Oleh:
Arnia
Fajarwati
ABSTRAK
Pada saat ini organisasi publik sedang menghadapi
tantangan besar dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Organisasi publik
semakin dituntut untuk memberikan pelayanan secara profesional, walaupun
orientasi organisasi publik tetap non-profit. Oleh
karena itu organisasi publik harus memperhatikan pentingnya peranan pengukuran
kinerja, sebagai sarana untuk memantau pekerjaan aparat pemerintah. Pengukuran
kinerja organisasi publik merupakan suatu alat perencanaan dan sistem
pengendalian manajemen yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Alat
ukur untuk mengukur kinerja ini disebut sebagai Indikator Kinerja Utama.
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu
untuk memperbaiki kinerja pemerintah sehingga dapat fokus pada tujuan dan
sasaran program unit kerja; untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan dan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki komunikasi
pelanggan.
Kata kunci: Indikator
Kinerja Utama, Instansi Pemerintah
ABSTRACT
At the moment public organizations are facing a huge challenge to the policy of regional autonomy. Public organizations increasingly required to provide services in a professional, although the orientation of public organizations remain non-profit. Therefore, public organizations should pay attention to the important role of performance measurement, as a means to monitor the work of government officials. Performance measurement of public organizations is a planning tool management and controlling system that aims to help public managers assess the achievement of a strategy by means of financial and non-financial measurement. Measuring tool for measuring the performance of these so-called Key Performance Indicators. Public sector performance measurement is done to fulfill three purposes, namely to improve the performance of the government so that it can focus on the goals and targets of the program of work units; for allocation of resources and decision-making and to create public accountability and improve customer communications.
Keywords: Key
Performance Indicators, Government Agencies
PENDAHULUAN
Tuntutan terhadap
penyelenggaraan
good governance di Indonesia dirasakan semakin kuat
seiring dengan perjalanan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998. Tuntutan tersebut tidak hanya muncul
di tingkat pemerintah pusat saja tetapi juga di kalangan pemerintah daerah,
yang dikenal dengan istilah good local
governance. Pelaku dari good
governance dan juga good local
governance tidak hanya tertuju kepada aktor regulator saja yaitu pemerintah
tetapi juga melibatkan peranan dari pelaku sektor swasta dan peran serta
masyarakat.
Dalam kerangka
pembangunan good governance baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah tersebut, kebijakan umum pemerintah
adalah ingin menjalankan pemerintahan yang berorientasi pada hasil (result oriented government). Orientasi
pada input, terutama uang, seperti selama ini dijalankan, hendak ditinggalkan.
Pemerintahan yang berorientasi pada hasil pertama-tama akan fokus pada
kemaslahatan bagi masyarakat, berupa upaya untuk menghasilkan output dan outcome yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Output merupakan hasil langsung dari program-program atau kegiatan
yang dijalankan pemerintah
dan dapat berwujud sarana, barang, dan jasa pelayanan kepada masyarakat, sedang outcome adalah berfungsinya sarana,
barang dan jasa tersebut sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat. Output dan outcome inilah yang selayaknya dipandang sebagai kinerja, bukan
kemampuan menyerap anggaran seperti persepsi yang ada selarna ini. Namun
demikian uang tetap merupakan faktor penting untuk mencapai kinerja tertentu
baik berupa output maupun outcome. Money follows function, bukan sebaliknya.
Upaya
untuk mengukur keberhasilan pemerintah supaya dapat melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang berorientasi pada
hasil tersebut, adalah dengan penerapan konsep manajemen kinerja. Dalam
melaksanakan manajemen kinerja ini diperlukan Indikator Kinerja Utama (IKU)
yang dapat terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. IKU inilah yang dapat menilai kinerja
pemerintah secara internal maupun eksternal yang sudah berbasiskan pada RPJM.
Secara rinci IKU merupakan standar kinerja yang sangat berguna untuk menilai
kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan. Selain itu dapat memotivasi para
birokrat pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran, mendorong pemerintah agar
lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan memberikan arah
dalam pelayanan publik. IKU tentu saja juga berfungsi sebagai pedoman dalam
perencanaan jangka menengah dan tahunan, penyusunan dokumen penetapan kerja,
pelaporan akuntabilitas kinerja, evaluasi kinerja instansi pemerintah, dan
pemantauan dan pengendalian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan. IKU juga
memegang peranan penting dalam mengelola Sumber Daya Manusia (SDM), karena
standar kinerja merupakan suatu cara mengukur
kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada
organisasinya.
PENGERTIAN INDIKATOR KINERJA
Sebagian
besar organisasi publik telah menyadari kebutuhan akan pengukuran kinerja dalam
instansinya (‘bottom-line’ performance).
Namun pengukuran tersebut masih dilakukan dengan menggunakan sistem
tradisional, yaitu pengukuran pencapaian finansial yang didasarkan pada
pelaporan keuangan.Padahal, menurut Mulyadi dan Setyawan (1999), ukuran
keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan
tidak mampu menjadi pedoman bagi suatu organisasi kearah yang lebih baik, serta
hanya berorientasi jangka pendek. Jadi, sistem pengukuran kinerja finansial
organisasi publik ini lebih dirancang untuk memenuhi kebutuhan shareholders, daripada untuk menyediakan
informasi dalam membantu pengelolaan suatu organisasi.
Kinerja
merujuk pada hasil yang dapat diselesaikan oleh seorang karyawan dalam periode
waktu tertentu. Kinerja juga merujuk pada perilaku karyawan dalam bekerja. Hersey
dan Blanchard (1993) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Kinerja adalah
hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
(Rivai dan Basri, 2004). Sejalan dengan definisi-definisi sebelumnya, Robbins
(1997) menggambarkan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan kesempatan (opportunity).
Kinerja
seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual karena setiap karyawan
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda dalam melaksanakan tugasnya.
Keberhasilan kinerja seseorang diukur dari sejauhmana ia dapat mencapai tujuan
yang ditetapkan baginya. Ikopin (2008) juga menyatakan bahwa pengukuran kinerja
karyawan identik dengan apakah karyawan mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik. Artinya, karyawan memiliki tanggung jawab, mampu melaksanakan
pekerjaannya tepat waktu dan dapat mencapai target yang telah ditentukan.
Model
penilaian kinerja yang dicontohkan oleh Gary Dessler (2009) meliputi indikator
sebagai berikut :
1. Kualitas
Kerja adalah akuransi, ketelitian, dan bisa diterima atas pekerjaanyang dilakukan.
2. Produktivitas
adalah kuantitas dan efesiensi kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu.
3. Pengetahuan
pekerjaan adalah keterampilan dan informasi praktis /teknis yang digunakan
oleh pekerjaan.
4. Bisa
diandalkan adalah sejauh- mana seorang karyawan bisa diandalkan atas
penyelesaian dan tindak lanjut tugas.
5. Kehadiran
adalah sejauhmana karyawan tepat waktu, mengamati periode waktu
istirahat/makan yang ditentukan dan
catatan kehadiran secara keseluruhan.
6.
Kemandirian adalah
sejauhmana pekerjaan yang dilakukan dengan atau tanpa pengawasan.
PENERAPAN INDIKATOR KINERJA PADA INSTANSI PEMERINTAH
Penyusunan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators) atau disebut juga sebagai Indikator
Kinerja Kunci sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yaitu suatu
system untuk upaya membangun sistem
manajemen pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel dan
berorientasi pada hasil, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas
pelayanan publik dan daya saing daerah.
Hal ini sejalan dengan pelaksanaan Inpres Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menyatakan bahwa
asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas dan profesionalitas serta akuntabilitas.
Telah
ditegaskan pula dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
terdapat sejumlah asas penyelenggaran pemerintahan daerah, di mana salah satu
asasnya adalah asas akuntabilitas. Dengan demikian pemerintah daerah dan DPRD
sebagai penyelenggara pemerintahan
daerah dalam tugas dan fungsinya wajib menerapkan asas akuntabilitas
tersebut. Tetapi pada kenyataannya makna dari penerapan asas akuntabilitas
sepertinya masih belum terlaksana dengan baik, hal ini dapat dilihat dari belum
terpenuhinya keinginan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang diberikan
oleh pemerintah daerah.
Sehubungan
dengan pernyataan di atas di pandang perlu untuk penyusunan Indikator Kinerja Utama bagi
tiap-tiap tingkatan pemerintahan, yang merupakan upaya untuk menunjukkan arah dan dimensi
kebijakan pembangunan di lingkungan pemerintahan.
Di sisi lain dalam rangka meningkatkan akuntabilitas
kinerja maka setiap instansi pemerintah saat ini dituntut untuk menetapkan
indikator kinerja utama di lingkungan instansi masing-masing. Tuntutan demikian
sangat beralasan karena seringkali terjadi ketidakselarasan dalam penetapan
indikator kinerja sehingga menyebabkan
hasil yang disajikan tidak sesuai dengan perencanaan instansi dengan
instansi atasannya bahkan dengan perencanaan nasional. Oleh
karena itu indikator kinerja utama merupakan suatuukuran yang sangat penting
dalam pencapaian kinerja instansi pemerintah. Di lingkungan instansi
pemerintah, indikator kinerja utama dapat digunakan untuk beragam kepentingan,
yaitu:
1.
Perencanaan jangka menengah.
2.
Perencanaan tahunan.
3.
Penyusunan dokumen penetapan
kinerja.
4.
Pelaporan akuntabilitas kinerja.
5.
Evaluasi kinerja instansi
pemerintah.
6.
Pemantauan dan pengendalian kinerja
pelaksana program dan kegiatan-kegiatan.
Untuk tingkat unit kerja, indikator kinerja yang digunakan harus lebih
rinci dan spesifik namun tetap harus diperhatikan keselarasan dan
keseimbangannya dengan indikator kinerja unit-unit kerja lainnya serta dengan
tingkat instansi pemerintah. Dengan demikian, mulai dari bagian terkecil suatu
organisasi sampai bagian terbesarnya sejak awal sudah selaras satu sama lain
sehingga perencanaan instansi sampai perencanaan nasional dapat tercapai.
Pemaknaan tersebut sejalan
dengan apa yang tercantum dalam:
1.
Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
2.
Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara tanggal 25 Maret 2003 Nomor 239/IX/6/8/2003
tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
3.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4.
Surat
Keputusan MENPAN Nomor KEP-135/M.PAN/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah.
6.
Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
7.
Surat
Menteri Negara PAN Nomor B/1301/M.PAN/04/2009 Perihal Kebijakan Evaluasi
Akuntabilitas Kinerja Tahun 2009, dan
8.
Peraturan
MENPAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik.
Menurut
PERMENPAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007, yang dimaksud dengan indikator kinerja
utama adalah ukuran keberhasilan dari suatu dan sasaran strategis organisasi.
Setiap instansi pemerintah wajib menetapkan indikator kinerja utama
dilingkungannya masing-masing dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk
memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggara- kan
manajemen kinerja secara baik.
2.
Untuk
memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran
strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan
akuntabilitas kinerja.
Penyusunan
IKU dilakukan di setiap instansi pemerintah,
yang meliputi Kementrian Koordinator/
Kementerian Negara/Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat
Jenderal Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Lain yang menjalankan fungsi
pemerintahan. Pemerintahan Provinsi, Pemerintah Kota, dan Pemerintah Kabupaten.
Oleh
karena itu diperlukan koordinasi yang baik di dalam tubuh instansi tersebut
sehingga penyusunan Indikator Kinerja Umum dapat dilaksanakan dengan baik dan
penerapannya dilakukan secara terintegrasi di antara unit kerja di dalamnya.
Indikator
kinerja utama instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit
organisasi. Cakupan IKU pada setiap tingkatan unit organisasi meliputi IKU
keluaran (output) dan hasil (outcome) dengan tatanan sebagai berikut:
1.
Indikator
kinerja utama pada tingkat Kementrian Negara/- Departemen/LPND/Pemerintah
Provinsi/Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota sekurang-kurangnya adalah
indikator hasil (outcome) sesuai
dengan kewenangan kewenangan, tugas dan fungsi.
2.
Indikator
kinerja utama pada unit organisasi setingkat Eselon I adalah indikator hasil (outcome) dan atau keluaran (output) yang sekarang setingkat lebih
tinggi dari keluaran (output) unit
kerja di bawahnya.
3.
Indikator
kinerja utama pada unit organisasi setingkat eselon II- /Satuan Kerja/SKPD/unit
kerja mandiri sekurang-kurangnya adalah indikator keluaran (output).
Selanjutnya
berkaitan dengan pengambil keputusan dalam penetapan IKU, maka ada beberapa
aturan yang harus diikuti, yaitu:
1.
Menteri/Pimpinan
Lembaga wajib menetapkan indikator kinerja utama untuk Kementrian
Koordinator/Departemen/ Kementrian Negara/ Lembaga dan unit organisasi
setingkat Eselon I serta Unit Kerja Mandiri dan dibawahnya.
2.
Sekretaris
Jenderal Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Lain yang menjalankan fungsi
pemerintahan wajib menetapkan IKU untuk Lembaga Tinggi Negara Lain, dan unit
organisasi setingkat Eselon I serta Unit Kerja Mandiri di bawahnya.
3.
Gubernur/Bupati/Walikota
wajib menetapkan IKU untuk Pemerintah Propinsi/Kabupaten/- Kota dan Satuan
Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta Unit Kerja Mandiri di bawahnya.
Dalam
pemilihan dan penetapan kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah
hendaknya melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder)
dari instansi yang bersangkutan. Selain itu indikator kinerja utama yang
ditetapkan harus memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup
memadai guna pengukuran kinerja unit organisasi yang bersangkutan.
Pada
PERMENPAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007, karakteristik indikator yang baik dan
cukup memadai untuk pengukuran kinerja unitorganisasi yang bersangkutan yaitu:
1) Spesifik
2) Dapat dicapai
3) Relevan
4) Menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur
5) Dapat dikualifikasi dan diukur.
Untuk keberhasilan
IKU secara makro pada suatu pemerintah daerah tidak hanya ditentukan oleh satu
SKPD/OPD, tetapi juga dipengaruhi oleh keberhasilan SKPD/OPD lain. Oleh karena
itu, IKU pada level pemerintah daerah minimal harus pada tingkat indikator
hasil (outcomes), dan secara bertahap
ditingkatkan pada indikator manfaat (benefis),
dan dampak (impacts).
Penyusunan
IKU di lingkungan Pemerintah Daerah
diawali dengan pengkajian beragam dokumen yang relevan, antara lain:
1.
Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Strategis, kebijakan umum
dan atau dokumen strategis lainnya yang relevan.
2.
Bidang
kewenangan, tugas dan fungsi, serta peran lainnya.
3.
Kebutuhan
informasi kinerja untuk penyelenggaraan akuntabilitas kinerja.
4.
Kebutuhan
data statistik pemerintah.
5.
Kelaziman
pada bidang tertentu dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dari hasil
kajian tersebut kemudian disusun IKU. Selanjutnya, Kepala Daerah menetapkan IKU untuk Pemerintah Daerah. Dalam
Penyusunan IKU Pemerintah Daerah, Kepala Daerah melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholder) dari Instansi Pemerintah
Daerah yang bersangkutan.
PENUTUP
Dengan
diterapkannya Indikator Kinerja Utama (Key
Peformance Indicator) pada tingkatan instansi pemerintah diharapkan
kualitas pelayanan publik sedikitnya dapat terukur sesuai dengan keinginan
masyarakat akan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Tuntutan demikian
sangat beralasan karena sering kali terjadi ketidakselarasan dalam penetapan
indikator kinerja sehingga menyebabkan
hasil yang disajikan tidak sesuai dengan perencanaan instansi dengan
instansi atasannya bahkan dengan perencanaan nasional.
Selain itu pemilihan dan penetapan kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah
hendaknya melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder)
dari instansi yang bersangkutan,
sehingga memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam
menyelenggarakan manajemen kinerja dan memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran
strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan
akuntabilitas kinerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Anthony, R. N. & Govindarajan, V. (2005). Management Control Systems, 11th Edition,
Salemba Empat, Jakarta.
Astri, W.W.,
(2009). Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
(LAKIP).
Hansen, D.R. & Mowen, M.M., (2005). Management
Accounting, 7th Edition, Thomson.
Helmi, S., (2009). Rasio-rasio Keuangan Perusahaan. http://shelmi.wordpress.com/2009/03/04/rasio-%E2%80%93-rasiokeuangan-perusahaan/
diakses
pada September 2010
Ikopin (2008). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan. http://one.indo skripsi.com Diakses pada November 2010.
Mulyadi & Setyawan, J. (2001). Sistem
Perencanaan Dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan
Perusahaan, Salemba Empat, Jakarta
Rivai, V. & Fawzi, A., Basri, M. (2004), Performance Appraisal:
Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan.
PT Rajagrafindo Persada, Jakarta
Robbins, S.P. (1997). Perilaku
Organisasi: Konsep Kontroversi dan Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia.
Prenhallindo, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Instruksi Presiden
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri
Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007, tentang tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi
Pemerintah
Peraturan Menteri
Negara PAN Nomor: PER/20/Menpan/11-
/2008 tentang Petunjuk Penyusunan
Indikator Kinerja Utama Indikator Kinerja Utama
Surat Keputusan Menteri
Negara PAN Nomor: KEP-135/M.PAN/2004
tentang
Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Surat Menteri Negara
PAN Nomor B/1301/M.PAN/04/2009 Perihal
Kebijakan Evaluasi Akunta- bilitas Kinerja Tahun 2009.
Keputusan Kepala
Lembaga Administrasi Negara tanggal 25 Maret 2003 Nomor 239/IX/6/8/- 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
http://gitacintanyawilis.blogspot.com/2009/11/laporan-akuntabilitaskinerja
diakses pada Oktober 2010.