Oleh:
Widjajani, Dede Siti Rohmah
Jurusan Teknik Industri, Universitas Langlangbuana
Bandung
ABSTRAK
Industri kecil telah dikenal luas dapat memberikan
kontribusi yang besar dalam peningkatan perekonomian daerah. Oleh karena itu
keberadaan industri kecil di dalam suatu daerah perlu dikembangkan dan diberi
perhatian khusus oleh pemerintah daerah. Untuk
mengembangkan industri
kecil pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
klaster/sentra industri yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai alternatif
kebijakan pemerintah untuk membangun keunggulan kompetitif di industri kecil. Kota
Tasikmalaya merupakan daerah otonom dengan luasnya sekitar 177,79 km2 merupakan
salah satu wilayah yang berada di Propinsi Jawa Barat memiliki berbagai jenis
sentra industri kecil yang tersebar di beberapa kecamatan. Untuk memudahkan
pembinaan dan pengembangan industri kecil di Kota Tasikmalaya diperlukan
pemetaan dari sentra-sentra industri kecil yang ada pada
setiap sentra serta menentukan usaha inti sentra yang akan dijadikan usaha inti
unggulan sentra.
Dalam penelitian ini
digunakan pendekatan
kualitatif di mana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga
memudahkan untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan
memahami mengenai keberadaan sentra industri kecil, sehingga dapat dibuat peta potensi sentra
industri.
Kata
kunci: industri kecil, klaster industri kecil, pemetaan
ABSTRACT
Small industries has been widely
known to make a major contribution in improving the regional economy.
Therefore, the presence of small industries in the region should be developed
and given special attention by the local government. Government had
annouced industrial clusters (sentra)
approach as an alternative to the government's policy to build a competitive
advantage in small industries. Tasikmalaya is an autonomous region with a width
of about 177.79 km2 located in the Province of West Java has various types of
small industries scattered in several districts. To facilitate the promotion
and development of small industries in Tasikmalaya required mapping of small
industrial centers that exist in every core business centers. Further it has to
find and determine which small industry will be the most competitive among
their competitors. The most successful company in the sentra will be acted as a
driver for cluster development. This study use a qualitative approach which is
descriptive research is to describe the reality of the events under study.
Keywords: small industries, small industry clusters, mapping.
PENDAHULUAN
Industri
kecil merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar
terhadap perekonomian nasional. Kondisi ini ditandai dengan adanya kemampuan
untuk bisa bertahan dari krisis ekonomi yang pernah terjadi di tahun 1997.
Sebagai
motor penggerak perekonomian nasional, peranan industri kecil cukup besar,
sehingga pengembangan terhadap industri kecil menjadi sangat penting dan sangat
menarik bagi berbagai pihak, bukan hanya pemerintah, pihak swasta pun mulai
ikut berperan dalam usaha pengembangan berbagai industri kecil di tanah air,
selain itu juga Industri kecil mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Untuk
mengembangkan industri kecil pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
klaster/sentra industri yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai alternatif
kebijakan pemerintah untuk membangun keunggulan kompetitif di industri kecil.
Klaster adalah konsentrasi geografis antara perusahaan-perusahaan yang saling
terkait dan bekerjasama, diantaranya melibatkan pemasok barang, penyedia jasa,
industri yang terkait, serta sejumlah lembaga yang secara khusus berfungsi
sebagai penunjang dan atau pelengkap.
Hampir
semua klaster industri skala kecil di Indonesia merupakan klaster industri
skala kecil yang berbasis kerajinan (craft
base) seperti industri batik, anyaman, kerajinan, mebel, produk kulit dan
logam. Klaster seperti ini terdiri dari unit usaha inti, yaitu produsen produk
utama klaster, dan usaha penunjang seperti pemasok bahan baku, subkontraktor
dan pedagang perantara (Widjajani, 2008). Unit usaha inti di dalam klaster diharapkan akan
mendapatkan banyak keuntungan dengan berada di dalam klaster karena berbagai
keunggulan klaster seperti efisiensi kolektif dan efisiensi pada biaya
transaksi.
Di
suatu klaster industri kecil yang terdiri dari unit usaha inti dan unit usaha
penunjang, unit usaha inti merupakan gerbong penghela klaster. Oleh karena itu
mengembangkan usaha inti yang mempunyai
keunggulan kompetitif diharapkan dapat mengembangkan klaster secara
keseluruhan. Untuk itu jika ingin mengembangkan klaster maka akan
lebih efektif jika usaha pembinaan difokuskan pada pengembangan usaha inti yang
berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha inti yang berkeunggulan kompetitif
(Widjajani, 2008).
Sesuai dengan konsep
pengembangan klaster seperti yang telah diuraikan di atas, maka langkah awal
yang harus dilakukan ialah pemetaan
mengenai klaster atau
sentra industri kecil yang mencakup
penggalian informasi tentang lokasi, kondisi, usaha
inti klaster, usaha penunjang serta potensi
sentra industri kecil itu sendiri. Setelah
itu dari sekian banyak usaha inti di dalam klaster, perlu dilakukan pemilihan
usaha inti yang mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan sebagai usaha inti
unggulan. Usaha inti unggulan ini yang kemudian diharapkan nanti akan dapat
dipilih sebagai fokus pembinaan sehingga pada akhirnya bisa menjadi gerbong
penghela kemajuan klaster.
Kota
Tasikmalaya merupakan daerah otonom dengan
luasnya sekitar 177,79 km2 merupakan salah satu wilayah yang berada di Propinsi
Jawa Barat memiliki berbagai jenis
sentra industri kecil yang tersebar di beberapa kecamatan. Untuk memudahkan pembinaan dan pengembangan
industri kecil di Kota Tasikmalaya diperlukan pemetaan dari sentra-sentra
industri kecil yang ada pada setiap sentra serta menentukan usaha inti sentra
yang akan dijadikan usaha inti unggulan sentra.
Atas
dasar permasalahan tersebut, maka dibuat penelitian mengenai pemetaan potensi
sentra industri kecil di Kota Tasikmalaya. Lebih
lanjut lagi dari setiap sentra industri kecil tersebut kemudian dapat dipilih
usaha inti yang sesuai untuk dapat dikembangkan sebagai usaha inti unggulan
klaster.
TINJAUAN
PUSTAKA
Klaster
Industri Kecil
“Klaster”
adalah suatu pengelompokkan usaha-usaha kecil/mikro yang berbasis desa
(Deperindag, 2002). Definisi yang paling langsung dari klaster IK ialah
konsentrasi spasial atau sektoral dari perusahaan-perusahaan (Sandee dan
Wengel, 2002). Ini merupakan definisi yang sederhana yang tidak menjelaskan
kompleksitas yang ada pada klaster.
Definisi kerja dari klaster
yaitu pemusatan geografis
industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya
(Deperindag, 2002). Sedangkan
Schmitz (1995), Schmitz & Nadvi (1999) mendefinisikan klaster sebagai
aglomerasi dari perusahaan-perusahaan yang sejenis (similar) yang beroperasi pada desa yang sama atau pada daerah yang
sama di perkotaan.
Klaster sangat berbeda dalam
sifat dan ukuran, berasal dari industri dan sektor-yang berbeda-beda, berada
pada daerah perkotaan atau pedesaaan, dan yang paling penting, diikat bersama
dengan hubungan yang
bersifat vertikal dan horizontal. Bersifat horisontal yaitu melalui mekanisme produk jasa
komplementer, penggunaan berbagai input khusus, teknologi atau institusi.
Sedangkan sifat vertikalnya dilakukan melalui rantai pembelian dan penjualan yang
merespon sederet insentif berbeda yang dipunyai oleh IK.
Klaster IK di Indonesia
Hal
yang penting dalam klaster IK di Indonesia, baik pada daerah pedesaan maupun
daerah perkotaan ialah bahwa mereka mempunyai pengaruh positif pada
produktivitas dan inovasi. Konsep kunci pada pengembangan klaster yang berhasil
ialah efisiensi kolektif (Sandee, 2000). Klaster dapat meningkatkan posisi
kompetitif dengan usaha bersama dalam pembelian input atau dengan pemasaran
output. Lebih lanjut lagi klaster dapat meningkatkan kapasitasnya untuk
berinovasi dan meningkatkan produktivitasnya dengan spesialisasi perusahaan,
atau dengan kata lain, eksternalisasi pekerjaan ke perusahaan lain. Spesialiasi
dan eksternalisasi seperti itu akan berhasil hanya jika IK di dalam klaster
berkolaborasi dan memproduksi keluaran bersama.
Kolaborasi
juga tidak berkembang di dalam banyak klaster IK. Hasil penelitian pada klaster pengecoran logam di Jawa Tengah
menemukan bahwa kolaborasi dari perusahaan-perusahaan mempunyai kepentingan
yang terbatas. Kebanyakan perusahaan tidak mempunyai spesialisasi dan membeli
input, produksi, mengumpulkan informasi dan menjual output secara individu.
Bagaimanapun klaster akan tetap relevan untuk pertumbuhan produktivitas pada IK
karena akan menstimulasi keikutsertaan aktif dari pedagang dan perusahan besar.
Membeli sejumlah besar dari beberapa produsen kecil melalui satu kali
kedatangan akan menurunkan biaya transaksi. Selain itu keikutsertaan pedagang
dan perusahaan besar mengurangi kebutuhan IK untuk mengembangkan kapabilitas
pemasarannya sendiri yang seringkali merupakan pembatas untuk penetrasi dari
pasar perkotaan dan internasional. Informasi pasar diperlukan untuk membantu
perkembangan perubahan teknologi.
Menurut
Sandee dan Wengel (2002) pada
kenyataannya mempromosikan klaster di Indonesia mendapat perhatian karena 3
sebab:
1. Review literatur dan statistik dari klaster
menyatakan bahwa terdapat banyak sekali klaster IK di Indonesia. Di Indonesia
dimana statistik pada klaster dilakukan, terdapat setengah dari tenaga kerja
bekerja pada perusahaan-perusahaan yang merupakan bagian dari klaster.
2. Dari banyak klaster yang ditemukan pada negara
berkembang, sejumlah yang signifikan menunjukkan karakteristik dinamis. Klaster
dinamis ini mengindikasikan bahwa promosi klaster dapat merupakan cara yang
dapat berjalan untuk mendorong perkembangan klaster
3. Pengembangan klaster merupakan cara yang efektif
secara biaya untuk meningkatkan promosi IK karena banyak perusahaan IK dapat
dipenuhi hanya dengan satu kali tindakan.
METODOLOGI PENELITIAN
Metoda Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini digunakan
pendekatan kualitatif dimana penelitian
yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan
kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan untuk mendapatkan
data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami mengenai keberadaan
sentra industri kecil, sehingga dapat dibuat peta potensi sentra
industri.
Tujuan
penelitian melalui pendekatan kualitatif
ini adalah bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya, perilaku, tindakan dan lain-lain. Secara holistik
dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
yang alamiah dan dengan memanfatkan berbagai metode yang alamiah.
Dalam
penelitan ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang
berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk
terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui
narasumber/informan atau dalam istilah teknisnya responden, yaitu orang yang
dijadikan objek penelitian atau orang yang dijadikan sebagai sarana mendapatkan
informasi ataupun data.
Data
sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data.
Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer
seperti buku-buku, literatur dan bahan bacaan yang berkaitan dengan klaster
Industri Kecil
Untuk
mengumpulkan data primer dan data sekunder
peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1.
Observasi,
yaitu merupakan pengamatan dan pencatatan sistematik tentang gejala-gejala yang
diamati. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi
langsung (direct observation) dan
sebagai peneliti yang menempatkan diri sebagai pengamat (recognized outsider) sehingga interaksi peneliti dengan
subjek penelitian bersifat
terbatas. Dengan melakukan
observasi, peneliti mencatat apa saja yang dilihat dan mengganti dari dokumen
tertulis untuk memberikan gambaran secara utuh tentang objek yang akan
diteliti.
2.
Wawancara,
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interview)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Subjek yang diwawancarai oleh peneliti adalah informan yang
terdiri dari Ketua RT/RW, pemilik Industri kecil terbesar, Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dan orang-orang yang mengetahui tentang klaster industri. Teknik
ini digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan sentra
industri pada lokasi penelitian.
3.
Dokumentasi,
merupakan cara mengumpulkan data melalui dokumen tertulis, terutama berupa
arsip-arsip, dan termasuk juga buku-buku, dokumen resmi maupun statistik yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengadakan penelaahan terhadap bahan-bahan yang tertulis.
Pemilihan Sampel Responden
Untuk
menentukan pemilihan responden sebagai sampel dalam penelitian ini dipilih satu
dari beberapa pengusaha pada klaster masing-masing. Responden yang dimaksud adalah manajer
pemilik (pengusaha) dari Industri Kecil yang memiliki keunggulan kompetitif
diantara pesaingnya. Kriteria pemilihan
responden ialah manajer pemilik yang perusahaannya mempunyai karakteristik sebagai berikut
(Widjajani, 2008):
1.
Telah
melewati satu tahun pertamanya
2.
Dapat
survive (sampai saat ini masih
berjalan dengan baik).
3.
Tumbuh
atau mengalami peningkatan jika dibandingkan pada waktu mula-mula berdiri (omzet atau firm’s turnover atau jumlah tenaga kerja/- pengrajin yang merupakan
subkontraktornya, atau penilaian subyektif)
4.
Unggul
yaitu yang mempunyai omzet lebih besar dibandingkan dengan pesaingnya yaitu
perusahaan IK yang lai yang memproduksi produk yang sama (hampir sama) dan
bergerak pada pasar yang sama.
Populasi
dari unit analisis ini pada setiap sentra tidaklah jelas sehingga sejumlah
sampel responden tergantung dari profil para manajer pemilik pada sentra yang
diteliti. Biasanya tidak ada data yang lengkap mengenai profil setiap manajer
pemilik di dalam suatu sentra, oleh karena itu pemilihan responden di dahului
dengan ekplorasi mengenai struktur dan karakteristik sentra, serta karakteristik manajer pemilik yang ada
di dalam sentra. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 (lima) sentra Industri
Kecil Tradisional di Kota Tasikmalaya yaitu:
1.
Sentra
Industri Kecil Bordir
2.
Sentra
Industri Kecil Anyaman Mendong
3.
Sentra
Industri Kecil Batik
4.
Sentra
Industri Kecil Alas Kaki
5.
Sentra
Industri Kecil Anyaman Bambu
Langkah-langkah
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini di mulai dengan mengumpulkan
dan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari pengamatan yang sudah
dituliskan dalam catatan lapangan, wawancara, dokumen pribadi, dokumen resmi, informasi
dari internet, gambar,
foto, dan sebagainya.
Langkah
berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman dari
semua data yang ada.
Langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis isi data serta membandingkan antara data
sekunder dan data primer serta menyusunnya, dan kemudian dikategorikan pada
langkah berikutnya.
Dari analisis data yang
diperoleh kemudian dipilih pengusaha yang paling unggul di tiap klaster. Tahap terakhir dari pengolah
data ialah memetakan potensi sentra Industri Kecil
sebagai usaha inti unggulan sentra di
Tasikmalaya termasuk di dalamnya sejarah sentra, kondisi sentra, populasi
sentra dan industri kecil terunggul.
Proses Pengumpulan Data
Kegiatan
yang dilakukan pada proses pengumpulan data diawali dengan menginventarisasi
dan melakukan seleksi pada responden.
Inventarisasi dan seleksi responden dilakukan dengan melakukan studi
dokumentasi dan wawancara terhadap berbagai pihak yang kompeten yang telah
mengetahui kondisi aktual sentra industri kecil terkait. Selanjutnya dilakukan
inventarisir data yang digunakan dalam proses pengolahan data.
Dengan
menggunakan metoda tersebut, maka jumlah industri kecil yang menjadi responden
tetap representatif. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka dipilih masing-masing satu objek studi untuk setiap
sentra industri kecil yang mewakili karateristik sentra industri kecil tersebut
Data Umum
Kota
Tasikmalaya termasuk salah satu kota yang memiliki ciri khusus sebagai Kota
Industri Kecil Kerajinan Tangan. Potensi Industri Kecil ini berkembang pesat,
sampai akhir tahun terdapat 2.640 unit
usaha yang tersebar di 130 sentra dengan nilai investasi sebesar Rp
175.673.426.000,-- ; nilai produksi Rp 1.081.091.447.000,-- dan mampu menyerap
tenaga kerja kurang lebih 28.311 orang. (www.tasikmalaya.go.id).
Berbagai sentra IK yang
terdapat di Kota Tasikmalaya dapat mencapai
23 komoditi, 5 (lima) diantaranya yaitu Sentra Industri Kecil Anyaman Mendong,
Sentra Industri Kecil Bordir, Sentra Industri Kecil Alas Kaki, Sentra Industri
Kecil Anyaman Bambu, Sentra Industri Kecil Batik, merupakan potensi industri
kecil unggulan kota Tasikmalaya.
Selengkapnya
data komoditi Industri Kecil Unggulan dari Kota Tasikmalaya dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Tabel
4.1. Daftar Sentra Industri Kecil Unggulan Kota Tasikmalaya
No.
|
NAMA SENTRA
|
LOKASI
|
JUMLAH /TENAGA KERJA
|
1.
|
Sentra Anyaman Mendong
|
Kec.
Tamansari
Kec.
Cibeureum
Kec.
Purbaratu
|
±
177 unit usaha, 2.316 orang
|
2.
|
Sentra
Bordiran
|
Kec.
Kawalu
Kec.
Cibeureum
|
± 1.229 unit
usaha, 12.093 orang
|
3.
|
Sentra
Alas Kaki
|
Kec.
Mangkubumi
|
± 481 unit usaha, 2.316 orang
|
4.
|
Sentra
Batik
|
Kec.
Cipedes
Kec.
Indihiang
|
± 44 unit usaha
|
5.
|
Sentra
Anyaman Bambu
|
Kec.
Mangkubumi
|
± 78 unit usaha
|
Sumber:
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya.
Berdasarkan
survey yang dilakukan pada industri kecil yang menjadi objek penelitian
diperoleh data yang menggambarkan kondisi aktual dari setiap sentra industri
kecil di kota Tasikmalaya sebagai berikut:
1.
Sentra IK Mendong
1.a
Kondisi Sentra Secara Umum
Mendong
adalah jenis kerajinan anyaman yang menggunakan bahan baku tanaman mendong. Ada
dua jenis anyaman mendong yang dihasilkan, yaitu tenunan mendong ered (di produksi
oleh pengrajin mendong untuk tikar), serta tenunan madani yang tidak hanya
dipergunakan untuk tikar namun juga untuk produk mendong lainnya.
Sekarang
ini hasil diversikasi yang berbahan dasar anyaman mendong, dapat dilihat pada
produk interior ruangan, box multiguna, peralatan rumah tangga, peralatan
kantor dan lainnya. Bahkan untuk jenis tikar pun, sudah berkembang bentuk/jenis
struktur anyamannya menjadi lebih menarik serta praktis. Respon pasar cukup
baik, ditunjukkan dengan permintaan pasar yang terus meningkat bahkan untuk
permintaan ekspor dengan tujuan AS, Kanada, Spanyol, New Zealand, Afrika
Selatan, Jepang serta Mesir pada tahun 2006, bernilai US$ 449.712.
Sentra
usaha mendong Kota Tasikmalaya, berada di Kecamatan Cibeureum, Kecamatan
Tamansari serta Kecamatan Indihiang. Data potensi komoditi unggulan mendong
adalah sebagai berikut: jumlah unit usaha 177 unit, nilai investasi Rp
321.900.000,--, nilai produksi Rp 34.182.874,-- jumlah tenaga kerja 2.316
orang. (www.jabarprov.go.id)
1.b Sampel
IK Mendong yang paling Unggul
Bapak
Abun Bunyamin adalah salah satu pengusaha muda mendong yang berhasil, bahkan pasarnya
sudah di export ke mancanegara. Abun
Bunyamin (48 tahun) seorang sarjana ekonomi lulusan sebuah perguruan tinggi swasta
di Bandung mencoba untuk menggeluti usaha mendong secara mandiri. Di bawah bendera “Andong Jaya Perkasa” usaha
yang didirikan pada tahun 1996 ini maju dengan pesat, bermodal Rp 2,5 juta kini
Bunyamin bisa meraup keuntungan Rp 200 juta/bulan. Tenaga Kerja yang ada saat
ini adalah 90 orang, dengan perincian 30 tenaga tetap, sisanya adalah tenaga
tidak tetap. Produksi yang dihasilkan adalah Tikar mendong, Box (cucian maupun
buku) dan Placemate, dengan kapasitas 2.000 set/bulan. Omzet sampai saat ini rata-rata Rp 1,9
milyar/tahun. Produk ini selain dipasarkan
di wilayah Indonesia, juga sudah dipasarkan ke beberapa Negara diantaranya
Kanada, Jepang, Cina, Korea dan Spanyol.
Kendala
yang paling dirasakan dalam bidang usaha kerajinan mendong ini adalah bahan
baku yang tidak mencukupi untuk memenuhi pesanan. Untuk mencukupi kebutuhan
bahan baku, para pengrajin termasuk Bapak Abun mencari bahan baku ke Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Produksi mendong dari Tasikmalaya baru bisa mencukupi
kebutuhan kurang lebih 15%.- 20% dari total kebutuhan. Kesulitan bahan baku ini
berdampak pada skala ekonomis yang tidak terpenuhi apabila harus memasarkan
produk ke mancanegara.
Pengadaan
bahan baku mendong selama ini Bapak Abun sebagian menanam sendiri. Penanaman mendong memang secara khusus
dilakukan di sawah. Pemanenan mendong bisa dilakukan kira-kira setelah 3 - 5
bulan dari awal penanamannya. Di samping itu tanaman ini bisa dipanen sampai 7
kali dari awal penanamannya. Cara pemanenannya harus dilakukan dengan cara
dikeringkan dulu airnya setelah kering dengan menggunakan pisau, mulai memotong tanaman tersebut dengan jarak kira-kira 3 cm
dari permukaan tanah. Setelah dipotong
diikat dengan cara ditegakkan posisinya untuk mengurangi kadar air didalamnya.
Mendong dikeringkan dibawah sinar matahari langsung agar bisa didapat warna yang seragam. Untuk bahan material yang akan digunakan
sebagai bahan handicraft yang berupa tenunan proses pengeringannya tidak
terlalu kering karena material yang
terlalu kering sangat mudah rusak apa
bila ditenun. Mendong bisa juga diberi warna-warni,
tetapi ada juga yang dibiarkan tidak berwarna untuk mempertahankan warna alami.
Setelah diwarna, mendong dikeringkan dahulu. Batang mendong yang sudah kering
kini siap ditenun atau dianyam. Dengan
bantuan mesin tenun, ratusan lembar benang aneka warna mempersatukan
batang-batang mendong menjadi selembar anyaman mendong yang indah.
2. Sentra
IK Bordir
2.a
Kondisi Sentra Secara Umum
Daerah
yang di kenal sebagai sentra industri bordir di kota Tasikmalaya terdapat di Kecamatan Kawalu yaitu Desa
Tanjung, Talagasari, Kersamanah dan Karikil. Selain itu, terdapat juga di
Kecamatan Cibeureum yakni di Desa Mulyasari.
Menurut
Data Pemerintah Kota Tasikmalaya, terdapat 1.123 unit usaha dan jumlah tenaga
kerja sebanyak 10.713 orang. Dengan adanya dukungan Pemerintah Kota
Tasikmalaya, para pengusaha bordir mendapatkan lokasi di Pasar Tanah Abang
sebagai pusat penjualan bordir asal Tasikmalaya tepatnya di blok F2 lantai 5.
Selain itu pula, pemasaran tidak terbatas hanya di Pasar Tanah Abang tetapi
juga ke Pasar Tegal Gubug Cirebon, Pasar Turi Surabaya, Pasar Klewer Solo,
Pulau Batam, Makasar, Pontianak dan lain-lain.
Selain pasar Nasional, Bordir Tasikmalaya juga telah menembus pasar
internasional. Di antaranya telah di ekspor ke Malaysia, Brunei Darussalam,
Saudi Arabia, Singapura dan Afrika.
Pada
tahun 2005. terdapat setidaknya 1.092 unit usaha bordir yang melibatkan 10.380
perajin. Kecamatan Kawalu tercatat sebagai wilayah yang memiliki paling banyak
pelaku usaha kerajinan bordir, yaitu 87,7 persen dari total perajin bordir di
Tasik. Di kecamatan ini, terutama di Desa Tegalsari terdapat banyak pengusaha
kain bordir berskala besar, seperti Turatex, Purnama, Ciwulan, Haryati, Dewi
Bordir, dan Bunga Tanjung. Total produksinya mencapai 7.2 juta potong per tahun.
Nilai produksinya telah mencapai angka di atas Rp 500 miliar dan mampu menyerap
ribuan tenaga kerja. (www.jabarprov.go.id)
2.b Sampel
IK Bordir yang paling Unggul
Salah
seorang pelaku usaha bordir Tasik yang namanya berkibar adalah Atik Jumaeli.
Melalui usahanya nyaris dari nol lewat bendera usaha Dewi Bordir dengan modal
Rp 50.000,-- (lima puluh ribu rupiah) plus satu unit mesin Jahit pada tahun
1991. kini Atik Jumaeli mampu mengembangkan produk andalan usaha bordir seperti
Tatakan gelas berbodir dan tutupnya, memimpin pasar di kelasnya. Bahkan kini
produk-produk bordirnya kerap tampil dalam berbagai pameran di luar negeri dari
Singapura hingga Rusia sekaligus pasar luar negeri.
Pada
tahun 1996 ketika usaha bordirnya kian stabil. Atik sudah mulai berpikir bahwa
Dewi Bordir harus memiliki badan hukum. Pikiran seperti Itu muncul karena Atik
pernah bekerja di kantor pengacara dan banyak belajar dari pergaulan. Lahirlah
kemudian CV. Dewi Nugraha.
Pada
tahun yang sama Atik Juga memperoleh suntikan modal dari hasil arisan yang dia
ikuti sebesar Rp 500.000. Dana itu digunakan untuk membeli satu unit mesin
Jahit baru merek Zuki secara cicilan seharga Rp 3.500.000,--. Sisa utangnya
dilunasi dengan cara mencicil.
Sebagai
suatu badan usaha, perjalanan Dewi Bordir tidak berlangsung mulus. Pada tahun
1997 usaha ini pernah jatuh. Ketika itu,
Dewi Bordir menerima pesanan sebanyak 1.000 lusin tatakan dan tutup
gelas senllai Rp 67 Juta. Tetapi krisis ekonomi tahun 1997 yang meluluhlantahkan
Indonesia mengakibatkan uang hasil pesanan itu tak tertagih, sehingga produksi Dewi Bordir pun sempat
terganggu. Hal serupa juga terjadi pada
2007 tetapi dengan
kesabaran dan ketekunan Atik mampu menerobos berbagai rintangan itu. Hasilnya
Dewi Bordir berkembang dengan mantap hingga jumlah karyawan tetap hariannya
mencapai 30 orang sementara karyawan musiman bisa meningkat dua kali lipat pada
saat pesanan meningkat.
Pengalaman
menjalani usaha dari bawah membuat intuisi bisnis Atik Jumaeli terlatih membaca
pasar. Memilih tatakan dan tutup gelas sebagai produk andalan Dewi Bordir
adalah wujudnya. Meskipun terlihat sederhana produk-produknya, produk andalan Dewi Bordir ini menjadi raja
di kelasnya, bahkan produk-produknya
membawa Tasik memperoleh kebanggaan. Tatakan dan tutup gelas Dewi Bordir
menjadi salah satu produk UKM Tasik yang diekspor hingga mancanegara.
3. Sentra
IK Alas Kaki
3.a
Kondisi Sentra Secara Umum
Industri
alas kaki (kelom geulis, sandal, sepatu) merupakan industri hilir berbahan baku
kayu Damar atau Albazzia yang menjadi salah satu komoditas kerajinan khas
Tasikmalaya.
Produk
alas kaki diproduksi di 5 sentra produksi yang terletak di Desa Kersanegara,
Mulyasari, Setiamulya, Sukahurip, dan Sumelap, semuanya berada di Wilayah
Kecamatan Cibeureum. Di lokasi tersebut tidak kurang dari 144 unit usaha yang
melibatkan 1.254 tenaga kerja. Total investasi pada industri alas kaki di
Tasikmalaya mencapai Rp. 627.000.000,--.
Berdasarkan
data yang ada, dapat diketahui bahwa sentra produksi alas kaki terbesar di
Tasikmalaya, berada di Desa Sukahurip yang menghasilkan tidak kurang dari
237.600 pasang kelom pertahun dengan total nilai Rp. 3.564.000.000,--. Jumlah
tersebut dihasilkan oleh 30 unit usaha yang mempekerjakan tidak kurang dari 330
orang tenaga kerja (www.jabarprov.go.id).
3.b Sampel
IK Alas Kaki yang paling Unggul
Salah
satu pengusaha yang berhasil dalam usaha pembuatan alas kaki adalah Bapak H.
Otang S., beliau merupakan pengusaha dan
perajin alas kaki Kelom Geulis dengan label Sheny dan telah memiliki 12 tempat
showroom, semuanya ada di kecamatan
Cibeureum tepatnya di Pasar Cikurubuk dan di Gobras.
Sistem
pemasaran yang dilakukan hanya terbatas pada showroom/outlet sendiri, peminat
dari kelom geulis kebanyakan untuk konsumsi lokal (Nasional), hanya sedikit
yang dikirim ke Malaysia dan Brunei Darusalam. Ia mengandalkan merek
yang telah melekat
di masyarakat, sehingga pesanan baik dalam kota maupun di luar kota relatif stabil.
Untuk bahan baku, cukup mengandalkan kayu-kayu
lokal yang dikerjakan oleh sekitar 30 orang pekerja, tetapi kendala yang
dihadapi sekarang adalah permodalan dan ketersediaan bahan baku kayu
Dalam
desain, Otang selalu berinovasi karena kelom geulis merupakan kebutuhan wanita
yang memerlukan gaya terbaru. Kelom geulis Sheny dijual di pasar per kodi mulai
Rp 600.000,-- – Rp 1,5 juta. Pada saat ini rata-rata terjual per bulan kurang
lebih 60-70 kodi. Rata-rata omzet per
tahun Rp 600 juta – Rp 750 juta.
4. Sentra
IKBatik
4.a
Kondisi Sentra Secara Umum
Sentra penghasil
batikTasikmalaya adalah di
Cipedesdan
Sukapura.Motif Batik Tasikmalaya cenderung sederhana, dan umumnya kuat pada
pola geometris. Selain itu, batik Tasikmalaya juga kaya akan ragam hias flora
dan fauna.
4.b
Sampel IK Batik yang Unggul
Di
Kecamatan Cipedes terdapat pengusaha batik yang memulai usahanya sejak tahun
1950 dan masih berjalan dengan lestari hingga saat ini, yaitu bapa Deden Supriyadi namanya. Dibantu 23 pembatik
tulis, 17 ahli cap serta 13 ahli celup dan warna yang bekerja kepadanya, ia
mampu menghasilkan 200 batik tulis halus dan 7000 helai batik cap setiap
bulannya.
Deden
Supriyadi mulai memfokuskan diri pada usaha batik setalah usaha batik
ayahnya bangkrut dan hanya tersisa
dua buah peralatan batik sederhana, empat orang karyawan, serta uang tunai Rp 3
juta. Dalam kondisi yang serba-terbatas
itu, ia nekat membangun kembali usaha pembuatan batik tersebut, dengan bendera
baru bernama Deden Batik. Untuk modal usaha, ia mendapat pinjaman dari seorang
teman dengan sistem bagi hasil.
Dalam
waktu singkat, Deden Batik sudah mampu berkibar. Usahanya berkembang cukup
pesat. Pesanan besar, pertama kali datang dari Pemda Garut yang meminta
dibuatkan seragam batik bagi pegawai negeri sipil (PNS) di daerah tersebut.
Dari pesanan itu, Deden bahkan dapat membeli satu unit rumah.
Pada
tahun 2003, ia mencoba mengembangkan usahanya dengan memproduksi busana muslim.
Deden lalu memasarkan busana muslim ke sejumlah pasar di daerah Tasikmalaya
bekerjasama dengan
100 pedagang pakaian. Kerja
sama tersebut gagal dan menghasilkan banyak hutang.
Kemudian ia memutuskan
untuk kembali
fokus menggeluti bisnis batik.
Bapak Deden berusaha degan
segala upaya untuk membangkitkan usaha batiknya. Semua upaya yang ia lakukan memang tidak sia-sia.
Deden Batik kini berjaya lagi dan semakin berkembang. Karya-karyanya telah
menembus pasar di berbagai kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Samarinda. .
Sejak
dua tahun lalu, ia juga mulai menjalin kerja sama dengan pedagang batik dari
Jakarta. Saat ini, sepuluh pedagang dari ibu kota menjadi langganan Deden. Di
Tasikmalaya, Deden telah memiliki dua toko dan satu pabrik yang menampung 50
pekerja. Setiap bulan, ia memproduksi 12.000 potong batik cap dan 40 potong
batik tulis.
Dalam
sebulan, rata-rata penjualan mencapai 10.000 potong batik dengan omzet yang ia
peroleh berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per bulan dengan laba
bersih yang didapat sekitar 40% dari omzet penjualan. Pada pertengahan Januari
ini, Deden akan membuka pabrik baru di Banjar, Jawa Barat yang dapat
mempekerjakan 20 orang tenaga kerja.
5. Sentra
IK Anyaman
Bambu
5.a
Kondisi Sentra Secara Umum
Karena rotan sulit didapat di kawasan
Jawa Barat maka masyarakat menggunakan lembaran-lembaran bambu yang halus
sebagai media berkreasi dan menyulapnya menjadi barang-barang kebutuhan
sehari-hari atau aksesoris. Di kota
Tasikmalaya tercatat ada 78 usaha IKM yang bergerak dalam produksi kerajinan
bambu, dan pada tahun 2010 mampu menciptakan hasil produksi senilai Rp 5,163
milyar.
Kerajinan
anyaman bambu di Situ Beet menjadi bagian terbesar dari kerajinan anyaman bambu
di Kota Tasikmalaya. Di kota yang baru terbentuk 2001 ini, terdapat sekitar 68
unit usaha anyaman bambu yang tersebar di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang,
Kawalu, dan Tamansari. Pada 2009, nilai produksi usaha yang menyerap sekitar
360 tenaga kerja ini mencapai sekitar Rp 2 miliar.
5.b Sampel IK Anyaman Bambu yang Unggul
Sentra
Kerajinan Bambu berdiri sejak zaman penjajahan Jepang pada tahun 1933 yang
dipelopori oleh Samri bin Widatma. Pengembangan kerajinan berlanjut ke anak
Samri bin Widatma, yakni Oman Abdurohman pada tahun 1970. Lalu berlanjut ke
anak dari Oman Abdurohman yaitu Abdulah pada tahun 1982 dengan modal pertama
usaha saat itu sebesar Rp. 70.000,--. Pada tahun 1992 H. Abdulah mendapatkan
Penghargaan UPAKARTI dari Persiden RI saat itu, H.M Soeharto. Ini merupakan
penghargaan atas keberhasilan H.Abdulah dalam mengembangkan kerajinan bambu
menjadi bidang usaha yang sangat menjanjikan. Pengembangan lebih lanjut tahun
2004 di serahkan ke anak H. Abdulah yang paling besar yaitu Bapak Dedi Abdul
Muiz. Bersama kedua adiknya yang bernama bapak Darwan dan Ibu Noneng
bahu-membahu mendirikan anak perusahaan
bernama SKB (Sentra Kerajinan Bambu) Putra Handicraft dengan sasaran pasar
ekspor.
Pada
saat in SKB memperkerjakan sebanyak 44 orang yang terbagi menjadi 2 (dua)
sistem yaitu pekerja borongan dan permanen. Pekerja borongan digunakan hanya
sesekali jika ada pesanan yang banyak dengan waktu yang relatif pendek,
sedangkan pekerja permanen adalah yang rutin membuat aneka produk kerajinan
walaupun tidak ada pesanan. Kebanyakan pengrajin adalah ibu-ibu rumah tangga.
Kendala
yang sering dihadapi adalah sering terlambat penyetoran hasil kerajinan dari
para pengrajin serta bahan baku sulit di dapat
sehingga harus membeli dari daerah lain.
Produk
yang dihasilkan oleh SKB ini adalah Tetenong (cake box), kotak loundry,
picnic box, Tudung Saji, tempat Parsel, keranjang buah-buahan, dengan harga
sekitar Rp 10.000,-- – Rp 150.000,-.
Pada saat
ini omzet perusahaan mencapai Rp 40 juta – Rp 60 juta per bulan.
KESIMPULAN
Secara
umum lokasi sentra industri kecil tersebar di seluruh kota Tasikmalaya. Sentra
industri kecil yang mempunyai populasi cukup menonjol yaitu sentra Industri
Bordir, Sentra Industri Batik, dan Sentra Industri anyaman Mendong.
Hasil
analisis Pengusaha IK yang berada di sentra Industri Kecil di Kota
Tasikmalaya secara umum adalah sebagai berikut:
1.
Rata-rata
pemilik usaha ini merupakan generasi berikutnya, artinya orang tua pemilik
sebelumnya memang menggeluti bidang ini.
2.
Modal
Awal yang digunakan untuk usaha ini mulai dari Rp 50.000,-- sampai dengan Rp
3.000.000,-- rupiah, relatif cukup kecil. Sedangkan omset saat ini paling kecil
Rp 500.000.000,-- sampai dengan 7,2 Milyar per tahun.
3.
Pemasaran
selain untuk konsumsi dalam negeri, juga dipasarkan di luar negeri antara lain
Arab Saudi, Malaysia, Korea, Jepang, Singapore, Rusia, dll.
4.
Tenaga
Kerja yang digunakan adalah tenaga kerja yang diambil dari sekitar lokasi di mana
usaha ini berada dengan jumlah antara 30 orang sampai dengan 50 orang.
5.
Kendala
yang sering dihadapi oleh para pengusaha ini rata-rata adalah mengenai
ketersediaan bahan baku.
Dari
setiap sentra Industri Kecil kemudian dipilih seorang kandidat pengusaha yang
usahanya dapat dibina menjadi usaha inti unggulan sentra. Hasil pemetaan Pengusaha Industri Kecil yang
memenuhi kriteria sebagai unggulan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel
5.1. Pengusaha Industri Kecil yang dapat dijadikan Usaha Kecil Unggulan
Jenis
Industri
|
Nama
Usaha
|
Nama
Pemilik
|
Tahun Berdiri
|
Modal
Awal
(Rp)
|
Omset saat ini
per thn
|
Tenaga Kerja
|
Produk
|
Pasar
|
Kendala
|
Mendong
|
Andong Jaya Perkasa
|
Bapak Abun Bunyamin, SE
|
1996
|
2,5 juta
|
1,9 M
|
t.k tetap: 30 orang, t.k tidak tetap 60
orang
|
Tikar,
Box,
Placemate
|
Indonesia. Kanada, Jepang, Korea,
Spanyol
|
Bahan Baku tidak mencukupi, didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah
|
Bordir
|
Dewi Bordir
|
Ibu Atiek Jumaeli
|
1991
|
50 ribu
|
1,0 M
|
t.k tetap 30 org, t.k. Tdk tetap 30 org
|
Tatakan gelap berbordir,
Baju muslim
|
Indonesia. Singapore Rusia
|
Relatif tidak ada, kecuali dalam hal
permodalan
|
Alas Kaki
|
Kelom Geulis Shenny
|
Bapak H. Otang
|
1985
|
Pemanfaatan kayu Bekas
|
600 jt – 700 jt
|
30 orang
|
Kelom Geulis
|
Indonesia, Malaysia, Arab Saudi
|
Bahan baku
kayu sulit di dapat
|
Batik
|
Deden Batik
|
Bapak Deden Supriyadi
|
2000
|
3 juta
|
6 M – 7,2 M
|
50 Orang
|
Batik, Baju, kemeja
|
Jakarta, Surabaya, Samarinda
|
Bahan baku didatangkan dari Pekalongan
|
Anyaman Bambu
|
SKB Putra Handicraft
|
Bapak Dedi Abdul Muiz
|
1993
|
70 ribu
|
500 jt – 600 jt
|
44 Orang
|
Keranjang Parcel
Keranjang buah-buahan
Hiasan interior
|
Indonesia, Singapura,
Australia, Dubai, Kuwait, Arab Saudi
|
Tidak ada kaderisasi pengrajin, bahan
baku bambu sulit di dapat.
|
DAFTAR PUSTAKA
Deperindag, (2002): Kebijakan dan Strategi Umum
Pengembangan Industri Kecil Menengah Buku I dan II.
Sande, H. Dan Wengel, J.; (2002): SME Cluster Development Strategies in
Indonesia; Paper presented at JICA workshop on strengthening capacity of SME
clusters in Indonesia, Jakarta, 56
March.
Sandee, H, (2000): SMEsin Southeast Asia, Issues and Contraints
in the Pree and Post Crisis Enviroment, Paper Presented at ADB-OECD
workshop on SME Financing in Asia, Manila, Asia Development Bank.
Schmitz, H.
(1995): Collective Efficiency: Growth Path for Small-Scale Industry, Journal
of Development Studies, Vol 31, No 4, 529-566.
Schmitz, H. dan Nadvi (1999): Clustering and Industrialization' in
Industrial Clusters in Developing Countries, World Development, Volume 27, Number 9. Pergamon, Oxford.
Widjajani, (2008): Perilaku Strategis Industri
Kecil untuk Membangun Keunggulan Kompetitif di Sentra Industri Kecil Kota
Bandung dengan Pendekatan Berbasis Sumber Daya, Disertasi, ITB.