempat bagi partisipasi warganya, hal ini terjadi karena negara-negara yang bersistem politik demikian memang akibat dari partisipasi yang merupakan awal dari situasi disintegrasi nasional yang tidak diinginkan.
Dengan demikian partisipasi masyarakat akan muncul dan berkembang, akan banyak dipengaruhi oleh sisitem politik yang ada, artinya bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat akan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan warga negara  terhadap sistem politik yang dianut oleh negara-negara yang bersangkutan.
Partai Politik dianggap sebagai salah satu atribut dalam demokrasi modern dan partai politik sangat di- perlukan kehadirannya dalam masyarakat negara yang berdaulat, hal tersebut tak seorangpun dapat membantahnya.
Partai politik memang salah satu syarat bagi negara-negara yang berdaulat, tidak saja sebagai salah satu sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat kepada pemerintah negaranya, akan tetapi partai politik sekaligus ikut terlibat dalam proses penyelenggaraan negara melalui wakil-wakil yang duduk di dalam berbagai lembaga-lembaga negara yang ada.
Umumnya pada negara-negara yang masyarakatnya bersifat majemuk, cenderung untuk memakai sistem multi partai di mana terdapat bermacam-macam perbedaan sosial, seperti ras. suku, agama dan status, maka golongan-golongan dalam masyarakat akan lebih cenderung menyalurkan legalitas daripada bergabung dengan kelompok-kelompok lain yang berbeda orientasinya.
Kita ketahui bersama jika dalam suatu negara sistem politiknya mengakui tiga atau lebih partai politik maka negara tersebut dikatakan menganut sistem multi partai, dan biasanya dalam sisitem ini terdapat suatu persyaratan antaralain susunan lembaga perwakilan rakyat bersifat koalisi, atau sekurang-kurangnya dua atau lebih kekuatan politik, dalam sisitem multi partai ini biasanya tidak pernah terjadi mayoritas mutlak oleh salah satu partai politik. “Sistem multi partai menurut Subakti (1992) adalah sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai politik yang dominan, dan sisitem tersebut biasanya merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk baik secara kultural maupun secara sosial ekonomi, serta setiap golongan masyarakat cenderung memelihara keterikatan dengan asal-usul budayanya dan memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik sendiri”.
Haricahyono (1986) mengatakan bahwa “Sistem multi partai atau banyak partai adalah adanya banyak partai politik dalam suatu negara, tidak peduli partai politik yang mempunyai kedudukan dominan dalam pemerintahan”
Subakti (1992) mengatakan bahwa sistem multi partai adalah sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai poltik yang dominan, dalam sistem tersebut merupakan produk struktur masyarakat yang majemuk baik secara kultural maupun secara sosial ekonomi, serta golongan masyarakat cenderung memelihara keterkaitan dengan asal-usul budayanya dalam memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik sendiri”.
Budiardjo (1992) mengungkapkan tentang multi partai yaitu: “Umumnya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat majemuk menjurus ke arah perkembangan sistem multi partai, di mana perbedaan ras, suku, agama adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primordial), dalam suatu wadah saja dan dianggap sistem multi partai ini lebih mencerminkan keaneka- ragaman budaya poltik, dibandingkan sistem dwipartai”.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi masyarakat Indonesia yang sarat akan heterogenitas erat kaitannya dengan kemunculan partai-partai poltik yang lahir dalam pasca reformasi, yang lebih bisa mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang majemuk.
                   
Kebaikan-kebaikan sistem multi partai
a.         Setiap orang yang mempunyai kemampuan diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin partai politik, yang apabila di partai-partai politik  yang telah ada sulit untuk dimasuki, maka tidak menjdi hambatan untuk membuat partai baru, sehingga jumlah partai poltik itu makin lama makin banyak.
b.        Sosial kontrol, lebih banyak dilakukan mengingat partai politik yang banyak itu berusaha untuk menarik perhatian masyarakat dan memperoleh kepercayaan walaupun bersifat sementara melakukan kritik-kritik yang tajam terhadap pemerintah agar supaya pemerintahan itu cepat berganti.
c.         Sistem multi partai memberikan kekuatan pemilihan alternatif terhadap partai politi yang banyak itu, sehingga banyak aspirasi-aspirasi yang terkandung pada setiap negara-negara yang sudah berhak memilih dapat tersalurkan.

Kelemahan-kelemahan multi partai:
a.         Pemerintah selalu tidak dalam kedadaan stabil, yang disebabkan oleh kurang mendapatkan dukungan mayoritas, daripada fraksi yang ada dalam Dewan Perwakilan Rakyat.
b.        Program-program kabinet atau pemerintah yang dibentuk secara koalisi, tidak disebabkan kabinet-kabinet yang harus melaksanakan itu telah berganti atau sering berganti.
c.         Sistem multi partai terutama di negara-negara yang sedang berkembang atau negara non industri atau pula negara yang bersifat agraris, kurang mengacu terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mengakibatkan rakyat banyak menderita, kekurangan atau tidak terpenuhnya kebutuhan yang bersifat materiil.
d.        Sistem multi partai di negara-negara liberal demokrasi parlementer, sulit untuk menghasilkan suatu pemerintahan nasional yang mempunyai reputasi baik, secara nasional maupun secara internasional, disebabkan kepemimpinan partai politik yang banyak itu mengusahakan dirinya sendiri untuk tampil, oleh karena itu akan terjadi persaingan kuat yang tidak saling mendukung melainkan saling menjatuhkan.

Pasca reformasi ini pada dasarnya sistem multi partai merupakan kesinambungan dari era kemerdekaan para tahun 1950-an, pada tahun 1955 dimana Republik Indonesia pertama kali melakukan pemilihan umum, pada saat itu sistem pemerintahan kita sudah menerapkan sistem multi partai politik dengan macam-macam idiologinya mengkomposisikan sebagai peserta dalam pemilu.
Perbedaan dasar idiologi tersebut menyebabkaan partai politik tersebut bertentangan satu sama lainnya secara ekstern di mana di dalam kondisi sosial budaya, pendidikan politik masyarakat jauh berbeda jika dievaluasi dalam perbaikan proses politik di Indonesia mungkin dapat dijadikan suatu bahan pembelajaran dalam rangka menuju sistem kepartaian yang lebih baik.
PEMBAHASAN
Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri modernisasi politik dalam masyarakat tradisional pemerintah dan politik biasanya hanya merupakan urusan satu golongan elit yang kecil, petani, tukang becak dan lain-lain yang merupakan bagian penduduk paling besar, dapat menyadari atau tidak bagaimana tindakan-tindakan pemerintah mempunyai kehidupan mereka sendiri.
Akan tetapi biasanya tidak sampai terpikir oleh mereka bahwa mereka dapat atau perlu meneruskan saja untuk mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah dan bukan mengajukan sekali-sekali petisi minta bantuan terhadap tekanan dari luar, sebaliknya prinsip kewarganegaraan yang aktif sudah di terima di tekanan semua warga negara industri yang modern, meskipun bentuk dan kodrat partisipasinya yang sah menunjukan perbedaan-perbedaan yang besar satu sama lainnya.
Partisipasi politik yang dimaksud disini adalah kegiatan yang dilakukan oleh warga negara dengan tujuan mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, partisipasi intu dapat berupa spontan, secara sinambung, secara damai dan atau kekerasan dan lain sebagainya.
Berbicara partisipasi politik masyarakat apabila kita menengok kebelakang sejarah politik Indonesia merdeka menunjukan bahwa partisipasi politik tertinggi terjadi pada masa demokrasi konstitusional atau pasca kemerdekaan. Waktu itu jumlah dari varian pelakunya amat tinggi, lebih dari itu kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dalam politik membanggakan sebagaimana ditunjukan oleh penghargaan akan hak politik oleh segenap pihak, baik penguasa partai maupun pemiliknya sendiri.
Untuk merealisasikan hak berpartisipasi dalam politik, masyarakat dan negara mengembangkan berbagai wadah mulai dari kelompok kepentingan, organisasi masyarakat, partai politik dan lembaga perwakilan rakyat sampai kepada sistem perwakilan politik yang otonom dan fungsional.
Selain daripada itu kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik  terbuka luas bukan karena sumber daya politik yang terdistribusi secara relatif, akan tetapi juga karena terbukanya masyarakat luas terhadap sasaran dan mekanisme komunikasi politik. Maka partisipasi masyarakat bukan saja di dalam pemilu, akan tetapi melebar kepada lobby dengan pejabat pemerintah dan wakil rakyat di lembaga dengan pejabat pemerintah dan wakil rakyat di lembaga perwakilan, lebih jauh kegiatan partisipasi politik dilakukan pula lewat opini publik dan kekuatan massa sehingga media masa dipenuhi tuntutan rakyat dan tempat umum serta kantor dan lembaga publik dipenuhi demonstran.
Refleksi tersebut di atas kiranya dapat dijadikan suatu model kerangka berfikir dalam rangka meningkatkan pola partisipasi politik masyarakat yang lebih modern.

KESIMPULAN
Penerapan sistem multi partai adalah jika suatu negara yang sistem politiknya mempunyai banyak partai, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut telah menganut sistem multi partai.
Dalam sistem multi partai ini, biasanya tidak terdapatnya mayoritaas tunggal, sehingga pemerintah yang dibangun atas dasar pemerintahan koalisi. Sistem multi partai lebih banyak  memungkinkan masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam politik, karena masyarakat dihadapkan dengan banyak alternatif untuk menentukan pilihannya.
Sedangkan partisipasi politik secara umum dapat dikatakan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan pemerintah, berpartisipasi tersebut haruslah didasarkan pada suka rela dan tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun juga, sehingga akan berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

 

Budiardjo, M., 1992, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia.

Haricahyono, C., 1986, Ilmu Politik dan Perspektifnya, Yogyakarta, Tina Wacana.
Subakti, R. 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia.