Tentang SosioHumanitas Unla

SosioHumanitas Unla merupakan Jurnal Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora Universitas Langlangbuana.

Sosiohumanitas berisi karya ilmiah hasil penelitian atau pemikiran berdasarkan kajian literatur yang dimuat dalam bentuk media cetak oleh LPPM Universitas Langlangbuana Bandung.

Materi yang dibahas mencakup masalah dan isu-isu yang aktual mengenai aspek sosial budaya dan kemanusiaan lainnya.

ISSN 1410-9263.

Kepemimpinan Transformasional sebagai Change Agent pada Perguruan Tinggi Swasta


Oleh:
Ani Yunaningsih
Fakultas Ekonomi Universitas Langlangbuana Bandung


ABSTRAK

Hal utama yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana kepemimpinan di Perguruan Tinggi Swasta khususnya pemimpin transformasional yang dapat bertindak sebagai agen perubahan, yang dapat mempengaruhi kompetensi dosen sehingga diharapkan pada akhirnya akan berdampak pada kepuasan mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik penulisan yang digunakan adalah studi kepustakaan melalui penelusuran teori-teori yang dikembangkan oleh para pakar terdahulu dan dirangkum di dalam suatu kerangka pemikiran. Hasil pembahasan diharapkan akan memberikan kerangka berpikir secara konseptual bagi para akademisi dan bagi praktisi sehingga dapat memberikan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang transformasional.

Kata kunci: Perguruan Tinggi Swasta, Pemimpin Transformasional.


ABSTRACT

The main thing that is studied in this paper is how leadership in Colleges particularly transformational leaders who can act as agents of change, which could affect the competence of lecturers so hopefully it will eventually have an impact on student satisfaction. The study was conducted with a qualitative approach with descriptive methods. The literary technique used is the study of literature through a search of the theories developed by experts earlier and summarized in a framework. Results of the discussion will hopefully provide a conceptual framework for academics and practitioners so as to provide guidance to become a transformational leader.

Keywords: Colleges, Transformational Leader.




PENDAHULUAN
Persaingan di antara perguruan tinggi (PT) semakin ketat dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan formal khususnya pendidikan tinggi. Hal ini  menjadikan perguruan tinggi menjadi sektor strategis yang diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu.
Keadaan persaingan yang cukup kompetitif antar perguruan tinggi menuntut lembaga pendidikan memperhatikan mutu pendidikan dan kelembagaan sehingga mampu serta unggul dalam persaingan tersebut.  
Perguruan tinggi harus  menyediakan pelayanan yang baik kepada para pelanggannya dalam hal ini mahasiswa dan hanya perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan yang berkualitaslah yang menjadi tujuan para calon mahasiswa, sehingga perguruan tinggi tersebut dapat bertahan dalam persaingan dan dapat mengimbangi perkembangan jaman.
Berdasarkan data tahun 2010 di Indonesia terdapat sekitar 3.147 PT dengan 15.819 program studi, dari jumlah tersebut sebanyak 491 PT berkedudukan di Jabar-Banten, sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang berada di Jabar-Banten sebanyak 473.  Dengan jumlah tersebut Jabar memiliki PT terbanyak di Indonesia, tapi tidak menjamin sehat secara keuangan. Data terakhir diperoleh dari 115 PTS yang berada di Jabar-Banten hampir 40% dalam keadaan tidak sehat karena kekurangan mahasiswa (Sekretaris Aptikom Wilayah IV Jabar-Banten, 2010).
Maka dari itu PT harus bergegas dan mencari solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut, misalnya dengan memberikan pelayanan yang baik untuk meningkatkan citra PT tersebut di mata masyarakat.
Faktor pelayanan dari perguruan tinggi penting bagi mahasiswa sehingga perguruan tinggi tersebut akan menjadi pilihan para calon mahasiswa, dengan begitu mahasiswa dapat dengan nyaman berada di perguruan tinggi dan dengan sendirinya dapat menempuh studi dengan tenang tanpa dibebani faktor-faktor ekstrinsik yang mengganggu proses belajar mereka.
Pelayanan kepada mahasiswa diciptakan oleh perguruan tinggi yang memahami kepentingan mahasiswa, hal ini tentunya diimplementasikan oleh para karyawan untuk pelayanan akademiknya dan oleh para dosen sebagai ujung tombaknya sehingga tercipta sinergi yang apik untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang kondusif.
Hal ini dapat tercapai apabila pihak perguruan tinggi dapat memelihara dosen dan karyawan dengan baik dalam arti bahwa dosen dan karyawan merasa betah mengajar dan bekerja di perguruan tinggi tersebut. Diperlukan pengertian dari berbagai pihak yang terlibat dalam menciptakan lingkungan civitas akademika yang kondusif tersebut.  semua kepentingan dan kebutuhan  dosen dapat terpenuhi di perguruan tinggi yang bersangkutan  sehingga dosen tidak perlu lagi mencari kepuasan dari perguruan tinggi yang lain. 
Dosen sebagai salah satu sumber daya manusia mempunyai peranan yang cukup penting dalam proses pendidikan, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberi perhatian terhadap dosen adalah kompetensi, kepemimpinan transformasional, promosi jabatan, motivasi serta kepuasan.
Pendidikan yang bermutu akan tercipta dan diawali dari  dosen yang  bermutu, ditunjang dengan penghasilannya yang baik maka dengan sendirinya dosen akan bekerja dengan baik dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik pula sehingga apa yang diharapkan oleh kita semua akan terwujud yaitu pendidikan yang bermutu.
Pemimpin yang bersifat transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dan pada apa yang mereka butuhkan.
Selain itu pemimpin transformasional juga harus bertindak sebagai agen perubahan (change agent). Agen perubahan merancang serta mengelola kapasitas untuk perubahan dan perubahan budaya. Oleh karena itu mereka perlu menguasai empat agenda, yaitu sebagai Katalisator, Fasilitator, Perancang dan Demonstrator.
Tantangan pemimpin masa kini adalah merespons perubahan-perubahan eksternal agar faktor-faktor lingkungan internal perusahaan menjadi kuat dan kompetitif. Maka dari itu pemimpin masa kini dituntut untuk cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dari lingkungan yang ada dan biasanya    berlangsung dengan sangat cepat.
Para pemimpin yang memberikan perhatian terhadap pembaharuan organisasi akan berusaha untuk membantu agar organisasi tetap sehat dan kondusif serta selalu berkreativitas, selalu berupaya memecahkan berbagai permasalahan, juga mencoba bereksperimen dan berani mengambil risiko (risk  taking). 
Oleh karena itu, diperlukan adanya artikulasi perubahan yang diinginkan, perlu adanya perubahan dalam struktur, proses dan praktik yang dirancang sedemikian rupa serta dikomunikasikan secara luas keseluruh bagian organisasi. Akhirnya dibutuhkan suatu peran dan model perilaku yang baru yang dibangun agar menjadi suatu simbol budaya baru dalam organisasi.

Rumusan Masalah
Bagaimana kepemimpinan transformasional sebagai change agent dan bagaimana pula kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi kompetensi dosen sehingga diharapkan pada akhirnya akan berdampak pada kepuasan mahasiswa.

KAJIAN KEPUSTAKAAN
Kepemimpinan
Ada berbagai pengertian tentang kepemimpinan. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan aktivitas yang berkaitan dengan tugas anggota kelompok.
Rowe (2006) menyatakan bahwa: “Leadership might be more usefully understood as a process of individual and organizational engagement with time, culture, and change that differ from management’s relationship with this processes. That through these engagement leadership creates organization whilst management maintains it”
Sedangkan Rost (1991) menyatakan bahwa: “Leadership is an influence relationship among leaders and followers who intend real change that reflect their mutual purpose”.
Martin dan Ernst (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai aktivitas-aktivitas kolektif dari para anggota organisasi untuk menuntaskan tugas-tugas yang meliputi: Setting Direction (menetapkan arah), Building Commitment (membangun komitmen), Creating Alignment (menciptakan keselarasan).
Setting Direction merupakan artikulasi visi, misi, nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang menjawab   pertanyaan-pertanyaan seperti kemana kita akan pergi ? Apa yang kita lakukan ? Mengapa kita melakukan ini.
Building Commitment merupa- kan penciptaan kepercayaan timbal balik (mutual trust) dan per- tanggungjawaban yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana kita dapat          tetap bersama ? Bagaimana kita mampu bekerja lebih baik sebagai kelompok ? Apa yang dapat membenahi kerjasama ?
Creating Alignment merupakan penemuan landasan dan area bersama dari tanggung jawab yang saling terkait yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:   Bagaimana kita mengembangkan pemahaman bersama dari situasi kita? Bagaimana tindakan-tindakan kita dapat lebih dikoordinasikan?

Kepemimpinan Transformasional
Menurut Burns (1978) kepemimpinan transformasional menekankan pada pendekatan rasional dan emosi dalam hubungan antara pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan ini selain berbeda dengan gaya kepemimpinan transaksional juga berbeda dengan kepemimpinan kharismatik, karena kepemimpinan kharismatik mentransformasikan bawahan hanya melalui pendekatan emosi dan kedekatan yang erat kepada pemimpinnya, charisma memang dibutuhkan tetapi tidak cukup sebagai syarat dalam kepemimpinan transformasional (Burns, 1978).
Burns (1978), dalam penelitian deskriptifnya menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses yang padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Komponen penting dari transformasi adalah kemampuan untuk meningkatkan kebutuhan pengikut dalam suatu cara yang berorientasi pengikut:
1.      Burns (1978) memandang bahwa para pengikut didorong oleh kebutuhan moral, kebutuhan untuk memperoleh alasan/sebab (cause), atau kebutuhan untuk mendapat- kan pijakan moral terhadap sebuah isu.
2.      Dorongan yang bersifat paradoks terhadap konsistensi dan konflik. Pemimpin harus membantu para pengikutnya menghindar dari inkonsistensi, sebenarnya konflik diperlukan untuk membuat perubahan yang memungkinkan.
         
Ada 4 kategori kepemimpinan transformasional menurut Bass (1997) yaitu:
1.      Idealized Influence, yaitu pengikut menghormati, mengagumi dan mempercayai pemimpinnya, berusaha menyamai perilakunya dan berusaha mencapai visi serta mau berkorban untuk pemimpinnya. Pemimpin jenis ini menunjukkan dedikasinya, kekuatan tujuan dan ketekunannya, dan kepercayaan terhadap tujuan dan tindakan-tindakan kelompok yang dapat membantu menjamin kesuksesan kelompok serta memberi pengikutnya rasa berdaya dan rasa memiliki.
2.      Inspirational Motivation, yaitu antusiasme dan optimisme dalam mewujudkan visi serta menyebarkan semangat yang sama kepada para pengikutnya. Pemimpin terlihat menjalankan visinya, tujuan khusus dan harapan-harapan secara jelas dikomunikasikan kepada para pengikutnya, dan para pengikutnya memiliki kepercayaan untuk melaksanakan harapan-harapan tersebut.
3.      Intellectual Stimulation, yaitu pemimpin yang menilai kemampuan intelektual pengikutnya, mendorong inovasi serta mengembangkan kreativitas pengikutnya. Menggunakan sudut pandang yang komprehensif dalam memahami suatu masalah dan memakai berbagai pendekatan terhadap suatu persoalan. Menciptakan kesiapan dalam menyambut perubahan serta mampu menyelesaikan persoalan yang datang pada saat ini atau yang akan datang.
4.      Individualized Consideration (pertimbangan individual), yaitu pemimpin yang mempertimbang- kan kemampuan para pengikut dan tingkat kematangan mereka dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka pengembangan kapasitas mereka. Pemimpin jenis ini bertindak sebagai mentor yang memberikan perhatian, mendengarkan keluhan, memberikan umpan balik, saran dan dukungan. Lebih jauh pemimpin mendesain strategi untuk pengembangan individu pengikut untuk mencapai level yang lebih tinggi dalam hal motivasi, potensi dan kinerja. Dukungan diberikan dan kemajuan dipantau oleh pemimpin.

Pemimpin sebagai change agent
Menurut Ulrich (1997) sebagai change agent maka human resource professional (dalam hal ini pimpinan) dituntut memiliki kemampuan dalam empat hal agar perubahan dapat berjalan dalam suatu organisasi. Keempat aspek tersebut adalah :
1.      Sebagai katalisator, yaitu bahwa pemimpin dapat menjembatani terjadinya transformasi dalam organisasi.
2.      Sebagai fasilitator, yaitu: pemimpin dituntut peranannya sebagai orang yang paling bertanggungjawab agar perubahan tersebut dapat didukung dan berjalan dengan apa yang diinginkan.
3.      Sebagai designer, yaitu: mendisain system baru menuntut pemimpin untuk bergerak lebih jauh ke depan berkenaan dengan perubahan budaya, memikirkan dan meng- implementasikan inovasi dan aktivitas pemimpin saat ini.
4.      Sebagai demonstator, yaitu: pemimpin diharapkan sebagai pihak yang mengalami dan memiliki pengalaman lebih awal berkenaan dengan pembelajaran perubahan budaya.
         
Selain itu menurut Ulrich (1997) dapat dilihat pula kriteria sukses peran baru sumber daya manusia sebagai change agent adalah sebagai berikut:
1.      Mampu untuk mengimplementasi- kan perubahan strategi.
2.      Mampu untuk mengembangkan pembelajaran organisasional dan tim kerja serta membina hubungan.
3.      Mampu untuk menciptakan sense of urgency.
4.      Mampu untuk berfikir konseptual dan mengartikulasi pemikiran.
5.      Mempunyai sense of purpose melalui suatu fokus dan sistem nilai.

Pemimpin harus meng- identifikasi faktor utama kesuksesan untuk membangun kapasitas perubahan yaitu satunya dengan membuat model dengan cara menjawab beberapa pertanyaan yang harus diwujudkan dalam sebuah tindakan. Tabel 2.1 akan memperlihatkan faktor kesuksesan  dan pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat digunakan untuk mendiagnosa faktor yang ada di perusahaan.


  
Tabel 2.1. Faktor-faktor utama untuk sukses dalam mewujudkan perubahan
Faktor utama sukses dalam perubahan
Pertanyaan untuk menilai dan mencapai faktor utama sukses dalam perubahan
Memimpin perubahan (siapa yang bertanggungjawab)
Apakah kita mempunyai pemimpin:
yang memiliki dan mendorong perubahan?
yang secara terbuka menyatakan komitmen untuk membuat perubahan?
yang akan mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk perubahan?
yang akan memberikan waktu dan perhatian pribadi yang diperlukan untuk menindaklanjuti perubahan?

Menciptakan kebutuhan bersama (mengapa melakukannya)
Apakah karyawan:
Melihat alasan untuk perubahan ?
Memahami menmgapa perubahan itu penting ?
Melihat bagaimana perubahan akan membantu mereka dan/atau bisnis dalam jangka panjang dan pendek ?
Membentuk visi (apa yang akan tampak saat selesai dilakukan)
Apakah karyawan :
Melihat hasil perubahan dalam konteks perilaku (yaitu dalam hal apa yang akan mereka lakukan dengan berbeda sebagai hasil perubahan)?
Senang dengan hasil perubahan?
Memahami bagaimana perubahan akan menguntungkan konsumen dan stakeholder?
Memobilisasi komitmen (siapa lagi yang perlu terlibat)
Apakah sponsor perubahan :
Menyadari siapa saja yang perlu mempunyai komitmen untuk mewujudkan perubahan ?
Mengetahui bagaimana membentuk koalisi pendukung perubahan ?
Mempunyai kemampuan untuk memberi daftar individu yang mendukung dalam organisasi ?
Mempunyai kemampuan untuk membangun matriks tanggungjawab untuk mewujudkan perubahan ?
Memodifikasi system dan struktur (bagaimana perubahan akan disahkan)
Apakah sponsor perubahan :
Memahami bagaimana hubungan perubahan dengan system SDM, misalnya: susunan karyawan, pelatihan, penilaian, reward, struktur, komunikasi, dll. ?
Menyadari implikasi perubahan pada sistem?
Memonitor kemajuan (bagaimana perubahan diukur)
Apakah sponsor perubahan :
Mempunyai alat pengukuran keberhasilan perubahan ?
Rencana untuk mem-benchmark kemajuan pada hasil perubahan dan proses implementasi perubahan ?
Membuatnya berlangsung (bagaimana mulai dan berlangsung)
Apakah sponsor perubahan :
Mengatur langkah pertama dalam memulai ?
Mempunyai rencana jangka panjang dan pendek untuk tetap berfokus pada perubahan ?
Mempunyai rencana untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi ?
Sumber: Ulrich (1997)



Kompetensi Dosen
Kompetensi dapat dibagi  atas dua kategori, yaitu threshold dan differentiating menurut kriteria yang digunakan memprediksikan kinerja suatu pekerjaan. Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksana- kan pekerjaannya. Differentiating Competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah (Spencer & Spencer, 1993).
Alain & Murray (1992) menyatakan bahwa: “A competency is defined as an underlying characteristic of an individual which is causally related to effective or superior performance in a job. Competencies can be motive, trait, self-concept, content knowledge, cognitive and behavioural skills”.
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah merupakan sebuah konsep yang dapat diartikan sebagai kombinasi antara skill, knowledge yang tercermin melalui job behavior yang dapat diamati, diukur dan di evaluasi. Kompetensi merupakan faktor penentu keberhasilan kinerja.
Proses pembelajaran merupakan permasalahan utama di PT. Untuk itu, peningkatan kompetensi dosen dan standar mutu pembelajaran perlu diterapkan demi proses pembelajaran yang lebih baik dan meningkatkan kompetensi mahasiswa. Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang di refleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap dosen akan menunjukkan kualitas dosen yang sebenarnya.
Spencer & Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi adalah sebagai karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan individual yang relative bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara motif, watak atau sikap, nilai atau konsep diri, pengetahuan dan keahlian.
Spencer  & Spencer (1993) juga mengklasifikasikan komponen kompetensi menjadi 3, yaitu:
1.      Kompetensi intelektual adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan intelektual yang bersifat relatif stabil ketika menghadapi per- masalahan di tempat kerja, yang dibentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal serta kapasitas pengetahuan kontekstual. Kompetensi intelektual ini terinternalisasi dalam bentuk 9 kompetensi yaitu berprestasi, kepastian kerja, inisiatif, penguasaan informasi, berfikir analitik, berfikir konseptual, keahlian praktikal, kemampuan linguistik dan kemampuan naratif.
2.      Kompetensi emosional adalah kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dengan baik, mampu mengenali emosi orang lain  dan mampu menjalin hubungan positif dengan orang lain sehingga menghasilkan kinerja pada suatu pekerjaan tertentu. Kompetensi emosional terinternalisasi ke dalam enam tingkat kemauan dan kemampuan antara lain sensitivitas atau saling pengertian/saling memahami, kepedulian terhadap kepuasan internal dan eksternal, pengendalian diri, percaya diri, kemampuan beradaptasi dan komitmen pada organisasi.
3.      Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan untuk mem- bangun simpul-simpul kerjasama dengan orang lain yang relatif lebih stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja ysng terbentuk melalui sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal serta kapasitas pengetahuan social (Spencer & Spencer, 1993). Kompetensi sosial ini terinternalisasi ke dalam bentuk  tujuh kemauan dan kemampuan, antara lain pengaruh dan dampak,  kemampuan untuk memerintah, kesadaran berorganisasi, membangun hubungan kerja, mengembangkan orang lain, mengarahkan bawahan, kerja tim dan kepemimpinan kelompok.

Kerangka Pemikiran
Mengembangkan dan mengelola PTS memerlukan tenaga ekstra dan pengetahuan yang maksimal dari manajemen Perguruan Tinggi. Karena PTS sangat merasakan persaingan yang semakin ketat, baik dengan sesama PTS apalagi dengan PTN, pengelola PTS dituntut untuk pandai mengelola PTS supaya tetap bertahan dalam arti semakin diminati oleh para calon mahasiswa.
PTS diasumsikan sebagai penjual yang memproduksi jasa untuk ditawarkan kepada pelanggan, maka sasaran utama adalah memuaskan pelanggan agar mereka merasa nyaman, betah, dan tentunya akan loyal terhadap PTS tersebut karena merasa terpuaskan dengan layanan yang diberikan oleh PTS yang bersangkutan.
Banyak faktor yang harus dipenuhi oleh PTS untuk memuaskan para mahasiswanya antara lain adalah penyediaan sarana fisik kampus; penyelenggaraan jasa pelayanan yang dapat diandalkan, akurat dan konsisten; kemampuan untuk memberikan pelayanan yang segera yaitu kecepatan dalam merespon pelayanan; jaminan kesopanan dari karyawan dan kemampuan untuk menjaga kesopanan tersebut; memperhatikan konsumen sacara individu yaitu mengutamakan kepentingan serta memahami kebutuhan spesifik mahasiswa.
Kepuasan mahasiswa bukan hanya ditentukan oleh kinerja karyawan tetapi juga dari kompetensi dosen dalam memberikan pendidikan dan pengajarannya kepada mahasiswa. Beberapa faktor untuk meningkatkan kompetensi dosen antara lain (Spencer & Spencer, 1993): dosen harus mempunyai kompetensi intelektual, kompetensi emosional dan kompetensi sosial.
Mahasiswa akan merasa puas dengan kompetensi yang dimiliki oleh dosen yang sesuai dengan harapan mahasiswa sebagai peserta didik dari dosen yang bersangkutan. Mahasiswa akan termotivasi dalam belajar dengan bimbingan dosen yang kompeten di bidangnya, karena dosen dituntut bukan hanya berkompeten dalam hal mengajar tetapi juga harus berkompeten di dalam membimbing nahasiswa sehingga mahasiswa merasa nyaman di bimbing dosen tersebut dan tentunya merasa puas menuntut ilmu di PTS yang bersangkutan.
Dosen dan karyawan dituntut untuk bekerja maksimal sehingga kinerja karyawan baik dan kompetensi dosen tinggi, hal ini akan terlaksana apabila pimpinan PTS menerapkan kepemimpinan yang trasnformasional dan berperilaku menjadi  Human Resource sebagai change agent.
Menurut Ulrich (1997) human resource change agent harus menjadi katalisator yaitu harus mampu berperan dalam mempercepat dan mengelola proses perubahan yang dicanangkan oleh organisasi secara efektif. Selain itu juga dituntut pula untuk mampu mengenali hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh organisasi bila perubahan dilakukan, dengan demikian dapat mencegah terjadinya gejolak sosial yang kontra produktif di dalam organisasi.
Begitupun sebagai pemimpin yang transformasional harus mem- punyai pengaruh yang ideal, harus mempunyai motivasi insirasional, stimulasi yang intelek dan harus mempunyai pertimbangan individual.
        PTS akan tetap dapat maju apabila diawali dengan gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin yang transformasional dan bertindak sebagai change agent. Dengan begitu ia akan dapat memotivasi karyawan bekerja dengan baik sehingga kinerja karyawan  meningkat.  Selain itu juga dapat memotivasi dosen berkinerja baik pula sehingga kompetensi dosen meningkat juga karena dosen dan karyawan merupakan ujung tombak untuk pelayanan kepada mahasiswa.
Sinergi yang apik dan solid dari pemimpin, dosen dan karyawan akan membuahkan hasil yang baik sesuai dengan yang diharapkan oleh manajemen perguruan tinggi yaitu jumlah mahasiswa bisa mencapai angka yang sesuai dengan target. Karena dari kerja keras manajemen perguruan tinggi akan menimbulkan kepuasan bagi mahasiswa yaitu membandingkan apa yang dirasakan sesuai dengan harapan mahasiswa atau malah akan merasakan lebih dibandingkan dengan  yang di harapkan.
Dalam penelitian ini kepemimpinan transformasional di bahas melalui pendekatan manajemen sumber daya manusia sebagai grand theory. Hal ini dilakukan karena semua unsur yang diteliti adalah mengenai sumber daya manusia yaitu pemimpin, dosen, karyawan dan mahasiswa, sedangkan middle theory adalah menggunakan teori human resource champion.
Hal ini karena tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia dari pengelola perguruan tinggi harus lebih ditingkatkan lagi atau dengan kata lain pengelola PTS harus ditangani oleh sumber daya manusia yang profesional. Selanjutnya ditunjang oleh applied theory yaitu mengenai kepemimpinan transformasional, kompetensi dosen, kinerja karyawan dan kepuasan mahasiswa. 

KESIMPULAN
Perguruan Tinggi Swasta harus berjuang berkompetisi baik dengan PTN maupun dengan sesama PTS, dengan semakin banyaknya PTS di Jawa Barat maka PTS harus berusaha tetap hidup dan harus tetap bertahan bertahan ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat.
Pengelolaan PTS harus di tangani oleh sumber daya manusia yang profesional, terutama dipimpin oleh seorang  pemimpinnya yang harus transformasional, juga pemimpin yang mempunyai visi sebagai agen perubahan, didukung oleh dosen yang kompeten dibidangnya dan karyawan yang berkinerja baik, dan tentunya didukung oleh stakeholder.
Kerjasama yang bagus dari para pengelola akan melahirkan kinerja yang baik sehingga mahasiswa sebagai pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PTS yang bersangkutan. Karena hanya PTS yang memberikan pelayanan yang paripurna yang akan diburu oleh para calon mahasiswa, dengan demikian maka PTS tersebut akan dapat bertahan dan dapat bersaing baik ditingkat regional maupun di tingkat nasional bahkan di tingkat internasional, sehingga dampaknya adalah kesejahteraan bagi semua pihak yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA
Alain & Muray, 1992, Competency Human Based Management: Value Driven Strategies for Recruitment, Development and Reward: Les Edition d’Organization, Paris.
Bass, B. M. 1996, From Transactional to Transformational leadership: Learning to Share the Vision, dari steers, Richard M., Porter, Lyman W. Bigley, Gregory A. Motivation and Leadership at Work, McGraw Hill, Sixth edition, Singapore.
Burns, J.M. ,1978,  Leadership, Harper & Row, New York.
Martin, A. and Ernst, C., 2005, Leadership, Learning and Human Resource Management: Exploring leadership in Time of Paradox and Complexity, corporate Governance. Vol 5 No.3, pp. 82-94.
Spencer, L. M., Jr, & Spencer, S.M., 1993, Competence at Work, Models for Superior Performance, John Willey & Sons Inc.
Rost. J.C, 1991, Leadership for The Twenty-First Century, Praeger. New York, NY.
Rowe, J, 2006, Non Defining Leadership, KYbernetes, Vol 35, No.10, pp 1528-1537.
Sekretaris Aptikom Wilayah IV Jabar-Banten, 2010, http://www.klik.- galamedia.com, 7 April.
Ulrich D., 1997, Human Resource Champion. The Next Agenda for Adding Value and Delivering Result. Harvard Business School Press. Boston.