Oleh:
Ani Yunaningsih
Fakultas Ekonomi
Universitas Langlangbuana Bandung
Email: aniyunaningsih@gmail.com
ABSTRAK
Hal
utama yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana kepemimpinan di Perguruan
Tinggi Swasta khususnya pemimpin transformasional yang dapat bertindak sebagai
agen perubahan, yang dapat mempengaruhi kompetensi dosen sehingga diharapkan
pada akhirnya akan berdampak pada kepuasan mahasiswa. Penelitian dilakukan
dengan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik penulisan yang
digunakan adalah studi kepustakaan melalui penelusuran teori-teori yang
dikembangkan oleh para pakar terdahulu dan dirangkum di dalam suatu kerangka
pemikiran. Hasil pembahasan diharapkan akan memberikan kerangka berpikir secara
konseptual bagi para akademisi dan bagi praktisi sehingga dapat memberikan
pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang transformasional.
Kata kunci: Perguruan
Tinggi Swasta, Pemimpin Transformasional.
ABSTRACT
The
main thing that is studied in this paper is how leadership in Colleges
particularly transformational leaders who can act as agents of change, which
could affect the competence of lecturers so hopefully it will eventually have
an impact on student satisfaction. The study was conducted with a qualitative
approach with descriptive methods. The literary technique used is the study of
literature through a search of the theories developed by experts earlier and
summarized in a framework. Results of the discussion will hopefully provide a
conceptual framework for academics and practitioners so as to provide guidance
to become a transformational leader.
Keywords: Colleges, Transformational Leader.
PENDAHULUAN
Persaingan di antara
perguruan tinggi (PT) semakin ketat dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan formal khususnya pendidikan tinggi. Hal ini menjadikan perguruan tinggi menjadi sektor strategis yang
diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu.
Keadaan
persaingan yang cukup kompetitif antar perguruan tinggi menuntut lembaga
pendidikan memperhatikan mutu pendidikan dan kelembagaan sehingga mampu serta
unggul dalam persaingan tersebut.
Perguruan tinggi harus menyediakan pelayanan yang baik kepada para
pelanggannya dalam hal ini mahasiswa dan hanya perguruan tinggi yang
menghasilkan lulusan yang berkualitaslah yang menjadi tujuan para calon
mahasiswa, sehingga perguruan tinggi tersebut dapat bertahan dalam persaingan
dan dapat mengimbangi perkembangan jaman.
Berdasarkan
data tahun 2010 di Indonesia terdapat sekitar 3.147 PT dengan 15.819 program
studi, dari jumlah tersebut sebanyak 491 PT berkedudukan di Jabar-Banten,
sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang berada di Jabar-Banten sebanyak
473. Dengan jumlah tersebut
Jabar memiliki PT terbanyak di Indonesia, tapi tidak menjamin sehat secara
keuangan. Data terakhir diperoleh dari 115 PTS yang berada di Jabar-Banten
hampir 40% dalam keadaan tidak sehat karena kekurangan mahasiswa (Sekretaris
Aptikom Wilayah IV Jabar-Banten, 2010).
Maka
dari itu PT harus bergegas dan mencari solusi untuk memperbaiki kondisi
tersebut, misalnya dengan memberikan pelayanan yang baik untuk meningkatkan
citra PT tersebut di mata masyarakat.
Faktor pelayanan dari
perguruan tinggi penting bagi mahasiswa sehingga perguruan tinggi tersebut akan
menjadi pilihan para calon mahasiswa, dengan begitu mahasiswa dapat dengan
nyaman berada di perguruan tinggi dan dengan sendirinya dapat menempuh studi
dengan tenang tanpa dibebani faktor-faktor
ekstrinsik yang mengganggu proses belajar mereka.
Pelayanan
kepada mahasiswa diciptakan oleh perguruan tinggi yang memahami kepentingan
mahasiswa, hal ini tentunya diimplementasikan oleh para karyawan untuk
pelayanan akademiknya dan oleh para dosen sebagai ujung tombaknya sehingga
tercipta sinergi yang apik untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar
yang kondusif.
Hal ini dapat tercapai
apabila pihak perguruan tinggi dapat memelihara dosen dan karyawan dengan baik
dalam arti bahwa dosen dan karyawan merasa betah mengajar dan bekerja di
perguruan tinggi tersebut. Diperlukan pengertian dari berbagai pihak yang
terlibat dalam menciptakan lingkungan civitas akademika yang kondusif tersebut. semua kepentingan dan kebutuhan dosen dapat terpenuhi di perguruan tinggi
yang bersangkutan sehingga dosen tidak
perlu lagi mencari kepuasan dari perguruan tinggi yang lain.
Dosen
sebagai salah satu sumber daya manusia mempunyai peranan yang cukup penting
dalam proses pendidikan, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberi
perhatian terhadap dosen adalah kompetensi, kepemimpinan transformasional,
promosi jabatan, motivasi serta kepuasan.
Pendidikan
yang bermutu akan tercipta dan diawali dari
dosen yang bermutu, ditunjang
dengan penghasilannya yang baik maka dengan sendirinya dosen akan bekerja
dengan baik dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik pula sehingga
apa yang diharapkan oleh kita semua akan terwujud yaitu pendidikan yang bermutu.
Pemimpin yang bersifat transformasional
harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi
organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Pemimpin transformasional
adalah pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis
dalam membawa organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional
juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan
bawahannya serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi
dan pada apa yang mereka butuhkan.
Selain itu pemimpin
transformasional juga harus bertindak sebagai agen perubahan (change agent). Agen perubahan merancang serta mengelola kapasitas untuk
perubahan dan perubahan budaya. Oleh karena itu mereka perlu menguasai empat
agenda, yaitu sebagai Katalisator, Fasilitator, Perancang dan Demonstrator.
Tantangan pemimpin masa kini adalah
merespons perubahan-perubahan eksternal agar faktor-faktor lingkungan internal
perusahaan menjadi kuat dan kompetitif. Maka dari itu pemimpin masa kini
dituntut untuk cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dari
lingkungan yang ada dan biasanya berlangsung
dengan sangat cepat.
Para pemimpin yang
memberikan perhatian terhadap pembaharuan organisasi akan berusaha untuk
membantu agar organisasi tetap sehat dan kondusif serta selalu berkreativitas,
selalu berupaya memecahkan berbagai permasalahan, juga mencoba bereksperimen
dan berani mengambil risiko (risk taking).
Oleh karena itu, diperlukan adanya artikulasi
perubahan yang diinginkan, perlu adanya perubahan dalam struktur, proses dan
praktik yang dirancang sedemikian rupa serta dikomunikasikan secara luas
keseluruh bagian organisasi. Akhirnya dibutuhkan suatu peran dan model perilaku
yang baru yang dibangun agar menjadi suatu simbol budaya baru dalam organisasi.
Rumusan Masalah
Bagaimana
kepemimpinan transformasional sebagai change
agent dan bagaimana pula kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi
kompetensi dosen sehingga diharapkan pada akhirnya akan
berdampak pada kepuasan mahasiswa.
KAJIAN
KEPUSTAKAAN
Kepemimpinan
Ada berbagai pengertian tentang
kepemimpinan. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan
mengarahkan aktivitas yang berkaitan dengan tugas anggota kelompok.
Rowe (2006) menyatakan bahwa: “Leadership might be more usefully understood
as a process of individual and organizational engagement with time, culture,
and change that differ from management’s relationship with this processes. That
through these engagement leadership creates organization whilst management
maintains it”
Sedangkan Rost (1991)
menyatakan bahwa: “Leadership is an
influence relationship among leaders and followers who intend real change that
reflect their mutual purpose”.
Martin dan Ernst (2005)
menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai aktivitas-aktivitas kolektif dari para
anggota organisasi untuk menuntaskan tugas-tugas yang meliputi: Setting Direction (menetapkan arah), Building Commitment (membangun
komitmen), Creating Alignment
(menciptakan keselarasan).
Setting
Direction merupakan artikulasi visi, misi,
nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kemana kita
akan pergi ? Apa yang kita lakukan ? Mengapa kita melakukan ini.
Building
Commitment merupa- kan penciptaan kepercayaan timbal
balik (mutual trust) dan per- tanggungjawaban
yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana kita dapat tetap bersama ? Bagaimana kita mampu
bekerja lebih baik sebagai kelompok ? Apa yang dapat membenahi kerjasama ?
Creating
Alignment merupakan penemuan landasan dan area
bersama dari tanggung jawab yang saling terkait yang dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana kita mengembangkan pemahaman bersama
dari situasi kita? Bagaimana tindakan-tindakan kita dapat lebih
dikoordinasikan?
Kepemimpinan Transformasional
Menurut Burns (1978) kepemimpinan
transformasional menekankan pada pendekatan rasional dan emosi dalam hubungan
antara pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan ini selain berbeda dengan gaya
kepemimpinan transaksional juga berbeda dengan kepemimpinan kharismatik, karena
kepemimpinan kharismatik mentransformasikan bawahan hanya melalui pendekatan
emosi dan kedekatan yang erat kepada pemimpinnya, charisma memang dibutuhkan
tetapi tidak cukup sebagai syarat dalam kepemimpinan transformasional (Burns, 1978).
Burns (1978), dalam penelitian deskriptifnya
menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses yang
padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Komponen penting dari transformasi
adalah kemampuan untuk meningkatkan kebutuhan pengikut dalam suatu cara yang
berorientasi pengikut:
1.
Burns (1978) memandang bahwa
para pengikut didorong oleh kebutuhan moral, kebutuhan untuk memperoleh
alasan/sebab (cause), atau kebutuhan
untuk mendapat- kan pijakan moral terhadap sebuah isu.
2.
Dorongan yang bersifat paradoks
terhadap konsistensi dan konflik. Pemimpin harus membantu para pengikutnya
menghindar dari inkonsistensi, sebenarnya konflik diperlukan untuk membuat
perubahan yang memungkinkan.
Ada 4 kategori kepemimpinan transformasional
menurut Bass (1997) yaitu:
1.
Idealized Influence, yaitu pengikut menghormati, mengagumi dan mempercayai pemimpinnya,
berusaha menyamai perilakunya dan berusaha mencapai visi serta mau berkorban
untuk pemimpinnya. Pemimpin jenis ini menunjukkan dedikasinya, kekuatan tujuan
dan ketekunannya, dan kepercayaan terhadap tujuan dan tindakan-tindakan
kelompok yang dapat membantu menjamin kesuksesan kelompok serta memberi
pengikutnya rasa berdaya dan rasa memiliki.
2.
Inspirational Motivation, yaitu
antusiasme dan optimisme dalam mewujudkan visi serta menyebarkan semangat yang
sama kepada para pengikutnya. Pemimpin terlihat menjalankan visinya, tujuan
khusus dan harapan-harapan secara jelas dikomunikasikan kepada para
pengikutnya, dan para pengikutnya memiliki kepercayaan untuk melaksanakan
harapan-harapan tersebut.
3.
Intellectual Stimulation, yaitu pemimpin
yang menilai kemampuan intelektual pengikutnya, mendorong inovasi serta
mengembangkan kreativitas pengikutnya. Menggunakan sudut pandang yang
komprehensif dalam memahami suatu masalah dan memakai berbagai pendekatan
terhadap suatu persoalan. Menciptakan kesiapan dalam menyambut perubahan serta
mampu menyelesaikan persoalan yang datang pada saat ini atau yang akan datang.
4.
Individualized Consideration (pertimbangan individual), yaitu pemimpin yang mempertimbang- kan
kemampuan para pengikut dan tingkat kematangan mereka dalam menentukan
kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka pengembangan kapasitas mereka. Pemimpin
jenis ini bertindak sebagai mentor yang memberikan perhatian, mendengarkan
keluhan, memberikan umpan balik, saran dan dukungan. Lebih jauh pemimpin mendesain
strategi untuk pengembangan individu pengikut untuk mencapai level yang lebih
tinggi dalam hal motivasi, potensi dan kinerja. Dukungan diberikan dan kemajuan
dipantau oleh pemimpin.
Pemimpin sebagai change
agent
Menurut Ulrich (1997) sebagai change agent
maka human resource professional
(dalam hal ini pimpinan) dituntut memiliki kemampuan dalam empat hal agar
perubahan dapat berjalan dalam suatu organisasi. Keempat aspek tersebut adalah
:
1.
Sebagai katalisator, yaitu bahwa pemimpin dapat menjembatani terjadinya
transformasi dalam organisasi.
2.
Sebagai fasilitator, yaitu: pemimpin dituntut peranannya sebagai orang yang
paling bertanggungjawab agar perubahan tersebut dapat didukung dan berjalan
dengan apa yang diinginkan.
3.
Sebagai designer, yaitu: mendisain system baru menuntut pemimpin untuk
bergerak lebih jauh ke depan berkenaan dengan perubahan budaya, memikirkan dan
meng- implementasikan inovasi dan aktivitas pemimpin saat ini.
4.
Sebagai demonstator, yaitu: pemimpin diharapkan sebagai pihak yang
mengalami dan memiliki pengalaman lebih awal berkenaan dengan pembelajaran
perubahan budaya.
Selain itu menurut Ulrich (1997) dapat
dilihat pula kriteria sukses peran baru sumber daya manusia sebagai change agent adalah sebagai berikut:
1.
Mampu untuk mengimplementasi- kan
perubahan strategi.
2.
Mampu untuk mengembangkan pembelajaran
organisasional dan tim kerja serta membina hubungan.
3.
Mampu untuk menciptakan sense of urgency.
4.
Mampu untuk berfikir konseptual
dan mengartikulasi pemikiran.
5.
Mempunyai sense of purpose melalui suatu fokus dan sistem nilai.
Pemimpin harus meng- identifikasi faktor
utama kesuksesan untuk membangun kapasitas perubahan yaitu satunya dengan
membuat model dengan cara menjawab beberapa pertanyaan yang harus diwujudkan
dalam sebuah tindakan. Tabel 2.1 akan memperlihatkan faktor kesuksesan dan pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat
digunakan untuk mendiagnosa faktor yang ada di perusahaan.
Tabel 2.1. Faktor-faktor utama untuk sukses dalam mewujudkan
perubahan
Faktor utama sukses dalam perubahan
|
Pertanyaan untuk menilai dan mencapai
faktor utama sukses dalam perubahan
|
Memimpin
perubahan (siapa yang bertanggungjawab)
|
Apakah kita mempunyai pemimpin:
yang memiliki dan mendorong perubahan?
yang secara terbuka menyatakan komitmen untuk membuat perubahan?
yang akan mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk
perubahan?
yang akan memberikan waktu dan perhatian pribadi yang diperlukan
untuk menindaklanjuti perubahan?
|
Menciptakan kebutuhan bersama (mengapa melakukannya)
|
Apakah karyawan:
Melihat alasan untuk perubahan ?
Memahami menmgapa perubahan itu penting ?
Melihat bagaimana perubahan akan membantu mereka dan/atau bisnis
dalam jangka panjang dan pendek ?
|
Membentuk visi (apa yang akan tampak saat selesai dilakukan)
|
Apakah karyawan :
Melihat hasil perubahan dalam konteks perilaku (yaitu dalam hal
apa yang akan mereka lakukan dengan berbeda sebagai hasil perubahan)?
Senang dengan hasil perubahan?
Memahami bagaimana perubahan akan menguntungkan konsumen dan
stakeholder?
|
Memobilisasi komitmen (siapa lagi yang perlu terlibat)
|
Apakah sponsor perubahan :
Menyadari siapa saja yang perlu mempunyai komitmen untuk
mewujudkan perubahan ?
Mengetahui bagaimana membentuk koalisi pendukung perubahan ?
Mempunyai kemampuan untuk memberi daftar individu yang mendukung
dalam organisasi ?
Mempunyai kemampuan untuk membangun matriks tanggungjawab untuk
mewujudkan perubahan ?
|
Memodifikasi system dan struktur (bagaimana perubahan akan
disahkan)
|
Apakah sponsor perubahan :
Memahami bagaimana hubungan perubahan dengan system SDM, misalnya:
susunan karyawan, pelatihan, penilaian, reward, struktur, komunikasi,
dll. ?
Menyadari implikasi perubahan pada sistem?
|
Memonitor kemajuan (bagaimana perubahan diukur)
|
Apakah sponsor perubahan :
Mempunyai alat pengukuran keberhasilan perubahan ?
Rencana untuk mem-benchmark kemajuan pada hasil perubahan dan
proses implementasi perubahan ?
|
Membuatnya berlangsung (bagaimana mulai dan berlangsung)
|
Apakah sponsor perubahan :
Mengatur langkah pertama dalam memulai ?
Mempunyai rencana jangka panjang dan pendek untuk tetap berfokus
pada perubahan ?
Mempunyai rencana untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi ?
|
Sumber: Ulrich (1997)
Kompetensi Dosen
Kompetensi dapat dibagi atas dua kategori, yaitu threshold dan differentiating
menurut kriteria yang digunakan memprediksikan kinerja suatu pekerjaan. Threshold competencies adalah
karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan
untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksana- kan
pekerjaannya. Differentiating
Competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan
rendah (Spencer & Spencer, 1993).
Alain & Murray (1992) menyatakan bahwa:
“A competency is defined as an underlying
characteristic of an individual which is causally related to effective or
superior performance in a job. Competencies can be motive, trait, self-concept,
content knowledge, cognitive and behavioural skills”.
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan
bahwa kompetensi adalah merupakan sebuah konsep yang dapat diartikan sebagai
kombinasi antara skill, knowledge
yang tercermin melalui job behavior
yang dapat diamati, diukur dan di evaluasi. Kompetensi merupakan faktor penentu
keberhasilan kinerja.
Proses pembelajaran merupakan permasalahan
utama di PT. Untuk itu, peningkatan kompetensi dosen dan standar mutu
pembelajaran perlu diterapkan demi proses pembelajaran yang lebih baik dan
meningkatkan kompetensi mahasiswa. Kompetensi dapat diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang di refleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh
setiap dosen akan menunjukkan kualitas dosen yang sebenarnya.
Spencer & Spencer
(1993) mendefinisikan kompetensi adalah sebagai
karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan individual yang relative bersifat
stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja yang terbentuk dari
sinergi antara motif, watak atau sikap, nilai atau konsep diri, pengetahuan dan
keahlian.
Spencer
& Spencer (1993) juga mengklasifikasikan
komponen kompetensi menjadi 3, yaitu:
1.
Kompetensi
intelektual adalah karakter sikap dan perilaku atau
kemauan dan kemampuan intelektual yang bersifat relatif stabil ketika
menghadapi per- masalahan di tempat kerja, yang dibentuk dari sinergi antara watak,
konsep diri, motivasi internal serta kapasitas pengetahuan kontekstual.
Kompetensi intelektual ini terinternalisasi dalam bentuk 9 kompetensi yaitu berprestasi, kepastian kerja, inisiatif,
penguasaan informasi, berfikir analitik, berfikir konseptual, keahlian
praktikal, kemampuan linguistik dan kemampuan naratif.
2.
Kompetensi
emosional adalah kemampuan mengenali dan mengelola
emosi diri sendiri dengan baik, mampu mengenali emosi orang lain dan mampu menjalin hubungan positif dengan
orang lain sehingga menghasilkan kinerja pada suatu pekerjaan tertentu. Kompetensi
emosional terinternalisasi ke dalam enam tingkat kemauan dan kemampuan antara lain sensitivitas atau
saling pengertian/saling memahami, kepedulian
terhadap kepuasan internal dan eksternal, pengendalian diri, percaya diri,
kemampuan beradaptasi dan komitmen pada organisasi.
3.
Kompetensi
sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan
dan kemampuan untuk mem- bangun simpul-simpul kerjasama dengan orang lain yang relatif lebih
stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja ysng terbentuk melalui
sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal serta kapasitas pengetahuan
social (Spencer & Spencer, 1993). Kompetensi sosial ini terinternalisasi ke
dalam bentuk tujuh kemauan dan
kemampuan, antara lain pengaruh dan dampak, kemampuan
untuk memerintah, kesadaran berorganisasi, membangun hubungan kerja,
mengembangkan orang lain, mengarahkan bawahan, kerja tim dan kepemimpinan
kelompok.
Kerangka Pemikiran
Mengembangkan dan
mengelola PTS memerlukan tenaga ekstra dan pengetahuan yang maksimal dari
manajemen Perguruan Tinggi. Karena PTS sangat merasakan persaingan yang semakin
ketat, baik
dengan sesama PTS apalagi dengan PTN, pengelola PTS dituntut untuk pandai
mengelola PTS supaya tetap bertahan dalam arti semakin diminati oleh para calon
mahasiswa.
PTS diasumsikan sebagai
penjual yang memproduksi jasa untuk ditawarkan kepada pelanggan, maka sasaran
utama adalah memuaskan pelanggan agar mereka merasa nyaman, betah, dan tentunya
akan loyal terhadap PTS tersebut karena merasa terpuaskan dengan layanan yang
diberikan oleh PTS yang bersangkutan.
Banyak faktor yang harus
dipenuhi oleh PTS untuk memuaskan para mahasiswanya antara lain adalah
penyediaan sarana fisik kampus; penyelenggaraan jasa pelayanan
yang dapat diandalkan, akurat dan konsisten; kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang segera yaitu kecepatan dalam merespon pelayanan; jaminan kesopanan dari
karyawan dan kemampuan untuk menjaga kesopanan tersebut;
memperhatikan konsumen sacara
individu yaitu mengutamakan kepentingan serta memahami kebutuhan spesifik mahasiswa.
Kepuasan mahasiswa bukan
hanya ditentukan oleh kinerja karyawan tetapi juga dari kompetensi dosen dalam
memberikan pendidikan dan pengajarannya kepada mahasiswa. Beberapa faktor untuk
meningkatkan kompetensi dosen antara lain (Spencer & Spencer, 1993): dosen
harus mempunyai kompetensi intelektual, kompetensi emosional dan kompetensi
sosial.
Mahasiswa akan merasa puas
dengan kompetensi yang dimiliki oleh dosen yang sesuai dengan harapan mahasiswa
sebagai peserta didik dari dosen yang bersangkutan. Mahasiswa akan termotivasi
dalam belajar dengan bimbingan dosen yang kompeten di bidangnya, karena dosen
dituntut bukan hanya berkompeten dalam hal mengajar tetapi juga harus
berkompeten di dalam membimbing nahasiswa sehingga mahasiswa merasa nyaman di
bimbing dosen tersebut dan tentunya merasa puas menuntut ilmu di PTS yang
bersangkutan.
Dosen dan karyawan
dituntut untuk bekerja maksimal sehingga kinerja karyawan baik dan kompetensi
dosen tinggi, hal ini akan terlaksana apabila pimpinan PTS menerapkan
kepemimpinan yang trasnformasional dan berperilaku menjadi Human
Resource sebagai change agent.
Menurut
Ulrich (1997) human
resource change agent harus menjadi katalisator yaitu harus mampu berperan dalam mempercepat dan
mengelola proses perubahan yang dicanangkan oleh organisasi secara efektif. Selain itu juga dituntut
pula untuk mampu mengenali hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh
organisasi bila perubahan dilakukan, dengan demikian dapat mencegah terjadinya
gejolak sosial yang kontra produktif di dalam organisasi.
Begitupun sebagai pemimpin
yang transformasional harus mem- punyai pengaruh yang ideal, harus mempunyai
motivasi insirasional, stimulasi yang intelek dan harus mempunyai pertimbangan
individual.
PTS akan tetap dapat
maju apabila diawali dengan gaya kepemimpinan
dari seorang pemimpin yang
transformasional dan bertindak sebagai change
agent. Dengan begitu ia akan dapat memotivasi karyawan
bekerja dengan baik sehingga kinerja karyawan
meningkat. Selain itu juga dapat memotivasi dosen
berkinerja baik pula sehingga kompetensi dosen meningkat juga karena dosen dan
karyawan merupakan ujung tombak untuk pelayanan kepada mahasiswa.
Sinergi
yang apik dan solid dari pemimpin, dosen dan karyawan akan membuahkan hasil
yang baik sesuai dengan yang diharapkan oleh manajemen perguruan tinggi yaitu
jumlah mahasiswa bisa mencapai angka yang sesuai dengan target. Karena dari
kerja keras manajemen perguruan tinggi akan menimbulkan kepuasan bagi mahasiswa
yaitu membandingkan apa yang dirasakan sesuai dengan harapan mahasiswa atau
malah akan merasakan lebih dibandingkan dengan
yang di harapkan.
Dalam penelitian ini
kepemimpinan transformasional di bahas melalui pendekatan manajemen sumber daya
manusia sebagai grand theory. Hal ini dilakukan karena
semua unsur yang diteliti adalah mengenai sumber daya manusia yaitu pemimpin,
dosen, karyawan dan mahasiswa, sedangkan middle
theory adalah menggunakan teori human
resource champion.
Hal
ini karena tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia dari
pengelola perguruan tinggi harus lebih ditingkatkan lagi atau dengan kata lain
pengelola PTS harus ditangani oleh sumber daya manusia yang profesional.
Selanjutnya ditunjang oleh applied theory yaitu mengenai kepemimpinan transformasional,
kompetensi dosen, kinerja karyawan dan kepuasan mahasiswa.
KESIMPULAN
Perguruan Tinggi Swasta
harus berjuang berkompetisi baik dengan PTN maupun dengan sesama PTS, dengan
semakin banyaknya PTS di Jawa Barat maka PTS harus
berusaha tetap hidup dan harus tetap bertahan bertahan
ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat.
Pengelolaan PTS harus di
tangani oleh sumber daya manusia yang profesional,
terutama dipimpin oleh seorang pemimpinnya yang harus transformasional, juga pemimpin yang mempunyai visi sebagai agen perubahan, didukung
oleh dosen yang kompeten dibidangnya dan karyawan
yang berkinerja baik, dan tentunya didukung oleh stakeholder.
Kerjasama yang bagus dari para
pengelola akan melahirkan kinerja
yang baik sehingga mahasiswa sebagai pelanggan merasa puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh PTS yang bersangkutan. Karena hanya PTS
yang memberikan pelayanan yang paripurna yang akan diburu oleh para calon
mahasiswa, dengan demikian maka PTS tersebut akan dapat bertahan dan dapat bersaing baik ditingkat regional
maupun di tingkat nasional bahkan di tingkat internasional, sehingga dampaknya adalah kesejahteraan bagi semua pihak yang
terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Alain
& Muray, 1992, Competency Human Based
Management: Value Driven Strategies for Recruitment, Development and Reward: Les
Edition d’Organization, Paris.
Bass, B. M. 1996,
From Transactional to Transformational
leadership: Learning to Share the Vision, dari steers, Richard M., Porter,
Lyman W. Bigley, Gregory A. Motivation and Leadership at Work, McGraw Hill,
Sixth edition, Singapore.
Burns, J.M. ,1978,
Leadership,
Harper & Row, New York.
Martin,
A. and Ernst, C., 2005, Leadership,
Learning and Human Resource Management:
Exploring leadership in Time of Paradox and Complexity, corporate Governance. Vol 5 No.3, pp. 82-94.
Spencer,
L. M., Jr, & Spencer, S.M., 1993, Competence
at Work, Models for Superior Performance,
John Willey & Sons Inc.
Rost.
J.C, 1991, Leadership for The
Twenty-First Century, Praeger. New York, NY.
Rowe,
J, 2006, Non Defining Leadership,
KYbernetes, Vol 35, No.10, pp 1528-1537.
Sekretaris
Aptikom Wilayah IV Jabar-Banten, 2010, http://www.klik.-
galamedia.com, 7 April.
Ulrich D., 1997, Human
Resource Champion. The Next Agenda for Adding Value and Delivering Result. Harvard Business
School Press. Boston.